#12 Satelit Buatan Manusia

136 7 0
                                    

Halo, senja! Bolehkah aku berbagi cerita?

Tenang saja, senja. Kali ini aku tidak akan memintamu menanyakan kabar Bumi pada semesta, kok. ­Sebab sekarang aku sudah tahu kondisinya.

Kau penasaran apa yang terjadi? Nah, biar kuceritakan.

Kami tidak bertemu, senja. Tentu saja kami tidak bertemu, kalender astronomi yang dibuat manusia-manusia jenius itu kan selalu benar.

Hanya saja, teknologi manusia-manusia jenius itu juga semakin mencanggih.

Kau tahu, sekarang satelit buatan mereka sudah mampu mencipta koneksi antar-planet.

Maka, ya. Satelit-satelit itulah yang memegang andil besar atas menjadi-tahu-nya aku akan kabar si Bumi.

Tidak, aku tidak akan mengaitkan koneksiku dengan Bumi ini terhadap Bulan, Phobos, maupun Demios. Tentu saja.

Hanya saja... entahlah. Rasanya seolah-olah jutaan meteor menghujani permukaanku. Begitu mengejutkan.

Membuatku megap, tak kuat menerima debaran yang menghantam terus-terusan.

Tapi sudah. Begitu saja. Hanya terkejut yang aku rasa. Hanya debaran yang aku derita. Sisanya, biasa saja.

Aku tidak berharap, senja. Sungguh, aku senantiasa berusaha untuk tidak berharap yang tidak-tidak.

Tapi aku bisa apa, senja? Aku ini hanya Mars. Hanya batu yang terindikasi di permukaanku.

Kau tahu kan, issue kiamat yang disebabkan oleh hujan meteor itu? Nah, itulah yang kukhawatirkan.

Aku berusaha menawan harapku agar tak sampai menguar liar. Tapi bagaimana dengan meteor yang membadai menerpa permukaanku? Kuatkah aku menahannya, senja?

Aku tidak mau jadi seperti Bulan, yang permukaannya berlubang karena meteor menyerang.

Aku tidak ingin segala koneksiku dengan Bumi menorehkan bekas yang tak mungkin terobati bahkan oleh sang penyembuh paling mumpuni : waktu.

Aku ingin melupakannya, senja.

Tapi aku bisa apa? Menghantam satelit-satelit buatan manusia itu agar tak lagi mengkoneksikan kami? Atau cukup dengan menolak segala usaha Bumi dan para satelit itu mengontaki? Atau cukup dengan mengikis meteor-meteor itu di atmosfer, agar tak sampai menghujami kerakku?

Ah... apapun itu, akupun ingin sekali melakonkan skenario itu, senja.

Tapi aku tak kuasa. Belum merasa bisa.

Entahlah, debaran yang dicipta hujan meteor itu masih terasa begitu mengasyikkan bagiku

Jadi aku harus apa, senja? Haruskah aku melawan gejolak untuk merasakan debaran itu?

Ah, kurasa harus, ya?

Kalau begitu, senja, maukah kau membantuku? Membantu membinasakan gejolak itu?

Tolonglah, senja. Bantu aku. Kuatkan aku. Teguhkan tekadku.

Jadilah perpanjangan tangan Sang Empunya Semesta untuk menjelma sebagai penolongku.

Ya?

11/03/'17
Dieny A.

Analogi AntariksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang