"Terima kasih sudah nyelametin saya"
Wanita itu membungkuk - bungkuk. Kak Kemal menyuruh wanita itu untuk ikut dengan kami karena kami sudah setengah jalan menuju minimarket.
Sementara itu, Kak Dewa dan teman - temanku yang lain membunuhi zombie yang mulai berkerumun di sekitar kami.Kami terus berlari pelan. Tetap dalam satu gerombolan. Membunuh zombie satu per satu.
Kak Dewa menyuruhku melindungi wanita muda tadi, namun dia terlalu banyak berteriak histeris jikalau ada satu zombie yang berjalan cepat ke arah kami. Atau ketika aku menusuk kepala salah satu zombie dengan sangat cepat sehingga aku ikut terjatuh lalu akupun dibantu oleh Grina.Itu agak mengesalkan. Mengingat betapa mudahnya para zombie semakin banyak jika mendengar suara. Namun tidak ada satupun dari kami yang memprotes wanita itu karena kami sedang berhati - hati mengawasi sekitar, memastikan bahwa tidak terjadi sesuatu yang buruk.
Perjalanan ini kini terasa begitu berat. Karena saat ini... beberapa meter di hadapan kami, salah satu zombie berjalan pelan namun masih belum menyadari kami. Seragam putihnya kini telah ternoda oleh darah dan tanah. Aku masih bisa melihat nametagenya dengan jelas. 'Sophia'
Mantan teman sebangkuku saat kelas sepuluh. Aku juga masih bisa melihat tas ransel warna biru tersangkut di bahunya. Aku tidak akan pernah menyangka teman baikku yang sangat manis ini telah berubah menjadi makhluk menjijikan. Mungkin dia mencoba untuk berangkat ke sekolah namun tidak tahu ada sesuatu yang akan menimpanya."Itu... Sophia kan ?" Aku tidak menanggapi pertanyaan dari Aini. Karena Aku, Aini dan Sophia pernah sekelas tidak mungkin Aini juga tidak mengenalinya.
Aku tidak bisa membayangkan jika lebih banyak orang yang kukenal telah berubah menjadi zombie. Terutama orang tuaku.Aku memutuskan untuk kembali berlari setelah sebelumnya terdiam sebentar untuk memperhatikan Sophia, aku melihat yang lain ikut menungguku. Aku berlari melalui Sophia, untungnya dia tidak bereaksi apa - apa. Aku hanya tidak bisa melakukannya, jika aku harus membunuh Sophia.
Dengan kemantapan hati aku kembali berlari ke kelompokku. Aini menepuk punggungku pelan, tanpa berkata apa - apa. Yang lainnya memberiku tatapan. Aku hanya bisa menghela nafas, lalu mengangguk. Setelahnya kami terus berlari dan berharap tidak ada lagi orang yang kami kenal telah berubah menjadi zombie.
Setelah seluruh perjuangan itu, kami akhirnya bisa melihat pintu kaca minimarket yang tidak digembok. Tidak terlalu banyak zombie yang berkeliaran karena jalan itu bukanlah jalan besar. Kami memutuskan untuk berhenti sebentar untuk menyusun rencana.
"Setelah aku dan Dewa mengecheck bagian dalam minimarket, Dinda dan wanita lain kumpulkan makanan, setelahnya para laki - laki berjaga di luar"
Aku segera bersiap dengan besi ku. Menunggu kak Dewa dan kak Kemal yang sedang memeriksa dalam minimarket. Anak laki - laki membentuk barisan di depan minimarket."Aman !" Begitu melihat kak Dewa dan kak Kemal keluar, kami para perempuan segera memasuki minimarket dan mengumpulkan makanan. Aku memperhatikan sekitar yang seperti habis di rampok karena banyak barang yang berserakan.
Aku mengambil tas kemarin yang sejak tadi di bawa Rara lalu memasukan beberapa roti, snack dan minuman isotonik juga air mineral. Aku melihat beberapa senter dan baterainya tergeletak di lantai jadi aku mengambilnya.
"Din ! Tas kita gak cukup lagi" Aini menengurku. Aku juga melirik tas yang ia pegang.
"Kardus. Ada kardus di gudang" Aku menunjuk pintu kecil menuju gudang belakang minimarket. Aku menyuruh Rani mengambil tasku, lalu Aini dan aku segera menuju gudang. Saat kubuka pintu gudang, nampaklah gudang yang sangat gelap sehingga tidak terlihat apapun di dalamnya. Teringat dengan senter, aku menyerahkan satu untuk Aini dan satu untuk diriku sendiri.
Menggenggam senter di tangan kiri dan besi di tangan kanan, aku segera memasuki gudang. Melangkah perlahan tanpa menimbulkan suara. Aku sangat benci kegelapan karena itulah jantungku berdetak lebih kencang dari sebelumnya.
"Din" Aini berbisik, dia menunjuk kardus - kardus yang berada di atas sebuah rak. Namun rak itu terlalu tinggi untuk kami. Mataku langsung berkeliaran ke sekitar, mencari kursi atau tangga yang bisa kami gunakan.
"Ada kursi di sana" Aini menunjuk meja di balik rak - rak itu. Nampaknya itu adalah kantor manager atau apa karena terdapat juga komputer dan kertas - kertas berserakan.
"Terlalu sempit" Aku menggumam. Mungkin orang - orang disini sebelumnya sengaja menempatkan rak - rak ini untuk menutupi kantor manager. Entah karena apa.
"Biar gua yang coba" Sebelum Aini bergerak aku menahan lengannya. "Gak, bahaya"
Tanpa berkata apa - apa lagi aku mencoba mengarahkan besi di tanganku ke atas rak. Mencoba meraih kardus yang besarnya sedang. Aku meloncat - loncat berharap kardus itu segera jatuh meski harus membuat keributan.
"Ughh" Aku berhasil menyenggolnya dan kardus itupun terjatuh menimbulkan sedikit suara. Aku mengambil kardus itu lalu melihat Aini yang tersenyum padaku."GARGHHHHHH!!!!!!!!!!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Days Of Earth [discontinued]
AventuraHari - hari terakhir di muka bumi. Apa yang akan kalian lakukan ? Bertahan hiduplah. [THIS WHOLE STORY IS MINE. PLAGIARISM IS STRONGLY PROHIBITED]