Chapter 12

1.7K 195 23
                                    


***

Suara hembusan angin menerbangkan helaian rambut panjang Soojung. Ia tengah berdiri menyandar pada sisi jendela kamarnya yang ia biarkan terbuka, mata beningnya menatap ke arah langit malam yang mulai tertutupi awan kelabu. Entah sejak kapan, tapi pikirannya terus terganggu, perasaannya berkecamuk. Ada sesuatu yang besar yang mengganjal di hatinya. Ia tahu itu, tapi ia enggan untuk mencoba mengetahuinya. Hanya manik gelapnya yang sesekali melirik pada ponsel putih yang tergeletak di ranjang tempat tidur.

Ya, gadis itu menunggu sebuah panggilan, atau setidaknya sebuah pesan masuk dari seseorang yang bisa dikatakan menjadi sumber dari rasa penasarannya yang tak ada habis. Ia mendengus pelan, dengan kedua bahunya yang merosot putus asa. Ini sudah kesekian kalinya ia mengecek ponselnya, tapi tak ada satupun panggilan maupun pesan dari orang itu.

Perlahan Soojung mulai menggerakkan jarinya menyentuh layar ponsel itu, matanya berputar, dengan ia yang sesekali menggigit bibirnya ragu.

‘Haruskah aku menanyakannya?’

Ia kembali berpikir sebelum akhirnya ia mulai menuliskan sederet kalimat.

Kau sedang apa? Apa aku mengganggu?’

Gadis itu mendesis pelan lantas menghapus apa yang sudah ia tuliskan di sana.

‘Apa kau memiliki sesuatu untuk dikatakan?’

Namun ia kembali menghapusnya, lantas melemparkan ponsel ke atas tempat tidur. Gadis itu menundukkan kepalanya sembari duduk di pinggir ranjang. Kedua tangannya meremas sprei di sisi tubuhnya.

‘Kenapa dia tidak menghubungiku? Apa yang sebenarnya terjadi?’

***

“Kenapa kalian selalu mengatur hidupku sesuka kalian tanpa memikirkan bagaimana perasaanku, huh!?”

“Tutup mulutmu dan cepat temui dia! Jangan sampai kau membuatnya menunggu lama.”

Blam!

Chanyeol mengepalkan kedua tangannya sesaat setelah sang ayah menutup pintu kamarnya dengan kasar. Rahang anak laki-laki itu mengeras, menandakan ia sedang menahan amarahnya saat ini. Ia lantas meraih jaketnya yang tadi disampirkan di kursi belajar, lalu melangkah keluar kamar dengan tergesa.

.

.

“Mau ke mana kau?”

Tuan Park tersenyum sekilas pada Jiyeon yang kini sedang duduk di ruang tamu rumah mereka, lantas menghampiri Chanyeol yang kini berdiri di sudut tangga menuju kamarnya. Laki-laki paruh baya itu berdiri tepat di hadapan Chanyeol seraya menatap tajam putranya itu.

“Apa kau tidak dengar yang aku katakan?”

“Aku tidak berniat mendengarnya.”

Tuan Park mengepalkan tangannya. Namun sangat kontras dengan wajahnya yang tersenyum pada Chanyeol, membuat anak laki-laki itu mengernyitkan dahi. “Jadi, kau pikir apa yang aku katakan sebelumnya hanya ancaman?”

“Apa sekarang kau juga suka mengancamku, setelah sebelumnya terus mengatur hidupku semaumu?”

Bugh!

“Paman!”

Sebuah tinjuan mendarat tepat di rahang kiri Chanyeol. Laki-laki itu tersenyum remeh seraya mengusap sudut bibirnya yang terluka. Sementara Jiyeon terkejut hingga berdiri dari duduknya. Ia hendak melerai, tapi langkahnya terhenti.

“Tunggu di sana, Jiyeon! Janngan mendekat!”

“Tapi, Paman.”

“Aku akan mengurusnya.”

That GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang