Delapanbelas

2.2K 173 26
                                        

Selama mata pelajaran berlangsung, Salsha tidak henti melirik jam tangannya. Fokusnya terbagi dua. Bagaimana dengan Aldi sekarang? Beberapa kali ia mengirimkan pesan singkat untuk cowok itu, namun tidak ada balasan. Kemana Aldi? Apa cowok itu baik-baik saja sekarang?

Bu Arbey yang tengah mengoceh menerangkan tentang Dependency Ratio di depan sana sama sekali tidak ia hiraukan. Pikirannya malah tertuju pada saat dimana ia mengunjungi rumah Aldi tadi pagi–untuk sekedar melihat keadaan cowok itu dan mengantarkan makanan titipan Bunda.

"Lo beneran gak apa-apa gue tinggal sendiri?"

Pukul enam pagi. Dan Salsha kini tengah berada di kamar Aldi. Sudah rapi, mengenakan seragam untuk berangkat ke sekolah. Menatap cowok di depannya yang masih bergelung dengan selimut dengan raut cemas.

"Beneran nggak apa-apa. Lo berangkat aja, ntar kesiangan. Apa mau gue anterin?" tawar Aldi sambil bangun dari tidurnya, menggisik hidungnya dan mengusap wajah kusutnya.

"Nggak usah, gue bawa mobil kok. Lo istirahat aja, jangan lupa dimakan sarapan yang dari Bunda. Pulang sekolah gue ke sini lagi, kalo panas lo belum reda, gue anter lo ke dokter. Yaudah, gue berangkat, bye."

"Eh, eh!" seru Aldi, membuat Salsha yang baru sampai di pintu kamar berbalik. "Gak akan cium gue dulu? Kan gue lagi sakit."

Salsha memutarkan bola matanya, kesal. "Mau banget sih dicium."

Aldi tersenyum miring. "Lo gak tau, ya? Cewek-cewek tuh pada ngantri pengen gue cium!"

"Cewek-cewek yang mana? Cewek-cewek yang sama-sama nggak punya otak kayak lo?" ledek Salsha sinis, lalu berbalik untuk menuju mobilnya yang terparkir di halaman rumah cowok itu.

Hhh, batinnya gusar. Salsha benar-benar terlihat khawatir. Padahal jam terakhir tinggal beberapa menit, tapi entah kenapa rasanya lama sekali, sih?

Steffi yang duduk di sampingnya sedari tadi belum berhenti memperhatikan tingkah Salsha yang terlihat gusar. "Lo kenapa, sih?" tanyanya berbisik, menyenggol lengan Salsha dengan sikutnya.

Cewek itu tidak menjawab, hanya menggeleng dengan senyum tipis.

"Sampai berjumpa minggu depan." Bu Arbey, guru yang sedari tadi mengoceh di depan kelas itu sudah berjalan ke luar kelas.

Dengan cepat Salsha memasukkan semua buku-buku dan alat tulisnya ke dalam tas, tidak menghiraukan Steffi yang sedari tadi menatapnya.

"Lo ada acara gak? Jalan yuk! Udah lama kan kita gak jalan berdua," ajak Steffi, masih menatap sahabatnya.

Salsha terdiam sesaat sebelum akhirnya tersenyum masam. "Eh–hm, itu, gue ada janji, Stef. Lain kali aja gimana? Gue janji, deh."

"Yah," Steffi cemberut. "Yaudah deh, tapi janji, ya."

"Iya, gue janji." Salsha mencubit pipi sahabatnya itu sekilas sebelum berjalan cepat keluar kelas dan berseru, "gue duluan, ya!"

"Sal,"

Suara itu terdengar ketika Salsha baru saja mencapai pintu kelas, lalu sesuatu menariknya hingga kakinya kembali mundur dua langkah.

UnobtainableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang