Happy reading, and komen aja ya! Maafkan jika banyak typo nya ;)
.
.
.
.
.
.RIASI POV
Setelah pulang dari Rumah Geandara aku belum pernah bertemunya lagi, karena memang aku yang sedang sibuk diluar kampus, sehingga aku sedikit mengesampingkan tugasku sebagai Humas di event besar Himpunanku itu.
Oh ya, sedikit cerita tentang event besar Himpunanku. Event besar ini adalah event tahunan di Himpunan kami, yaitu Fisika Unjuk Gaya. Ini adalah ajang perlombaan bagi semua siswa SMA sederajat di seluruh Indonesia. Siswa siswa itu diharuskan membuat sebuah alat dengan menggunakan prinsip fisika, dan kemudian menunjukannya pada dunia dengan mempresentasikannya di acara puncak Fisika Unjuk Gaya yang akan di adakan lansung di balai kota.
Okke kita kembali pada kesibukanku sekarang, yang seminggu ini lupa akan peradaban dunia fisika ku, maka hari ini aku kembali ke kampus setelah satu minggu menikmati indahnya belitung. Eits jangan salah paham dulu, disana aku bukan main, tapi aku sedang berjuang membawa nama baik almamaterku untuk bisa meraih juara bertahan di Lomba Karya Cipta Sains dan Teknik. Dan sedikit sombong, aku dan tim dapat juara pertama disana.
Namun hari ini rasanya berat sekali untuk masuk kuliah seperti biasanya. Bagaimana tidak, aku untuk pertama kali lagi belajar adalah mata kuliah EFD ( Eksperimen Fisika Dasar) yang kalian sendiri tahu siapa dosennya, ya... Suamiku sendiri, yang dengan beraninya tidur satu tempat tidur denganku.
Setelah panjang lebar Geandara menjelaskan tentang elastisitas benda, kita semua langsung melakukan percobaan pengukuran tingkat elastisitas tembaga dengan bantuan teleskop.
Tapi entah karena aku lupa sarapan pagi ini, atau karena aku memang tidak suka mencium bau tembaga, aku mendadak pusing dan mual saat mengambil tembaga untuk di uji coba.
"Hoooeekkk" aku merasa mual dan kemudian izin pada aslab untuk keluar sebentar.
"Kak saya izin keluar dulu ya, sepertinya saya ingin muntah, saya tidak sarapan hari ini, dan magg saya memang kronis" Ucapku pada salah satu aslab yang ada dikelas.
Aku langsung keluar kelas, dan pergi ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutku.
Tapi saat keluar, kaget rasanya melihat Geandara sudah ada di dekat pintu keluar kamar mandi.
"Kok bapak disini?" tanyaku pada Geandara.
"Kamu telat datang bulan gak?" pertanyaan yang polos tanpa basa basi keluar dari mulut Geandara.
"Maksud bapak apa?" aku bertanya dengan kerutan di dahiku.
"Aku hanya khawatir kejadian malam itu membuatmu hamil" Ucap Geandara tanpa rasa ragu.
Aku tidak menjawab, aku malah bengong dan mengingat bahwa seharusnya hari ini aku sudah selesai datang bulan.
Sepanjang percobaan aku tidak fokus pada eksperimenku, aku merasa pikiranku kosong.
"Aduh.." aku langsung memegang perutku yang tiba tiba terasa perih sekali.
Aku sekilas melihat Geandara seperti terlihat khawatir padaku, namun dia tidak bertindak yang membuat orang curiga. Tapi aku tidak ambil pusing, karena sungguh rasanya perutku perih sekali.
"Pak percobaan saya sudah selesai, apa boleh saya pulang duluan pak? Perut saya perih sekali, rasanya saya tidak kuat untuk berdiri lama" ucapku dengan nada yang meringis sedikit menahan sakit.
"Ya silahkan" jawaban Geandara dengan dingin.
AUTHOR POV
Riasi keluar kelas dengan menahan rasa pusing yang sangat dikepalanya. Hingga saat Riasi baru sampai menjauh 5 langkah dari laboratorium dia jatuh pinsan.
~~~
"Aku dimana?" tanya Riasi.
"Kamu baik baik saja sayang? Nenek sangat khawatir melihat tadi Geandara menggendongmu turun dari mobil dalam keadaan pingsan" Nenek memang sangat perhatian pada cucu mantunya itu.
"Aku..." belum selesai berucap, Riasi perpotong pembicaraannya oleh ucapan nenek.
"Kamu disini saja mulai besok ya, biarkan nenek mengurus calon cicit pertama nenek. Nenek yakin di rumah kalian, Geandara pasti tidak menjagamu dengan baik, bahkan walau dia tahu sekalipun kalau istrinya kini sedang mengandung calon anaknya sendiri" ucapan Nenek membuat mata Riasi terbelalak.
"Aku hamil nek?" tanya Riasi terkejut mendengar ucapan nenek.
TBC
...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer is My Husband [Slow Update]
Romance"Rumus-rumus dalam duniaku tidak pernah aku pecahkan dengan mudah, aku selalu salah menghitung, dan dugaanku selalu meleset, ini membuat aku merasa aku tidak berbakat dalam keilmiahan ini. Aku merasa bahwa darah sastra yang kumiliki terbelenggu, han...