• tiga

2.3K 352 65
                                    




Malam ini merupakan satu dari malam-malam itu.

Ya, malam dimana sang Permaisuri harus tidur bersama Raja.

Ini bukan malam pertama dimana ia tidur bersama Raja Seok, ia melakukannya di setiap tanggal yang sudah ditentukan para penyusun, ia sendiri tidak merasa keberatan dengan tanggalan yang adanya hanya tiga atau empat minggu sekali itu. Hal ini sudah menjadi kebiasaan dan rasanya sudah tidak seperti kewajiban seorang Permaisuri lagi. Alasan lain, ia tak pernah merasa terganggu untuk tidur disamping sang Raja, tentu saja, sang Raja adalah suaminya.

Mereka akan minum teh, makan banyak kudapan, mengobrol banyak, terkadang melepaskan gelar mereka sebagai pemimpin negara dan tertawa terbahak-bahak karena hanya malam inilah mereka bebas menjadi diri mereka sendiri. Tidak ada siapapun dan para punggawa berjarak begitu jauh dari mereka sampai suara dari bilik tak sampai ke telinga mereka. Memberi privasi, tentu saja. Malam dimana Permaisuri sedang bersama Raja– tidak usah kau tanya apa yang seisi Istana harapkan ketika Raja dan Permaisurinya berdua didalam kamar.

Sejujurnya, hal yang mereka lakukan hanyalah menjadi diri mereka sendiri, mengakui perasaan mereka pada satu sama lain, berbicara dengan jujur mengenai beban masing-masing, berpendapat sesuai keinginan mereka, dan tidur berdampingan.

Itu saja.

Seungwan ingat hari dimana ia menikah, resmi menjadi Istri seorang Putra Mahkota dan menjadi Permaisuri di masa depan. Ia tak mengenal Lee Seok, menyebut namanya pun tidak diizinkan. Bertemu hanya dalam hitungan detik, melalui lirikan mata yang asing. Tiba-tiba, Lee Seok menjadi suaminya. Malam pertama yang mereka lalui terasa canggung, jika saja Seok tidak membuka mulut untuk melontarkan lelucon-lelucon bodoh yang tidak ia sangka akan keluar dari mulut seorang Putra Mahkota.

"Aku tahu kita tidak saling mencintai." Ia ingat kata pertama sang Raja di malam itu. Sang Permaisuri juga ingat, Raja Lee Seok berbaring di atas kasur mereka, tersenyum ke arahnya untuk yang pertama kalinya ketika ia mengatakan itu. "Ini hanya politik dan kewajiban yang tidak bisa kau dan aku hindari. Karena aku harus merebut masa depanmu, aku minta maaf. Bolehkah aku mengharapkan pernikahan yang bahagia bersamamu?

Mengingat kalimat itupun, setelah tiga tahun, masih membuatnya terkejut.

Sesederhana itulah hubungan mereka, teman baik. Sederhana, namun kadang merepotkan, dan tidak bisa dideskripsikan. Ia tahu sifat asli Raja Seok, pola pikirnya, cita-citanya, negara seperti apa yang diinginkannya, apa yang ia suka, apa yang ia tidak suka, dan siapa yang dia suka. Apa Raja Lee Seok tahu segalanya tentang Permaisurinya?

Tentu saja Raja Seok tahu banyak, amat banyak.

Tapi, ia tidak pernah tahu segalanya.

"Kau melamun lagi, apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Seungwan tersadarkan dari lamunannya, terang remang-remang lilin membuatnya merasa mengantuk dan mengingat masa lalunya yang cukup tidak biasa. Ia mendongak sedikit, bertemu pandang dengan suaminya, jubah kebesaran Raja sudah tak lagi melapisi tubuhnya. Hanya pakaian sederhana yang nyaman, dan Yang Mulia Raja Lee Seok nampak seperti Lee Seok ketika ia tidak memakai jubahnya. "Jungjeon?"

"Saya baik-baik saja," cicit Seungwan. "Melamun sudah jadi tugas utama saya sejak saya menjadi Permaisuri Joseon. Ingat?"

Seokjin tertawa, rasa khawatirnya hilang seketika. Raja Seok mengingat lelucon dimana Seungwan bertanya mengenai tugas-tugasnya dan ia menjawab tugas seorang Ratu hanyalah tampil cantik, menemani Raja yang gagah, dan melamun.

"Lelucon itu sudah tidak lucu lagi. Dan kau masih mengungkitnya, benar-benar merusak selera makanku." Keluh Seokjin, menyender di kursinya dan melipat tangannya di dada, pura-pura jengkel. "Leluconmu itu, Seungwan, sudah tidak bisa membuatku tertawa."

• under the skyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang