Satu Tempat Tidur? Oh NO

7K 142 3
                                    

Happy reading guys.. Kalau ada typonya komen aja okke ;)

.
.
.
.
.
.

...

RIASI POV

Semua keluarga Geandara tertawa bahagia, terlihat sangat akrab satu sama lain, dan sepertinya aku pun dianggap mereka sebagai putri mereka, bukan hanya sekedar menantu.

Kini aku memanggil tante Diandra tidak dengan sebutan tante lagi, tapi dengan sebutan mamah sama seperti Geandara memanggil ibunya. Pada om Damar juga aku memanggilnya ayah tidak om lagi.

Disini, dirumah Geandara hanya ada ayah, ibu, nenek, dan dua pegawai rumahnya saja, yeah.. karena Geandara merupakan anak tunggal ayah dan ibu mertuaku, begitupun dengan aku yang secara otomatis menjadi harapan satu satunya untuk mereka bisa menambah anggota keluarga.

"Gean.. lihat uban nenek sudah semakin banyak ya..." ucap perempuan tertua dirumah kami, sambil menyibak nyibak rambut yang panjangnya sebahu.

"iyalah, nenek kan memang sudah tua" jawab Geandara sambil tertawa mengejek nenek.

"Kenapa kamu tertawa saja, apa kamu tidak merasa bersalah?" ucapan nenek kini terlihat sangat serius sekali.

Kini bukan hanya Geandara saja, tapi aku, ayah, dan mamah pun ikut terdiam heran akan maksud ucapan nenek.

"Kenapa pak Gean harus merasa bersalah nek? Itukan hal yang wajar di usia nenek" tanyaku spontan tanpa mikir dulu arah maksud nenek.

"Apa kamu bilang Ri... Pak? Kamu memanggil sebutan bapak pada suamimu sendiri?"

"Walah mampus, kenapa pake acara keceplosan segala sih" ucap batinku saat mendengar pertanyaan mamah padaku.

Aku memang tidak pernah mengobrol dengan Geandara selama dirumah Geandara, bahkan aku belum pernah menyebut namanya. Baru satu kali saja, dan itupun langsung mendatangkan masalah baru.

"Biasa mah, efek EFD. Kan dia bisa dapet nilai E kalau dia panggil nama dosennya saat belajar" ucap Geandara sambil tertawa mengejek.

Disitu aku merasa lega, sungguh pintar sekali suamiku ini dalam urusan ngibul. Aku pun tidak kepikiran sampai kesitu. Tapi aku tahu walau dia tertawa mengejekku seperti itu, tapi dalam hatinya ia juga pasti merasa gelisah.

"Hehe.. Iya mah, kan mamah tahu kalau selain menjadi suami Ri, anak mamah itu lebih dulu menjadi dosen Ri" jawabku malu malu, dan bingung setengah mati juga karena aku harus manggil apa pada Geandara.

Memanggil namanya? Tidak sopan.
Memanggil suamiku? Lidahku lengket menyebut kata seperti itu.
Memanggil mas? Hmm mas tukang baso kali.
Lantas panggilan apa yang tepat?

Tak henti hentinya aku berpikir tentang hal itu, karena tidak mungkin aku tidak akan kembali lagi menyebut namanya, kan gak mungkin aku terus menyebutnya dengan sebutan anak mamah terus.

AUTHOR POV

"Hmm sudah kenyang makannya Ri? Kalau iya, kita mungkin bisa pulang sekarang. Sebentar lagi kan jam sepuluh, keburu kosan kamu dikunci sama ibu kos" celetuk Geandara dan langsung terdiam seperti patung bernyawa karena dirinya baru menyadari akan satu kalimat yang keluar dari mulutnya itu adalah perkataan yang bodoh sekali.

"Kosan?" tanya ayah dengan kernyitan didahinya.

"Eu.. Itu yah, hari ini memang kami berniat tidur di kosan Ri, karena sudah lama kosan Ri tidak ditempati" Riasi coba menutupi kesalahan suaminya itu.

"Nah itu yah, bener kata Ri. Lagian kan kosan Ri kecil, dan kasurnya juga cuman satu, dan juga kecil pula" Geandara coba menambahkan pemikirannya.

'Apaan sih ni orang.. Apa maksudnya pake bawa bawa kasur aku kecil. Jangan sampe deh ini nambah masalah baru' ucap Riasi dalam hatinya.

My Lecturer is My Husband [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang