03. Mulai Membangun Rencana

122 10 10
                                    


Dua batu nisan itu ditatap Ringgo dengan sendu. Di tengah TPU kawasan Menteng, terlihat Ringgo yang duduk menghadap dua makam yang sudah rapi. Beberapa menit yang lalu, Ringgo bukan hanya membersihkan makam itu namun juga sekaligus menaburkan bunga. Perasaan yang sama selalu menghampiri Ringgo ketika mendatangi tempat ini. Kehilangan, cinta sekaligus rindu. Namun perasaan rindulah yang paling mendominasi Ringgo. Rindu yang seringkali membuat dadanya terasa teramat sesak. Tapi bagaimanapun, Ringgo berusaha menutupinya. Dia tidak ingin orang lain tahu, bahwa dia juga menyimpan sisi rapuh di dalam dirinya. Tidak di depan makam kedua orang tuanya.

"Pa ... Ma... Ringgo hari ini mau nemenin Anu lihat tempat yang bakal dijadiin usaha coffe shop kita," Ringgo menarik nafas sebentar. "Ya, seperti yang Ringgo ceritain sama Papa dan Mama beberapa hari yang lalu. Ringgo, Arina sama Julio sepakat untuk gabung dengan Keanu untuk bangun bisnis bareng-bareng. Kita semua yakin kok dengan Anu. Dia itu pinter.. dia bakal bisa handle ini semua."

Ringgo terdiam sebentar.

"Oh ya.. Ringgo sudah cerita apa belum sih? Kalau tempat yang rencananya bakal dijadiin coffe shop ini tuh bekas toko rotinya Pak Diman. Iya, Pak Diman! Toko roti yang dulu..." mendadak suara Ringgo tercekat. Kesedihan kembali bisa menyergapnya.

Kenangan lama tentang kedua orang tuanya mendadak menghujani kepala Ringgo. Namun ia berusaha untuk melawannya. Ia tidak ingin kalah oleh rasa kesedihan itu. Membuat Ringgo lantas memiliki kekuatan untuk melanjutkan kalimatnya, "Toko roti yang dulu jadi langganan kita. Ringgo masih inget sampai sekarang, dulu waktu aku masih kecil, kita setiap akhir pekan pasti datang ke Toko roti Pak Diman. Buat beli banana bread kesukaanku yang rasanya kalau beli di toko rotinya Pak Diman nggak ada tandingannya itu. Terus nanti kita bawa pulang, buat kita makan bareng-bareng sambil lihat kartun di tivi."

Tak terasa setitik demi setitik air mata jatuh dari matanya, membuat Ringgo segera menghapus dari pipinya. "Untuk itu, Ringgo minta ijin sama Papa dan Mama. Kayaknya Ringgo bakal jarang kesini. Tapi tenang aja, Pa.. Ma.. kalau ada waktu pasti Ringgo kesini lagi." Jelas Ringgo.

Setelah mengusap nisan kedua makam itu, Ringgo segera bangkit dari duduknya. Dia berjalan menjauh dari makam itu untuk mendekati dua orang yang sedari tadi menunggunya di depan mobil. Keanu dan Arina sedari tadi setia menunggunya disana. Ringgo segera menghapus air matanya dengan terburu-buru, ia langsung kembali memamerkan senyum jahilnya. Ia ingin segera mengubah dirinya menjadi Ringgo yang selalu ceria.

"Yuuk.. Mr. Anu kita lanjuuut." Ucap Ringgo dengan sumringah.

Keanu yang sedari tadi bersender di depan mobil kodok Ringgo, segera bangkit, "Gimana kalau gue aja yang nyetir?" Keanu segera menawarkan diri.

"Kagak ada. Nggak boleh ada yang nyentuh Si Jojo selain gue!" Ringgo segera menolak tawaran tersebut.

Mereka pun segera masuk ke dalam mobil kodok milik Ringgo. Dengan Keanu yang berada di kursi depan, Arina di kursi belakang dan tentunya posisi Ringgo sebagai pemegang kendali setir yang tidak pernah bisa digantikan. Sebenarnya Keanu memiliki alasan tersendiri menawarkan diri untuk menggantikan Ringgo untuk menyetir mobil tersebut. Mungkin Ringgo bisa menyembunyikan kesedihan miliknya tersebut dari orang lain tapi tidak dari Keanu. Keanu paham betul dibalik segala sifatnya yang terlihat cuek dan terlihat selalu gembira, Ringgo memiliki sebuah ruang sendiri dalam hatinya. Ruang yang hanya bisa didatangi oleh Ringgo seorang.

Di dalam ruangan tersebutlah, Ringgo menyimpan semua kesedihannya seorang diri. Bahkan cerita sedih itu, Keanu dengar bukan dari Ringgo langsung tapi dari Opanya. Peristiwa itu terjadi ketika Ringgo masih SMP. Kedua orangtua Ringgo akan melakukan perjalanan kerja ke Medan. Sesuatu yang sangat dinantikan oleh Ringgo karena akan membuatnya naik pesawat untuk pertama kalinya. Namun di hari keberangkatan ternyata Ringgo terserang demam. Sebuah hal yang terpaksa membuat Ringgo batal ikut bersama dengan kedua orang tuanya. Namun untuk menenangkan Ringgo, kedua orang tuanya berjanji akan membelikan oleh-oleh khas Medan untuknya. Namun tidak juga oleh-oleh itu ataupun keduanya orang tuanya, tidak ada yang pernah pulang. Hingga sebuah kabar televisi memberitakan sebuah pesawat tujuan Medan yang mengalami kecelakaan hebat. Hanya ada dua penumpang yang berhasil selamat dari kecelakaan pesawat itu. Namun sayangnya, nama kedua orang tua Ringgo bukan termasuk di dalamnya.

Kedai CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang