Kami masih hidup sampai saat ini.
Setelah kami bersiap – siap, akhirnya tiba juga waktunya untuk kembali turun ke jalanan yang penuh dengan zombie. Mental dan fisikku dipaksa bekerja keras dalam keadaan seperti ini, namun aku sudah terbiasa. Sudah terbiasa dengan keadaan tegang dan tertekan seperti ini.
“Kalian siap ?” Aku dan lainnya serentak mengangguk, menjawab pertanyaan kak Kemal. Aku mengeratkan peganganku pada besi. Rasanya seperti Déjà vu, perasaan tegang ini, seluruh tekanannya, dan hidup kami yang kembali menjadi taruhan.
Dengan perlahan, kak Kemal membuka gerbang besi tanpa menimbulkan suara. Setelahnya kak Dewa yang melesat maju kedepan, menembus kepala satu zombie dengan besinya. Aku mengikuti di baris ke dua, tepat di belakang Adam.
Ada 7 zombie yang berhasil kami kalahkan di koridor lantai 2. Lebih sedikit dibanding kemarin, kemungkinan di koridor lantai 1 juga. Karenanya Farhan, Jihan dan Rani dengan langkah terburu – buru berjalan menuju lantai satu, namun tiba – tiba suara pintu yang terbuka dengan keras mengagetkan kami.
BRAK..!
Aku hampir refleks mengayunkan kayu itu ke depan jika tidak melihat wajah guruku.
“Kalian ?! Kalian masih hidup ?!" Guru Sejarah kami, Bu Erna berteriak dan karena suaranya, sekitar 12 zombie yang ada di lapangan mulai berjalan terseok kearah kami.
“Masuk ! Cepat masuk !” Bu Erna menyuruh kami masuk ke ruang kelas. Pertamanya aku menatap kak Dewa yang langsung mengangguk menjawab tatapan tanyaku. Aku dan yang lainnya dengan cepat memasuki ruang kelas tersebut karena zombie – zombie itu mulai mendekat.
Sesampainya di dalam, aku seperti biasa membarikade belakang pintu dengan beberapa kursi dan meja. Di dalam, kulihat ada beberapa orang lain yang berwajah panik sama seperti Bu Erna.“Kalian kenapa bisa selamet ?! Gimana caranya ?! Banyak sekali makhluk – makhluk itu di luar sana ?” Bu Erna mengguncang bahuku pelan. Aku memastikan dulu semuanya sudah di dalam kelas sebelum menjawab pertanyaan Bu Erna.
“Kita, hari Senin kemaren sembunyi di kelas, bu. Kita juga di selametin sama mereka––” Aku menunjuk kak Kemal dan kak Dewa. “Kita lari ke Lantai 3, Ruang lab komputer karena di sana ada gerbang kecil yang bisa nahan zombie - zombie itu––“
“Sebentar... Zombie ?” seseorang maju ke depan. Ia sama paniknya dengan Bu Erna. Peluh terlihat mengucur dari dahinya. Aku tahu perasaannya. Perasaan itu.
“Kami memanggilnya ‘Undead’ karena mereka baru bisa mati jika otak mereka ditembak atau dihunus” kak Kemal mewakiliku jawabanku.
"Sebenarnya mereka adalah produk gagal dari sebuah percobaan vaksin di Jepang. Vaksin yang belum sempurna berevolusi menjadi sebuah virus mematikan yang dimana jika seorang manusia terinfeksi ia akan mati namun kembali hidup bukan sebagai manusia melainkan makhluk... di luar sana”
Mengetahui bagaimana perasaan atau fikiran orang – orang disini aku hanya bisa terdiam. Tepatnya tidak ingin memberikan lebih banyak tekanan pada mereka. Mereka pasti memikirkan bagaimana caranya agar terus bertahan hidup. Yang lain memikirkan bagaimana kabar orang - orang dekatnya.
Aku tidak bisa berbicara atau menambahkan perkataan kak Kemal.Mereka bisa saja menjadi gila.
Pftt... Saya pernah bilang chapter ini di revisi tapi kayaknya gak banyak berubah. Sudahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Days Of Earth [discontinued]
AdventureHari - hari terakhir di muka bumi. Apa yang akan kalian lakukan ? Bertahan hiduplah. [THIS WHOLE STORY IS MINE. PLAGIARISM IS STRONGLY PROHIBITED]