06. Insiden Kedai Kopi

283 63 25
                                    

Aroma kopi memenuhi indra penciuman Jeffry sewaktu dia memasuki sebuah kedai kopi langganannya bersama Olin yang letaknya tak jauh dari kampus. Jeffry dan Olin kebetulan sama-sama melanjutkan pendidikan S2 di kampus yang sama, hanya saja Olin mengambil Kelas Manajemen Internasional, sementara Jeffry ingin fokus mendalami hukum. Kebetulan yang lain, hari ini mereka sama-sama ada kelas. Sebenarnya Jeffry sudah selesai sejak satu jam yang lalu, sementara Olin belum juga menampakkan dirinya padahal sudah hampir tengah malam. Sebelum pergi ke kedai kopi ini, Jeffry sudah meminta Olin untuk mengabarinya kalau kelasnya sudah selesai. Sementara menunggu, Jeffry akan menghabiskan waktunya untuk bersantai dan menikmati fasilitas internet gratis yang telah disediakan kedai kopi tersebut.

"Mbak, saya pesan espresso satu."

"Espresso? Wah, padahal sudah hampir tengah malam. Pasti Mas ini orangnya sangat pekerja keras, ya?"

"Wah, tepat sekali. Sepertinya Mbak ini sudah hafal betul karakter seseorang hanya dengan melihat jenis kopi yang dipesan," jawab Jeffry menanggapi.

"Nggak juga, Mas. Saya hanya menebak saja," ujar karyawan tersebut. "Baik, Mas. Pesanan akan saya buatkan, silakan Mas menunggu di tempat yang telah kami sediakan."

Jeffry tersenyum dan mengangguk, kemudian memilih duduk di salah satu kursi dekat jendela. Dia ingat sekali, kalau Olin termasuk dari sekian orang yang akan memilih kursi dekat jendela setiap kali berkunjung ke sini.

"Beda tiga perak nyari sampai mampus tahunya itu pembulatan." Jeffry mendengar suara seseorang yang dikenalnya. Dia menoleh dan tersenyum girang begitu menemukan siapa yang baru saja datang dari arah pintu kedai kopi tersebut; Sarah-sepupunya Lisna; kekasih Jeffry.

Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang kekasihnya, Jeffry memilih pindah kursi duduk mengikuti Sarah. Cewek berambut sebahu itu tampak terkejut dengan kehadiran Jeffry. Dengan kondisi fisik lelah dan isi kepala yang hampir amburadul, sedikit malas bagi Sarah untuk meladeni Jeffry dengan segala tingkahnya. "Kenapa, Bang? Gue nggak ada informasi yang bisa dibagi tentang Teh Lisna, hari ini gue udah pusing banget gara-gara duit gue yang triliunan itu hampi nggak balance karena beda tiga perak."

Jeffry mendengkus, belum juga dia membuka mulut, tapi Sarah sudah lebih dulu mengeluarkan keluh-kesahnya. "Bukannya Akuntansi cuma tambah-tambahan sama kurang-kurangan doang?"

Mendengar itu, Sarah membulatkan matanya lebar dan hampir sempurna. Gadis itu ingin sekali memaki Jeffry dan menghajarnya habis-habisan karena sudah berkata demikian. Jeffry belum merasakan jadi Sarah yang merasakan akan mati kalau laporan keuangannya tidak balance. Bagi Sarah, kehilangan satu rupiah, maka matilah sudah.

"Biji mata kau!" sambar Sarah kesal.

"Jangan mikirin tugas sama laporan keuangan terus, entar lo gila gara-gara nggak balance terus. Omong-omong hidup lo udah balance belum?"

"Bodo amat, traktir gue cappuccino sekarang juga. Kalau nggak, gue aduin Teh Lisna lo keluyuran malam-malam mau cari cewek baru," titah Sarah mengancam.

"Eh, Lisna juga tahu kalau hari ini gue ada kelas sampai malam," ucap Jeffry menyangkal.

"Terus kenapa nggak langsung pulang kalau kelasnya udah kelar? Malah nongkrong di sini.

"Gue lagi nungguin Olin, dia belum keluar juga. Lo ada lihat atau papasan sama dia nggak?"

Sarah menggeleng. "Nggak sama sekali."

Setelah kalimat singkat tersebut keluar dari mulut Sarah, keduanya memutuskan untuk melanjutkan pembicaraan mereka yang sebenarnya tak memiliki topik yang jelas.Beberapa menit setelahnya, suara lonceng pintu kedai kopi tersebut kembali berbunyi membuat Jeffry maupun Sarah menoleh ke sumber suara. Ketika melihat siapa yang baru saja tiba, Jeffry sontak membulatkan mata tak percaya. Dia bahkan berkali-kali meyakinkan diri bahwa dia tidak salah lihat.

Sekala Dalam Cerita | Kim Mingyu√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang