16. Memutih Legam 2

48 5 0
                                    

Yudhis mengangguk pelan pertanda kesetujuannya pada kesepakatan yang Meriyati tawarkan. Dia merasa seperti baru saja dikuliahi pelajaran hidup dari Ratu Neraka Krisan. Yudhis selalu begitu. Manut pada orang lain sesulit apapun kondisinya. Dia jarang mengeluh, namun secara bersamaan jarang pula beryukur. Semua hal ia maklumi sebagai sebuah dinamika kehidupan. Dia tidak dapat membantah perkataan Meriyati barang sedikitpun.

Saat itu Yudhis sedikit paham kenapa Jesvari cemburu besar padanya.

Awalnya Yudhis berpikir remisi yang ia dapatkan terlalu banyak, namun segera ia maklumi begitu saja. Padahal dilihat bagaimanapun 103 hari remisi yang Yudhis dapatkan terlalu ajaib untuk jadi kenyataan. Kesalahannya saat itu adalah mengharapkan Jesvari juga memaklumi remisi yang ia dapatkan. Meski pada akhirnya ditolak karena Jesvari masih punya warna, warna dengki.

Meriyati lalu melepaskan tali yang mengikatkan Yudhis ke kursi. Bagian tubuh yang diikat kuat menimbulkan ruam yang kasat mata. Meriyati menyentuh ruam tersebut yang membuat Yudhis meringis perih.

"Habis ini kita mandi di Taman Sari, OK? Ruam seperti ini pasti akan sembuh hanya sekali rendaman."

"Kita?"

"Iya. Kita. Kamu dan aku. Memang ada orang lain selain kita di sini?"

Yudhis lalu menunjuk bayangan seperti manusia yang berdiri di ujung ruangan. "Itu?"

"Ah, itu cuma maneken. Bukan manusia!"

"Oh...." jawab Yudhis yang masih merasa bayangan maneken tersebut seperti mengintai setiap gerakan yang ia lakukan.

Meriyati lalu melanjutkan kegiatannya: melepaskan tali yang mengikat tubuh Yudhis di kursi. Setelah semua tali terlepas, Meriyati lalu mengarahkan tangannya pada lipatan jarit berniat untuk menelanjangi Yudhis. Kalau bukan refleks tangan Yudhis yang menghentikan gerakan Meriyati, sudah pasti jarit itu tersingkap.

"Meriyati, apa yang kamu lakukan?"

"Huh? Kalau bukan menelanjangimu memang apa lagi?"

"Maka dari itu, kenapa kamu mau menelanjangiku?"

"Kita berdua kan mau mandi, kalau bukan telanjang memang apa lagi?"

"Oi oi oi." tukas Yudhis masih mempertahankan jaritnya agar tak tersingkap. "Aku memang sepakat untuk tinggal bersamamu di Keraton Neraka Krisan, tapi bukan tinggal dengan hubungan yang tak sehat seperti ini."

"Kamu salah sangka, Yudhistira. Aku hanya, ehm... oh ya! Aku cuma mau menyembuhkan lengan kirimu yang sobek itu."

"Oh, ini?" ucap Yudhis mengulang pernyataan. Dia lalu melanjutkan perkataannya. "Kalau luka di lengan kan tak harus telanjang bulat. Lenganku saja yang direndam air sudah cukup."

"Enggak! Aku ingin lihat kamu telanjang."

"Hah! Kelakuaan aslimu muncul juga, Meriyati."

Keduanya lalu bertengkar seperti anak kecil. Meriyati berusaha memelorotkan jarit Yudhis setengah mati sementara Yudhis berusaha mempertahankannya setengah hidup. Mereka berdua jatuh dalam keributan masing-masing hingga tak sadar saat udara terbelah menjadi dua. Udara di ruangan tempat Yudhis disekap seperti kertas bidang 2 dimensi yang disayat di bagian tengah, lalu dari bekas sayatan tersebut menampilkan tempat lain yang benar-benar berbeda. Hal yang mengerikan adalah, dari bekas sayatan itu muncul dua orang yang menyaru karena gelap.

Salah seorang di antara dua bayangan itu menutuk kepala Meriyati dengan gagang pedang.

"Meriyati... Meriyati..." ucap bayangan tersebut mengaduh. "Hampir saja kalian berdua melewati batasan adegan yang hanya muncul dalam novel dewasa. Bahay sekali yang barusan itu."

Neraka Yudhistira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang