27. Biji Kehidupan

58 5 0
                                    

"Maaf merusak momen mengharukanmu, Meredith. Tapi sebenarnya aku tak membantu apapun dalam proses penyelamatan adikmu. Aku hanya, kau tahu, kebetulan saja ada di sana saat Maxim dibebaskan. Semuanya lebih banyak karena bantuan dari Tahta." ujar Yudhis mengelak.

"Itu juga sudah membantu banyak, Yudhistira. Dengan ada di sana saat Maxim membutuhkan. Itu lebih baik daripada aku, kakak kandungnya, yang bahkan tidak tahu jika Maxim disekap di Neraka Krisan." ujar Meredith penuh arti.

Yudhis diam sejenak berusaha mengamati watak Meredith. Dia terlihat seperti orang yang bertanggung jawab atas semua hal yang terjadi pada apa yang ada di sekitarnya. Yudhis lalu memutuskan untuk setuju saja dengan anggapan bahwa dialah orang yang menyelamatkan Maxim. Mungkin dengan begitu, Meredith akan merasa lebih baik.

"Yang penting Maxim saat ini sudah tak disekap lagi."

"Ya. Itu juga yang membuatku berpikir semoga dia baik-baik saja di sana." ucap Meredith membenarkan. Dilihat dari cara berbicara Meredith, dia terlihat seakan belum bertemu dengan adiknya sejak dibebaskan dari sekapan Meriyati.

Meredith lalu mengusap air matanya dengan tepian telunjuk. "Maaf sudah membuat waktu mandimu terganggu, Yudhistira. Aku akan pergi, silakan nikmati waktumu."

"Tunggu sebentar, Meredith." ujar Yudhis setengah berteriak. Meredith yang setengah beranjak akhirnya kembali duduk berjongkok di tepian pemandian. "Aku masih punya target 1000 km per satu hari. Jadi bisakah, hmmm, kau bawakan aku pakaian? Aku tak bisa keluar dari pemandian kalau telanjang begini."

"Kalau soal itu, kamu tidak perlu melakukannya. Berlari 1000 km, maksudku. Mana mungkin aku tega memberikan hukuman pada penyelamat adikku." jawab Meredith dengan entengnya.

"Eh, bolehkah begitu?"

"Tenang saja. Aku punya ini." jawab Meredith sambil mengibaskan lengan kiri yang terukirkan mandala bunga larat. "Selama aku punya ini, aku bisa menjamin kenyamananmu selama 18 hari di Neraka Larat."

Yudhis sedikit merasa tak enak. Percakapannya dengan Cemani saat berada di Neraka Menik membuatnya berpikir untuk sebisa mungkin mengurangi bantuan dari orang lain. Tapi bantuan memang terasa candu. "Terima kasih, Meredith."

"Sama-sama, Yudhistira." jawab Meredith dengan tenangnya. Dia lalu menambahkan. "Oh ya, soal baju nanti akan kuperintahkan seseorang untuk memberimu baju ganti. Selagi itu, silakan nikmati pemandiannya."

"Satu hal lagi, Meredith. Apakah kau tahu setan bernama Seruni? Namanya Arba' Aldhahab, alias Iblis Putih, alias Penyihir Teluk Naniwa, alias Haegil, alias Yakshashuta, alias Seruni, alias Belghamsastar, alias Rara Saketih dari Alas Jayagiri. Apakah ada kemungkinan jika dia tinggal di Neraka Larat ini?"

Meredith menggeleng lemah. "Sebenarnya saat tahu kamu menyelamatkan Maxim, hal yang pertama kulakukan adalah mencari tahu identitas asli Seruni. Tapi sayang tak ketemu. Baik di Neraka Larat maupun Neraka Honje tempat dosa nafsu mendapatkan hukuman tidak ada yang bernama Seruni. Maaf, aku tidak bisa banyak memabantu."

"Tidak apa-apa. Itu pun sudah membantuku dengan memberi tahu jika Seruni tidak ada di Neraka Larat maupun Honje."

Dan dengan begitu, Meredith pergi dari jarak pandang Yudhis.

Yudhis lalu melendehkan kepalanya ke tepian pemandian. Pemandian alias Taman Sari Neraka Larat ini berbentuk kolam dengan sumber mata air hangat di bawahnya. Tidak terlalu berbau belerang, malahan tercium wewangian aneka kembang yang sengaja dimasukkan ke dalam air. Airnya yang suam-suam kuku menggelitik tulang dan melemaskan otot-otot persendian. Benar-benar kombinasi yang sangat tepat antara badai salju di luar sana dengan pemandian air hangat di dalam.

Neraka Yudhistira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang