BAB 39

6.4K 285 19
                                        

Langit malam itu tampak sangat cerah, dengan bulan yang bersinar terang seolah memberi tanda bahwa malam ini berbeda dari malam-malam sebelumnya. Dua bulan telah berlalu sejak aku meninggalkan rumah. Dua bulan yang terasa begitu panjang, namun sekaligus begitu cepat. Tak terasa, seiring waktu, aku semakin sering mendapati diriku melihat atau berpapasan dengan artikel-artikel atau berita panas yang membicarakan diriku. Seorang anak dari selebriti yang hilang, dan berbagai kabar lainnya yang semakin lama semakin ngawur. Yang paling mengejutkan adalah ketika aku mendengar bahwa Daddy akhirnya keluar dari agensinya.

Hatiku sedikit goyah saat itu, ada rasa rindu yang datang begitu saja, namun segera kuingatkan diriku sendiri bahwa aku tak akan kembali. Awalnya aku tak menyangka bisa melakukan hal sejauh ini. tapi aku terlalu lelah hidup dengan pemandangan memuakkan seperti itu di rumah. Tak peduli berapa banyak berita yang kubaca tentang mereka, tentang orang tuaku. Tentang mereka yang katanya ingin membawaku pulang. Aku ragu jika itu benar-benar demi aku. Sekalipun itu benar, aku sudah tidak bisa percaya dengan janji-janji palsu mereka yang berujung dengan akhir yang sama. Semua itu hanyalah kata-kata kosong yang hanya membawa kekecewaan lebih dalam.

Aku teringat kembali pada hari itu, saat aku memutuskan untuk pergi. Aku mengendarai mobil seperti orang gila, berharap kematian datang menjemputku lebih cepat. Tetapi, sepertinya, Tuhan punya cara lain. Mobilku terhenti di tengah jalan karena kehabisan bensin. Di tengah ketidakberdayaanku, aku hampir saja dirampok dan diserang oleh dua pria gangster. Sempat terlintas bahwa aku mungkin akan mati di tangan mereka. Namun lagi-lagi, sepertinya keberuntungan berpihak padaku. Seorang wanita datang menyelamatkanku dan berhasil mengelabuhi para gangster itu. Dia Sarah.

Ya, perempuan yang pernah bertemu denganku, beberapa bulan lalu, di taman gersang dekat dengan bar milik Clara. Sejak hari itu, aku memutuskan untuk tinggal bersamanya. Sarah tinggal di sebuah apartemen kecil di Riverside County, di daerah pemukiman yang cukup tenang. Apartemennya tidak terlalu besar, tetapi cukup nyaman. Begitu masuk, langsung terlihat ruang tamu kecil yang menghadap ke balkon. Tempat tidur cukup luas, dapur yang berada tepat di pintu masuk, dan kamar mandi yang kecil di sebelah kanan pintu.

"Lo yakin mau tinggal di ruangan sesempit ini?" tanya Sarah waktu lalu, sembari menyodorkan secangkir teh hangat kepadaku.

Aku tersenyum tipis. "Gue gak peduli, Sar. Lo udah baik banget nampung gue di sini. Itu aja udah cukup."

Sarah membalas senyumanku, wajahnya cerah meski ada sedikit kekhawatiran di matanya. "Santai aja, kali. Gue malah seneng jadi ada temennya," katanya, lalu menatapku dengan serius. "Lo nggak khawatir bokap nyokap lo nyariin?"

Aku menghela napas panjang. Memang, aku sudah menceritakan semua yang terjadi, bagaimana aku merasa terjebak dalam dunia mereka yang penuh kehancuran dan harapan palsu. Aku telah menceritakan tentang Mommy dan Daddy, bahkan tentang Raveno, dan kenapa akhirnya aku memutuskan untuk pergi. "Nggak, Sar," jawabku mantap. "Gue yakin mereka nggak akan nemuin gue."

Sarah menatapku agak lama, seperti ingin memastikan. "Lo yakin banget ya?"

Aku mengangguk, lalu menatapnya dengan serius. "Eh, tapi lo jaga rahasia tentang keberadaan gue, ya?" Aku menunduk sedikit, memelas.

Sarah memutar bola matanya. "Gila emang lo. Ntar kalo ketauan, terus orang tua lo nuntut gue gimana? Atas tuduhan penculikan gadis?" dia menyahut, setengah bercanda.

Aku terkekeh mendengar perkataannya. "Tenang aja, ntar gue sogok polisinya," jawabku ikut bercanda. Kami berdua pun tertawa bersama, tawa yang terasa ringan, seolah beban dunia ini sejenak menghilang.

Selama dua bulan aku meninggalkan semuanya, aku pun juga mengganti identitasku menjadi Luna. Nama baru, dunia baru. Kehidupan baruku kini penuh dengan dunia malam. Semua terasa berbeda, bahkan aku sendiri merasa asing dengan diriku sendiri. Untuk pertama kalinya, aku meminta Sarah untuk ikut bekerja dengannya di sebuah klub. Awalnya Sarah menolak–dia tidak ingin aku terjerumus lebih dalam lagi. Tapi aku memaksanya, hingga akhirnya dia menyerah juga dan bersedia membantu mencari pekerjaan ke beberapa klub.

HOME SWEET HOME [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang