• empat

2.6K 398 75
                                    


Min Yoongi tidak lagi menginjakan kakinya di Jibokjae setelah hari itu.

Pertama, ia merasa aneh karena ia tidak menyesal mengatakan sesuatu yang pada sang Permaisuri seminggu yang lalu. Kedua, ia tak lagi ingin melihat wajah sang Permaisuri. Bagaimana mungkin ia masih ingin melihat wajah sang Permaisuri setelah apa yang ia lakukan? Yoongi ingat persis bagaimana tangan kecil Permaisuri Son mengepal chimanya, dengan wajah memerah menahan amarah, ditambah lagi matanya yang sudah digenangi air. Ia mendecih pada dirinya sendiri, sebegitu kuatkah perasaan Permaisuri untuk sang Raja? Mengapa ia harus begitu terganggu dengan fakta bahwa sang Raja mencintai Selir Joo?

Malah, ia yang nampaknya terganggu dengan fakta kalau sang Permaisuri menyimpan perasaan yang dalam pada Raja.

Tentu saja, bagaimana mungkin ia tidak terganggu.

Jung Hoseok berjalan mengikutinya dibelakangnya, merenggut sesekali ketika mendengar Yoongi mulai menggerutu dan menendang salju ke udara. Ia memang tidak banyak bicara dan galak, tapi tidak biasanya ia seperti ini apalagi sampai berhari hari. Hoseok sendiri merasa khawatir, ia sendiri tidak tahu apa yang membuat rekannya kacau begini. Ia enggan bertanya pada Yoongi, mengingat terakhir kali ia bertanya mengenai puisi Sijo yang dibuatnya, Yoongi mendelik tajam dan menyuruhnya pulang dengan rahang mengeras bahkan sebelum ia membuka sepatunya untuk memasuki bilik.

Keduanya berjalan beriringan menuju gerbang Gwanghwamun melalui taman sepi dengan pohon pohon yang sekarang gundul, tidak mengucapkan satu patah kata pun bahkan Hoseok, yang biasanya berisik dan suka merajuk itu, ragu untuk membuka percakapan. Yoongi, disisi lain merasa tidak enak hati karena mengusir Hoseok tempo hari, nampaknya Hoseok tidak menceritakan perihal apapun pada Mentri Jung tentang hal itu, mengingat Mentri Jung yang tertawa, merangkulnya, dan memperlakukannya seperti biasa padanya pagi tadi.

Mereka akhirnya berjalan melewati Gyotaejeon, salah satu tempat yang dihindari Yoongi selain Jibokjae yang sudah seminggu ini dihindarinya. Benar saja, Permaisuri Son keluar dari Istananya dengan anggun. Jeogori ungu muda-nya terbordir benang emas dengan simbol naga, menandakan bahwa ia adalah wanita dengan gelar paling tinggi di Istana Gyeongbok. Dari jauh, sang Permaisuri masih terlihat luar biasa mengagumkan. Ia adalah sosok wanita yang sama dengan wanita yang dilihat Yoongi kali pertama, begitu menawan sampai dikiranya bukan manusia.

❄️❄️❄️

Beberapa tahun yang lalu.

Putra Mahkota Lee Seok pasti sedang bercanda.

"Berkah dari anda luar biasa, jeoha. Mohon ampun, saya yang bodoh ini tidak mampu mengabulkan permintaan anda." Min Yoongi membiarkan wajahnya menyentuh lantai ketika ia bersujud, kemudian memasang wajah jengkel yang tentu saja tidak akan terlihat oleh mantan muridnya yang satu itu. "Anda meminta saya menjadi guru pembimbing sejabin-mama, pekerjaan tersebut tidak mungkin mampu hamba lakukan."

"Perintah dari jusang-jeonha tidak mampu saya tepis, saya ada disini untuk menjadi guru anda."

"Kau ini, banyak bicara ya?" Putra Mahkota muda menyahut, pemuda itu berpangku tangan dan memandangi buku-buku dihadapannya yang baru saja dipelajarinya berdua dengan Yoongi. "Kau tidak bosan belajar denganku? Lagipula kau guru yang baik. Aku yakin kau bisa mengajari Nona Son –maksudku, Putri Mahkota– dengan baik."  Yoongi menggeleng pelan, berniat untuk menolak. Ia tidak suka bekerja dengan wanita, bukan ia tidak suka wanita, tapi mereka merepotkan sekali.

Berisik dan banyak bicara, semua wanita yang dijodohkan sang ayah dengannya selalu seperti itu. Maka dari itu, walaupun usianya sudah cukup untuk menikah, ia memutuskan untuk menyibukkan diri dengan bekerja dan mendedikasikan dirinya sebagai pemuda terpelajar dari Sungkyungkwan.

• under the skyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang