Prologue - Book 1

10.4K 711 39
                                    


// Cerita ini hanya fiksi dan tidak ada hubungannya dengan sejarah asli //


"Jusang-jeonha telah sampai, beri hormat!"

Dua tandu besar akhirnya memasuki pintu utama Istana. Rasa lega menyelimuti hati Min Yoongi yang sudah menunggu kedua tandu itu sejak pagi tadi, sang Raja dan sang Permaisuri akhirnya tiba di Hanyang dengan selamat. Ia terus mondar-mandir di sekitar Istana selama delapan hari, khawatir dengan keadaan keduanya yang pergi keluar Istana dengan gegabah tanpa berpikir dua kali. 

Kenapa mereka tidak menyuruh utusan saja, menyuruhnya misalnya? Atau menyuruh Jenderal Park? Bukankah ceroboh untuk seorang Raja dan Permaisurinya pergi ke tempat asing tanpa melalui seorang utusan?

Suara geseran pintu tandu menyadarkannya dari lamunan pendek yang menyita pikirannya itu, sang pemuda lantas segera menghampiri tandu beratap merah paling depan, memberi hormat pada sang Raja.

"Salam, jusang-jeonha. Hati hamba amat lega setelah melihat anda tiba dengan selamat." Suara tawa Yang Mulia Raja yang menggema adalah suara yang ia dengar berikutnya, ia tidak menduga kalau hari dimana ia merindukan tawa itu akan datang juga.

"Tentu saja aku tiba dengan selamat, Petinggi Min. Apa yang kau harapkan?" Yang Mulia Raja terbahak, memeluk perutnya dan berusaha untuk tidak tertawa lebih keras. Yoongi mencatat emosi tuannya dalam diam. Nampaknya perjanjian mengenai tanaman ginseng yang diajukan Joseon ke Qing berjalan lancar. Sebulan yang lalu Yang Mulia Raja begitu khawatir, namun nampaknya sekarang ia sama sekali tidak memikirkannya.

"Sesungguhnya, kukira jungjeon-lah yang tidak akan selamat." Ucap Raja seraya menoleh ke samping, diikuti oleh Yoongi yang kemudian bertemu pandang dengan sang Permaisuri. Ia segera membuang pandangannya dengan sopan, tak pantas membiarkan matanya berdiam terlalu lama di wujud sang Permaisuri yang nyaris sempurna.

"Salam, jungjeon-mama. Hamba merasa lega setelah melihat anda tiba dengan selamat." Sang Permaisuri baru saja turun dari tandunya, Yoongi menyadari bahwa ia masih luar biasa cantik. Pipi dan bibirnya merona, matanya jernih dan bulat, rambutnya segelap malam, dan kulitnya masih sepucat porselen. Ia kembali terlena dengan kecantikan Permaisuri, seperti biasanya. Namun, sang Permaisuri  tidak terlihat begitu senang, bibirnya cemberut, keningnya mengerut dan pipinya menggembung. Ia tidak menanggapi salam Yoongi, sebaliknya ia menatap sang suami dengan tatapan garang.

"Hamba mohon pamit undur diri, jusang-jeonha." Terbiasa diabaikan dan memakluminya, Yoongi menunduk sopan. Dengan itu, sang Permaisuri memasuki Istana dengan terburu-buru sampai ia nyaris jatuh menginjak chimanya sendiri, sementara para dayang tergepoh-gepoh demi segera menyusulnya sampai Gyotaejeon yang masih jauh dari tempat mereka sekarang ini. 

Yoongi menatap Yang Mulia Raja dengan tatapan yang sulit diartikan.

Jelas saja, suasana hati sang Permaisuri sedang tidak baik.

"Apakah ada yang mengusik hati beliau? Bukankah semua berlangsung baik-baik saja?" Ia memberanikan diri untuk bertanya pada sang Raja, tidak menduga apa yang terjadi di Qing walau ia tahu banyak sebagian besar tujuannya. Sang Raja menggeleng, membiarkan Yoongi mengikuti dibelakangnya dengan sopan, dengan Mentri Strategi yang masih berusaha mengikuti alur percakapan mereka.

"Ia jengkel karena aku tidak sengaja membiarkan Putra Mahkota Qing salah paham." Yoongi bisa melihat kilatan usil di mata Yang Mulia Raja yang menahan tawanya sambil menatap istrinya, menjauh dari pandangan. Sang Raja muda menyembunyikan dua tangannya ke belakang. "Aku akhirnya meluruskan kesalahpahaman tersebut. Namun jungjeon, istriku, Permaisuri dari Negara Joseon ini, tetap tidak memaklumiku karena tidak meluruskannya lebih awal."

• under the skyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang