• sembilan

1.7K 303 110
                                    

"Apa kabarmu? Apa kau baik-baik saja?"

Seungwan duduk dengan sopan di depan Selir Joo, melipat kedua kakinya dengan kaku dan memandangi lukisan pohon mapel yang sebenarnya sama sekali tidak menarik untuknya. Kedua wanita itu merasa canggung, sebenarnya. Selalu seperti itu ketika mereka bertemu, bukan karena perihal negatif atau perasaan tidak suka. Bertemu dengan wanita lain dari hidup suamimu memang seharusnya terasa canggung bukan?

Wanita paling berkuasa di ruangan itu seringkali mencairkan suasana, menggoda Selir Joo yang nampak tak berekspresi dan tak banyak bicara. Seungwan tahu kalau wanita itu tak berhati busuk, bahkan tidak akan tega melukai seekor serangga.

"Terima kasih atas perhatian anda, jungjeon-mama. Anda bisa lihat sendiri kalau saya sesehat kuda liar." Selir Joo menjawab pertanyaannya dengan lembut, memberanikan kontak mata dengan sang Permaisuri walau gesturnya amat berhati-hati.

"Amat senang mendengarnya langsung darimu, sukwon." Ia menyahut, dengan tulus mengatakan apa yang mau dikatakannya. Tawa renyah terdengar dari bibir Seungwan, membuat Selir Bae menoleh kearahnya dengan reflek. "Seperti biasa kau selalu nampak bercahaya."

"Pujian anda terlalu berlebihan, mama."

Seungwan menghela napas dan memutuskan untuk berbicara langsung ke intinya.

"Sebenarnya, bukan hanya itu yang ingin aku ketahui." Selir Joo bahkan tidak terkejut, ia membiarkan matanya menatap mata Seungwan. Seakan-akan ia sudah tahu apa yang akan diucapkan sang rembulan langit dan bahkan sudah mengetahui jawabannya. Seungwan tidak akan datang dan berkunjung jika ia tidak ingin menyampaikan sesuatu, ia hanya bertemu dengan Selir Joo jika ada sesuatu yang perlu ia ketahui. "Kau tahu bahwa hari ini aku mengundangmu bukan hanya untuk sekedar bersenda gurau dan bertegur sapa."

Biarpun begitu, Selir Joo tak menyahuti Seungwan, menunggunya memberikan pertanyaan yang ia terka menyangkut kerajaan.

"Kudengar dari Tabib Seo, pemeriksaan kesehatanmu ditunda, sama sepertiku. Bukankah begitu?" Selir Joo tahu kalau niat sang Permaisuri bukanlah untuk mengintimidasinya, namun ada perasaan yang membuatnya tidak nyaman dan tidak beruntungnya, Seungwan bisa membaca gerak-gerik tubuhnya dengan mudah. "Tidak perlu gugup. Aku dipihakmu."

Dipihak Selir Joo.

Tentu saja ia dipihak Selir Joo, mungkin wanita itu memiliki keinginan lebih untuk mempunyai keturunan dari sang Raja, lebih pantas memiliki keturunan dari sang Raja yang jelas-jelas jatuh cinta padanya.

Sementara itu, Selir Joo memiringkan kepalanya. Berusaha mencerna kalimat yang diucapkan sang Permaisuri untuknya, namun ia tak kunjung mengerti apa maksud dibalik dua kata terakhir Seungwan. Ia baru saja berniat membuka mulut untuk mengeluarkan suara, hanya untuk menahan apa yang ingin diutarakannya pada Seungwan. Walau begitu, sepersekian detik kemudian ia memberanikan diri untuk berbicara,

"Saya tidak mengerti apa yang anda katakan, jungjeon-mama. Mohon beritahu saya apa yang anda maksudkan." Suara wanita dihadapannya bergetar, membuat Seungwan merasa kalau ia mungkin menyembunyikan sesuatu atau – apakah ia memang setakut itu padanya? "Jika anda ingin tahu perihal malam itu, memang benar kalau pemeriksaan saya ditunda."

Mata Selir Joo kembali bertemu pandang dengannya, namun kali ini ia menatapnya tanpa ragu dan langsung – amat berani. Melihatnya seperti itu membuat Seungwan yakin kalau wanita dihadapannya berkata jujur.

"Tapi," Selir Joo melanjutkan, kedua tangannya meremas chima ungu yang ia kenakan dengan kencang. "Jika anda bertanya soal alasan mengapa permeriksaan dibatalkan, saya dengar Kepala Cenayang di Songsucheong-lah yang meminta para tabib membatalkannya."

• under the skyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang