[Plagiator, go make your own story]Pagi yang mendung. Awan yang berkumpul jadi satu dan menutupi langit kebiruan membuat semangatku untuk berangkat ke sekolah luntur seketika. Jarak antar rumah dan sekolahku juga lumayan jauh sekitar 30 menit jika menggunakan kendaraan dan jika aku mengebut pun belum tentu akan terhindar dari hujan.
Masalahnya adalah jas hujanku tertinggal di bagasi mobil Ayah yang saat ini sedang berada di Jawa, di rumah Kakek bersama Ibu. Aku yang masih harus ditinggal selama seminggu lagi hanya bisa meratapi keadaan yang memaksaku untuk pergi ke sekolah sendirian menggunakan motor.
Huftt.. apa harus berangkat sekarang ya ?
Jam yang semakin meninggalkan angka 6 membuatku memantapkan pilihan.
Harus berangkat sekarang atau akan terlambat !Dan benar apa dugaanku, ketika akan berbelok ke tikungan depan sekolahku hujan mulai turun.
Aku langsung mengebut begitu hujan semakin deras. Gerbang yang biasanya dijaga oleh anak - anak OSIS sekarang sepi dengan keadaan terbuka lebar, aku langsung memakirkan motor di parkiran yang memiliki atap dari plafon dan berjalan menuju kelas, keadaan sekolah masih sangat sepi.
Untung seragam dan tasku hanya basah sedikit jadi aku bisa tenang... untuk sekarang.
"Morning, dinda~" sapa seorang temanku yang bernama Grina.
"Hmm.." aku hanya menggumam lalu duduk di bangkuku tepat didepan meja Grina.
"Ada pr ?" Aku bertanya dengan punggung yang disenderkan ke dinding membuat posisiku setengah menghadap Grina.
"Gak ada deh kayaknya" Aku tidak menjawab dan langsung mengeluarkan Hp dari samping tasku."Semoga aja hari ini ga harus upacara.. Hujan sih" Grina berbicara sambil memainkan Hpnya. Aku kembali tidak menjawab dan tidak sengaja membuka Line Today di timeline..
'Penyakit baru mematikan ditemukan oleh peneliti di Jepang !'
Aku tidak terlalu tertarik dengan berita tersebut. Baru sampai Jepang, kalau sudah sampai Malaysia atau Singapura baru aku akan waspada.
Tak lama kemudian, suara plastik yang diremas jadi satu dan suara - suara bercampur lainnya terdengar. Rara, Debby, Rani, dan Aini datang bersamaan. Diikuti beberapa anak laki - laki seperti Andi, Jihan, dan Farhan.
Rara, Tiara Savitri lengkapnya yang merupakan teman sebangkuku mengeluh seragam dan tasnya basah kuyup karena diantar ayahnya tanpa jas hujan. Yang lainnya, Debby membawa jaket tebal yang juga basah, Aini yang membungkus jas hujan dalam kantong plastik, dan Rani yang sedang mengeringkan seragamnya.
Aku tidak terlalu memperhatikan anak laki - laki yang seperti berlomba suara dengan teman - teman perempuanku.
"Tau gak din tadi abang Gojeknya baik banget nganterin sampe parkiran" Rani bercerita dengan nada semangat aku jadi ikut - ikutan tersenyum.
Debby juga dengan hebohnya bercerita sampai - sampai suara hujan dan petir pun tidak terdengar.
Aku melirik jam tangan yang menunjuk angka 06.45 namun masih banyak bangku yang kosong. Hanya kami ber 9 yang datang."Huwaaa.. hujannya awet begini mah !" Ujar Andi yang mendekati meja kami.
Aku ikut mengangguk.. memperhatikan hujan yang semakin deras ditambah angin dan petir dari jendela."Ihh.. serem, din" Aini dan Grina yang duduk di belakang Aku dan Rara memasang wajah ketakutan.
Tiba - tiba kulihat kilatan cahaya menyambar dekat dengan gedung sekolah kami. Aku langsung berteriak ketakutan... tidak... kami berenam langsung berteriak ketakutan.
Debby dan Rani yang duduk di depanku bahkan saling berpelukan.
Aku saling berpandangan dengan Rara yang memegang erat tanganku dengan telapak tangannya yang dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Days Of Earth [discontinued]
PertualanganHari - hari terakhir di muka bumi. Apa yang akan kalian lakukan ? Bertahan hiduplah. [THIS WHOLE STORY IS MINE. PLAGIARISM IS STRONGLY PROHIBITED]