Chapter 4: Ren

972 75 5
                                    

16 tahun kemudian, asrama laki-laki...

Kedua kelopak mata laki-laki itu terbuka. Dia mengerjap-ngerjapkan mata hingga penglihatannya menjadi jelas, kemudian bangkit dan duduk di tempat tidur. Diliriknya jam weker di atas pintu kamar.

"Sudah jam segini...,"

Laki-laki itu bangkit dari kasur dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat gigi, kemudian memakai seragam sekolah, kemeja putih berlengan panjang, dasi merah, celana kain biru, dan jas biru dengan logo sekolah di bagian dada kiri. Dia mengambil jas sekolahnya yang digantung di pintu kamar mandi dan berjalan keluar untuk menaruh buku-buku pelajaran hari ini ke dalam tas.

Setelah mengenakan kaus kaki dan sepatu, dia menyalakan toaster dan mengeluarkan susu dari lemari pendingin kecil. Setiap kamar di asrama memang memiliki dapur kecil untuk setiap murid memasak makanan sendiri tiap pagi dan malam, sementara makan siang disediakan di kantin sekolah. Selain itu terdapat mesin cuci kecil di kamar mandi yang digunakan untuk mencuci pakaian seragam dan sehari-hari.

Usai memakan roti panggang yang sudah dioles selai dan meneguk susu dingin, dia pun mengambil tas dan berjalan keluar kamar. Tidak lupa mengunci pintu dan menyimpannya ke saku kemeja. Kemudian menuruni tangga asrama menuju lantai bawah.

"Hei, Ren!"

Dua orang laki-laki terlihat tengah menunggu di depan asrama laki-laki. Yang satu bertubuh kurus dan berambut acak-acakkan, dan yang satunya tinggi tegap.

Dihampirinya kedua laki-laki itu. "Kalian menungguku dari jam berapa?"

"Baru tadi kita selesai. Dean masih bersikeras mengajak kita mengecek papan buletin pagi-pagi untuk melihat ada gosip baru atau tidak," ucap laki-laki bertubuh tinggi tegap.

"Siapa tahu, 'kan," sanggah Dean. "Lagipula Klub Misteri belum ada permintaan lagi sejak dua minggu lalu."

Ren menghela napas. "Kalian ini. Sudahlah, ayo kita langsung ke sekolah."

Ketiganya berjalan bersama menuju gedung sekolah. Di depan gerbang, sudah banyak murid yang berjalan beriringan sembari saling menyapa. Ada yang sibuk memainkan ponsel, membaca buku sembari berjalan, mengobrol dengan teman, atau hanya diam melihat murid-murid lain. Ren, Dean, dan Benny berada di kategori ketiga.

"Ngomong-ngomong soal papan buletin, aku baru dapat gosip baru buat artikel misteri, lho." Dean membuka pembicaraan.

"Gosip apa lagi?"

"Dulu ada seorang siswa dari kelas satu tingkat di atas kita yang ditemukan tewas di toilet lantai tiga. Dia mati dengan keadaan digantung dan tubuhnya penuh sayatan. Ini, sih, sudah jelas sebuah kasus pembunuhan," jelas Dean. "Jangan-jangan ada guru psikopat yang dari berita-berita itu."

Ren menghela napas. "Bagaimana ceritanya ada guru psikopat?"

"Kau tidak tahu, ya? Kabarnya guru itu masih belum ditemukan hingga saat ini. Tidak ada yang tahu penampilannya seperti apa, karena pembunuhan itu terjadi di malam hari dan terjadi di tempat tinggal murid-murid yang menjadi korban. Sampai sekarang pun, guru itu masih menjadi buronan polisi."

"Aku takut jika guru tersebut menyamar menjadi pengajar di sekolah ini, kemudian mengincar nyawa salah satu dari kita," lanjut Dean bergidik ngeri sendiri. "Membayangkannya saja sudah membuatku gemetaran."

Sesampainya di gedung sekolah, Ren, Dean, dan Benny menuju ke lobi untuk melihat papan buletin yang digantung. Papan tersebut biasanya berisi berita-berita yang dikelola oleh tim redaksi, biasanya berisi info lomba, foto dari acara sekolah, dan berita lainnya. Tentu saja, jarang ada sesuatu yang menarik untuk diangkat ke artikel Klub Misteri

[END] Love You Until DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang