11. Bunga-Bunga Jesvari

59 9 0
                                    

Itu semua terjadi begitu saja.

Sebuah surat beraroma sitrun di tangan Yudhis tidak banyak memberi penjelasan pada keadaan. Yudhis dan Jesvari saling bersitatap tanpa seorangpun benar-benar memperhatikan satu sama lain. Mata keduanya nanar, jatuh ke dalam spekulasi masing-masing.

Remisi di Neraka adalah hal yang sangat istimewa. Di Neraka Krisan saja, 8 tahun Jesvari habiskan dengan 3 kali remisi yang masing-masing mengurangi jatah hukuman sebanyak 3 hari. Total 9 hari yang Jesvari dapatkan dari pahala ilmu yang bermanfaat dan doa 108 murid didiknya semasa hidup. Itu jumlah yang fantastis, sebenarnya. Maka, 103 hari remisi yang Yudhis dapatkan terasa terlalu ajaib untuk jadi kenyataan.

"Ini... surat palsukah?" ucap Yudhis dengan kerutan yang mengakar di dahi.

Jesvari hanya dapat menatap Yudhis dengan saksama. Rambut lidinya, mata teduhnya, juga senyum bocahnya yang kini pudar. Perkenalannya dengan Yudhis yang belum genap sehari membuat Jesvari seperti jatuh dalam limbo: antara benar-benar bertemu Yudhis atau dia hanya sekedar ilusi yang muncul dari rasa kesepian.

Semua terasa seperti mimpi bagi Jesvari.

Dia masih belum penuh kesadaran saat Yudhis membuat krisan raksasa mekar hingga 2 meter. Dia masih belum bisa menggunakan indranya saat Yudhis dipanggil langsung ke tempat suci para pendosa: Keraton Neraka Krisan. Sehingga saat Kumbang Neraka begitu saja hinggap dengan membawa surat keputusan pengadilan tentang 103 remisi yang Yudhis dapatkan, sarafnya mandek.

"Hmm... di sini tertulis aku mendapat 103 hari remisi atas kelakuan baik selama di Neraka Krisan, dilanjutkan ke Neraka Menik tempat dosa murka mendapatkan hukuman. Birokrasi Neraka sepertinya cukup sulit, ya? Tapi..." Yudhis mengalihkan perhatiannya dari kertas di tangan ke Jesvari yang berdiri terdiam membisu di sampingnya. "Ka... kau tidak apa-apa, Jes?"

Jesvari menangis tanpa isak. Mata kusamnya sedikit berkilauan menahan air mata, nanar yang membuatnya tidak sadar jika Yudhis memperhatikan. Melihat kondisi Jesvari yang seperti demikian, sontak Yudhis langsung berdiri dan menghampirinya. Digoncangkan bahu Jesvari agar kembali dari lamunannya.

"Jesvari! Jesvari!" teriak Yudhis masih menyentakkan Jesvari. "Jesvari!"

Jesvari bergeming tak bergerak. Lehernya terkantuk-kantuk mengikuti sentakan Yudhis. Pun demikian, dunia terasa berjalan sangat pelan baginya. Yudhis yang sekuat tenaga meneriakkan namanya hanya terlihat seperti seseorang yang menggerakkan mulutnya pelan tanpa mengeluarkan suara. Jesvari memperhatikan detil perubahan ekpresi di wajah Yudhis.

Butuh beberapa saat hingga Jesvari kembali ke kesadarannya. Dan begitu tersadar, kontan dihempaskannya tubuh Yudhis jauh-jauh. Itu bukan hempasan yang kuat, sebenarnya. Hanya saja, permukaan pasir yang landai berbukit membuat Yudhis kehilangan keseimbangan dan jatuh terjerembab. Tubuhnya sedikit tertimbun ke dalam pasir. Beberapa butir pasir yang masuk ke dalam luka di lengan kanannya tak urung membuat Yudhis meringis kesakitan.

"Syukurlah kau sudah tersadar, Jesvari!" ucap Yudhis sambil berusaha bangun.

Dari posisi Yudhis yang telentang di atas permukaan pasir putih, terlihat isak Jesvari sudah berhenti berganti dengan tatapan bengis yang terlihat mengerikan. Sinar matahari subuh yang mencuri-curi masuk ke dalam Neraka Krisan tidak banyak membantu penglihatan. Malah, sinar yang jatuh di belakang Jesvari membuat raut mukanya menjadi gelap karena bayangan. Yudhis memang tidak tahu bagaimana wajah asli Jesvari saat masih hidup karena keriput yang berkerut-kerut, namun yang pasti wajah itu bukanlah wajah yang bisa dibuat oleh manusia hidup.

Yudhis berdiri dengan perlahan, berusaha sedikit mungkin mengeluarkan suara. Kemudian dia sedikit membungkuk dengan tangan kanan yang dijulurkan seperti pawang ular berusaha menjinakkan King Cobra yang menantang. Dengan pose masih berdiri berbungkuk, dia berkata. "Je... Jesvari, kau tidak apa-apa?"

Neraka Yudhistira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang