#2 Punya Bulan Sendiri

732 41 3
                                    

Hey malam, apa kabar?

Aku ingin bercerita, malam. Karena aku, hingga saat ini tak juga menemukan teman berkisah sehebat engkau.

Ini soal Mars-ku. Oh, bukan. Punya hak apa aku sampai berani mengklaim atas apa-apa yang dicipta Tuhan.

Ini soal Mars.

Masih ingat perandaian yang beberapa waktu lalu sempat kutuangkan disini? Iya yang itu. Ini kutipannya.

"Jika engkau adalah Bumi, maka pasti akan ada orang yang menjadi Bulan buatmu. Sedang aku hanyalah Bintang, dan Mars hanyalah bayang-bayang."

Ingat kan, malam?

Jadi begini, kau sudah tau kan bahwa Mars disitu adalah juga aku? Hanya saja, aku dalam identitas yang bukan aku.

Oh kau baru tau kah, malam? Maaf ya, berarti aku lupa memberitahumu.

Kita lanjut, ya. Kemarin temanku baru bilang bahwa aku menemukan Bumi yang baru. Bukan dalam konteks aku sebagai Mars, melainkan aku sebagai Bulan.

Ah, pasti kau akan ingin bilang ini kabar baik ya?

Tidak-tidak. Kau tak boleh menyamai orang lain. Dengar dulu kelanjutannya.

Aku bukannya tak senang. Coba saja pikir, dari Mars, menjadi Bulan. Tentulah ini peningkatan yang hebat bukan?

Tapi masalahnya, aku tidak merasa berganti Bumi.

Dan, siapa? Siapa Bumi itu?

Atau, aku ini jadi Bulannya siapa?

Karena aku pribadi masih mengklaim diri sebagai Mars, atau Bintang dari Bumiku yang itu. Yang sudah hampir dua tahun ini menjadi acuanku dalam berpendar.

Atas semua gemelut hati, aku bertanya.

Dia Bumiku, atau aku yang jadi Bumi?

Wah aku Bumi!

Ah, tidak-tidak. Kurasa kurang pas.

Kau ingat kan, malam. Di perandaianku aku mengatakan

"Tapi ingat, Mars juga punya bulan sendiri. Tak harus melulu dengan Bumi."

Begini saja,

Aku masih Mars, dengan Bumi yang sama. Hanya saja Bulan milikku baru melipir ke atmosfer.

Aku Mars yang baru sadar bahwa punya Bulan.

04/08/'16
Dieny A.

Analogi AntariksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang