11. Lewat Sudah Pukul Dua

254 31 12
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 5 lebih 15 menit saat Dika mendapati 1 pesan yang baru saja ia terima dari Olin yang mengabarkan padanya bahwa gadis itu sudah pulang diantar oleh teman sekantornya. Hal tersebut membuat Dika menghela napas panjang, sedikit kecewa dengan keputusan Olin yang lebih memilih pulang bersama temannya, padahal Dika berniat untuk menjemputnya. Meski demikian, Dika tetap datang ke kantor Olin untuk mengkonfirmasi kebenaran tersebut, ia takut itu hanya alibi Olin semata untuk menghindarinya.

Kakinya bergerak dengan tergesa-gesa menyusuri parkiran, ia sudah tak sabar untuk memergoki Olin yang mungkin saja berbohong dengan mengatakan sudah pulang, padahal sebenarnya dia masih menunggu ojek online pesanannya datang. Namun dengan terpaksa langkahnya harus berhenti, akibat sebuah suara yang ia kenali seperti baru saja memanggilnya.

"Eh, gapura!"

Laki-laki itu berhenti, kemudian langsung menoleh ke arah sumber suara.

Tak menunggu lama, sosok yang tadi diduga memanggilnya telah menghampiri dirinya. Tatapan bingung, penasaran, dan penuh ledekan itu bercampur menjadi satu dan langsung menghujam mata Dika.

"Ngapain lo ke sini, Dik?"

Dika menjawab dengan percaya diri, "Mau jemput Olin lah, mau ngapain lagi? Dia belum pulang, kan?" lanjutnya dengan keyakinan penuh.

Ezra yang merasa bahwa dia adalah orang terakhir yang akan meninggalkan kantor pun menatap Dika dengan bingung. Pasalnya Olin sudah pulang beberapa saat yang lalu, demikian juga dengan Arthur dan staff lainnya yang baru saja pergi.

"Loh, emang Olin nggak ada bilang sama lo?" tanya Ezra memastikan. "Dia, kan, udah pulang sama atasan gue yang baru."

Mendengar itu, Dika tampak terkejut. Memang bukan pertama kali Olin seperti ini, menolak untuk ia jemput dengan alasan pergi dengan temannya, tapi tetap saja ini sedikit aneh. Biasanya, Olin akan memberitahu siapa teman yang ia maksud, tapi tidak dengan hari ini. Pesan balasan yang dikirimkan Olin terkesan lebih singkat dan sedikit misterius bagi Dika.

"Ada, sih..." hela Dika, wajahnya sedikit kecewa. "Gue kira dia bohong karena masih marah sama gue, ternyata ini beneran."

"Lo ketika Tuhan membagi ketampanan berdiri paling depan, tapi ketika Tuhan bagi-bagi otak berdiri paling belakang," sarkas Ezra.

Dika cengengesan, alih-alih kesal atau marah dengan ucapan Ezra. Laki-laki itu malah membenarkan ucapan temannya tersebut. "Iya, lo bener gue ini begonya emang nggak pernah pudar atau hilang dari dulu."

"Tumben sadar diri," kekeh Ezra sambil memakai helm dan menaiki motornya. "Lo mau lanjut pulang atau mau ke mana?"

"Pulang mungkin," jawab Dika. "Kalau nggak pulang, gue mau ke mana lagi?" lanjutnya.

"Ya... siapa tahu lo mau ke rumah pacar lo gitu," singgung Ezra. Ucapan Ezra itu dihadiahi dengan gelengan kecil oleh Dika. Laki-laki itu sepertinya sudah kehilangan semangat dan suasana hatinya mendadak tidak baik.

"Ngopi dulu nggak, sih, kita?" tawar Ezra.

"Boleh, tapi lo bayarin gue, ya?" Tanpa menunggu persetujuan dari Ezra, Dika masuk ke dalam mobil dan langsung tancap gas menuju salah satu tempat yang sudah menjadi langganan mereka; kedai kopi sebrang kantor tersebut.

Lima belas menit berlalu begitu cepat, kini kedua lelaki itu sudah berada di dalam kedai. Seperti biasa, mereka akan melakukan gunting-batu-kertas untuk menentukan siapa yang akan memesan dan kali ini Dika harus menerima kenyataan kalau dirinya yang harus antri di meja kasir.

Sementara itu, Ezra mengeluarkan ponselnya dan menyalakan kamera, memotret Dika dari belakang, kemudian mengirimkan foto tersebut ke grup chat Gerabah dan juga Mabudi. Ia merasa ini akan menjadi perbincangan yang seru di grup. Kemudian terlintas di kepala Ezra untuk menjahili Dika dengan membuat laki-laki itu cemburu.

Sekala Dalam Cerita | Kim Mingyu√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang