Bab 8 - Saviour

103 7 4
                                    

Sekembalinya dari pelajaran tambahan, Kiara terus memikirkan laki-laki itu.

Bukan. Bukan karena suka. Namun karena sifat Regan yang berubah-ubah. Terkadang dia bisa menjadi anak kucing yang jinak namun di lain waktu dia menjadi singa betina yang sedang PMS.

Kiara mengakui satu hal. Kemampuan otak Regan dalam fisika sungguh baik. Rasanya Kiara ingin mencuil sedikit otak Regan untuk disisipkan dalam otaknya.

Ia melihat jam dinding di kamarnya, "Yaampun.. Udah jam 8 malem aja. Tugas biologi belom kesentuh lagi," keluhnya.

Tok tok

"Ra," oh, Kak Valdo. "Makan, khuy!"

Kiara menatapnya geli, "alay lo, Kak," lalu ia berjalan keluar, menuju meja makan.

Kiara hanya tinggal bersama kedua kakaknya. Dua tahun yang lalu, nenek Kiara meninggal dunia. Sedangkan ibunya sudah meninggal sejak Kiara masih berumur 2 tahun karena melihat ayah Kiara selingkuh. Makanya, sejak saat itu Kiara dan kedua kakaknya tinggal bersama Nenek.

Ayahnya juga sudah meninggal. Kiara sendiri tidak tau apa penyebab ayahnya meninggal. Dari nenek, kak Valdo sampai kak Vano, tidak ada yang memberitahu Kiara. Entahlah. Yang Kiara pikirkan sekarang adalah agar dia bisa masuk jurusan IPA, lulus dari bangku SMA dan masuk universitas negeri. Kan, biayanya lebih murah!

"Ra," panggilan Vano membuyarkan lamunannya. Belakangan ini, Kiara sangat suka melamun entah kenapa.

"Apa?"

"Ara mau masuk kuliah apa nanti?"

"Hmm," Kiara berfikir. Mau masuk jurusan IPA aja dia masih berjuang, mana mikir sejauh itu?

"Food technology deh kayanya," kata Kiara sambil mengangkat bahunya.

"Loh? Gak jadi dokter?"

Dokter.. Impian Kiara sejak di taman kanak-kanak. Bukan sekedar impian anak kecil kebanyakan, Kiara memang bersungguh-sungguh ingin menolong orang. Namun, mendengar cerita banyak orang kalau kuliah kedokteran, ada saat di mana ia akan menjaga kamar mayat. Duh, terimakasih deh.

"Haha. Engga jadi, Kak. Aku gak mau disuruh jagain kamar mayat. Kakak kan tau aku paling  parno sama gituan."

Valdo terkikik, "kan lo sebangsa sama mereka. Masa takut?"

Kiara mendelik, "sialan lo!"  katanya seraya meninggalkan meja makan.

"Yah, ngambek deh dedek kita, Van,"

Vano hanya tertawa.

"Gajelas lo! Orang gue mau kerjain tugas. Cuciin piring gue ya, balasan lo ngatain gue!" Kiara berbalik, menghampiri kedua kakaknya, dan mencubit pipi mereka dengan kedua tangannya.

"WOI! Gue kan cuma ketawa, kenapa kena juga?!" Vano tidak terima.

"Kalian berdua sepaket. Bye!"

***

Kiara memacu langkah kakinya menuju gerbang sekolahnya. Ia terlambat!! Kakaknya membangunkan tepat pukul 06.30, sedangkan untuk ke sekolah, Kiara perlu waktu 10 menit.

Krik krik

"Kok sepi?" mendekat ke gerbang masuk, Kiara memperkecil langkahnya. Dengan penuh kebingungan, ia masuk ke dalam sekolah. Apa semua anak sudah masuk ke kelas? Ah, biasanya juga ada yang masih lari-larian. Apa dia setelat itu?

Ia akhirnya membuka tasnya, mengeluarkan jam tangan dari tas itu.

Matanya melotot, "BARU JAM 6?!" mulut Kiara menganga lebar, "KAK VALDO DAN KAK VANO KAMPREETT!!"

REGANTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang