Guilty

3.5K 353 17
                                    

Biarkan kami hidup sekali lagi !

Aku menatap ke sekeliling berusaha mencari berbagai alat yang bisa kugunakan sebagai senjata. Lalu aku menemukan sebuah cangkul dekat dengan tong sampah. Memang kelihatannya agak aneh namun itu satu - satunya benda yang ada di jangkauanku.

Aku mengambil cangkul itu lalu berlari ke tengah lapangan. Aku mengayunkan cangkul itu dan sukses membuat beberapa zombie terkapar dengan kepala yang telah kucangkul. Setelah membuka sedikit jalan, kamipun berlari menuju koridor.

Kami terus berlari hingga sampai tangga menuju lantai dua, disana semuanya telah menunggu kami dengan cemas.

"Ke lantai tiga !" Titah salah seorang pria yang tubuhnya lebih besar dari pria yang memakai rompi.

Kami segerombol pun berlari menaiki tangga ke lantai tiga. Khusus ruang lab komputer, di ujung tangganya terdapat gerbang besi, sama seperti di gedung tempat kelas kami berada.
Begitu sampai lantai tiga kami berbondong - bondong masuk ke ruang lab komputer dan mengambil nafas disana.

2 orang pria yang menyelamatkan kami masih diluar, lalu kudengar suara besi beradu.

"Ambil.... hhahh... bangku sama kursi.... hhh... susun di gerbang" aku memerintah sambil mengambil nafas tersengal. Kedua tanganku berada di lutut.
Tanpa kulihat, aku tahu Daniel dan Andi menggotong beberapa meja dan kursi lalu membawanya keluar lab. Setelah beberapa saat, mereka semua masuk ke lab.

"Jadi... kalian ini...murid sekolah ini ?" Pria yang memakai rompi menghampiri kami. Aku lalu berdiri tegak menghampiri mereka.
"Iya.. kami kelas XI tapi beberapa ada yang kelas X dan XII"

"Kenalin... namaku Kemal" pria berompi tadi mengulurkan tangan. Aku menjabatnya.
"Dinda"

"Ini Dewa" dia menepuk pria yang ada di sampingnya. Aku dan Dewa berpandangan sebentar lalu saling mengangguk.

"Kalian... boleh tau... siapa ?" Aku bertanya agak ragu. Penampilan mereka juga tidak terlihat seperti tentara atau polisi.

"Ohoho~ kami itu... Special Force !"

GAGGHHHHH.... RAHHRRRRRR...

"Oh shit... they're coming again !" Seseorang yang bernama Dewa maju ke dekat pintu yang terbuat dari kaca. Dari pintu kaca itu langsung terlihat gerbang besi tadi.

"Dewa ! Tolong ya !" Pria bernama Kemal memberi jempol untuk Dewa, dan Dewa berjalan keluar lab membawa pisau lipat.

"M-maaf... maksudnya Special Force itu apa ?" Daniel mencoba ikut dalam percakapan. Dia berdiri di sampingku.

"Kami agen khusus dari PBB. Setelah peringatan siaga tiga dari seluruh dunia kami diterjunkan di Indonesia.. Ahahaha... maaf bahasa Indo kami agak baku !"

Aku mundur sedikit. Menatap lantai dengan pandangan kosong..

Seluruh dunia..... katanya ?

Bagaimana bisa...? Ini terlalu...

"Gimana caranya ?! Kami bahkan ga dapet berita apapun ! PERINGATAN SIAGA TIGA APANYA ??!!!!"

Aku hanya bisa menunduk ketika adik kelas itu membentak - bentak. Tidak ada yang bisa disalahkan saat ini, kami ataupun kedua orang yang mengaku sebagai 'Special Force' tadi.

"...kami... saat pertama kali mendengar PBB memberi peringatan siaga tiga, kami fikir itu sudah terlambat karena di kamp kami sudah diserang oleh para 'Undead' dan beberapa temanku telah terinfeksi, setelahnya kami yang masih tersisa hidup dikirim ke negara - negara berbeda"

Aku diam mendengarkan. Pasti sulit membayangkan mereka yang harus melihat teman mereka berubah menjad makhluk pemakan manusia. Pembahasan ini berat untuk mereka. Aku ingin mengubah suasana percakapan menjadi lebih ringan.

"Pokoknya... terima kasih sudah menolong kami" aku mengucap dengan penuh ketulusan. Tentu saja kalau mereka berdua tidak datang, aku tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan.

"Ah.. tidak tidak, masih terlalu cepat untuk berterima kasih"
Aku hanya tersenyum. Lalu kusadari teman - temanku semua terdiam.

"Kenapa ?" Tanyaku menatap mereka semua.
Namun tidak ada yang menjawab satupun.

"L-lu tau ada dua adik kelas tadi kan din ?" Aku mengernyit mendengar nada suara Rara yang bergetar.

"Jangan bilang..."

"Dia mati kak !! Temen guaa !!! Ini salah lu ! Kenapa lu ga nyelametin dia ?!! KENAPA KAKK ?!!!"

Aku mematung begitu mendengar kata 'Mati'. Air mataku mulai mengenang. Aku masih berusaha berfikir itu semua bohong namun sepertinya tidak karena adik kelas itu mulai menangis dan meraung. Tubuhku terasa ringan seperti tertarik gravitasi.
Ini memang salahku

"Dinda !!"

Last Days Of Earth [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang