12. Gugur Bunga-Bunga Jesvari

56 6 0
                                    

Saat terbangun, Jesvari sedang terduduk di halte bus depan rumah sakit. Di tangannya ada karcis Bus Pengantar Arwah yang menunjukkan tujuan ke Pelabuhan Akar. Jam LED di seberang halte menunjukkan waktu pukul 20:02 sementara bus akan datang beberapa saat lagi pada 20:05. Awalnya Jesvari sedikit kebingungan karena tahu-tahu sudah ada di luar kamar pasien. Dia masih memakai baju yang sama dengan terakhir tertidur di ranjang pasien. Hanya saja saat itu dia bertelanjang kaki.

Saat itu memang sudah malam, namun Jesvari merasa pandangannya sedikit lebih gelap dari biasanya. Dilihatnya sekitar, hanya pemandangan yang biasa ditemui di jalanan malam. Saat kebingungan seperti itulah tiba-tiba ada ibu dan anaknya yang memasuki halte. Dilihat dari penampilannya, Jesvari menduga mereka baru saja dari menjenguk kerabat yang dirawat di rumah sakit. Dihampirinya si ibu yang terlihat berumur akhir 30-an.

"Permisi, Ibu. Mau tanya..." ucap Jesvari sopan sambil mempermainkan jari tangannya kikuk.

Yang ditanya tak menjawab. Menoleh pun tidak. Saat Jesvari hendak menyapa untuk kedua kalinya, saat itulah sebuah bus berhenti tepat di depan halte. Bus itu berwarna merah yang sudah bopeng di beberapa sisinya. Tidak ada yang istimewa dari bus tersebut, kecuali soal badan bus yang hanya merah polos tidak seperti bus-bus kebanyakan.

Ada perasaan aneh yang seakan menyuruh Jesvari untuk memasuki bus. Dia seperti mengigau dan secara tidak sadar mengikuti rute yang semua orang lakukan saat berada di halte: menyerusuk ke dalam bus. Sebelah kaki Jesvari sudah memasuki bus saat tiba-tiba ada perasaan urung yang menyergapnya.

Jesvari lalu berjalan ke arah sopir. Dia lalu bertanya, "Harus sekarang, ya?"

Dengan segala kenyataan yang dipaparkan, Jesvari bisa mengira jika dia sudah mati. Itu sebabnya Jesvari tidak menanyakan pertanyaan bodoh hanya untuk memastikan jika dia masih hidup atau sudah mati. Jesvari pun samar-samar masih mengingat saat bayangan hitam menarik lidahnya hingga membuat roh terlepas dari jasad.

"Harus sekarang, non! Kalau ditunda-tunda malah entar gak jadi."

"Sebentaaar aja. Please? Ada urusan yang masih ingin aku selesaikan."

"Gimana, nih?" tanya sopir pada dirinya sendiri. "Jangan, lah. Nanti jadi kebiasaan.

Tapi kasihan juga kalau ada yang masih belum dituntaskan.

Halah, kalau gitu sih juga banyak yang masih belum.

Tapi kalau begitu bisa bikin ruwet saat persidangan.

Hah, itu bukan urusan kita. Biar Manepis yang mengurus.

Tapi kalau Manepis marah bisa gawat.

Ah, iya juga sih. Jadi bagiamana? Kita beri izin?

Kita beri izin aja.

Oke. Yo wis kalau begitu."

Sopir bus itu kemudian berdeham dengan keras. "Karcis."

Jesvari kemudian memberikan karcisnya pada sopir. Oleh sopir, karcis tersebut dicoret di bagian jam keberangkatan menjadi 22:15. Dia lalu memberikan kembali karcis kepada Jesvari. Jesvari hendak mengucapkan terima kasih pada sopir, namun bus tiba-tiba hilang seperti ditelan gelap malam.

Tidak mau ditahan bingung, Jesvari lalu melayang menuju kamarnya menginap. Di sana Bapak Jesvari sudah tiba. Matanya sembab dan pada bagian korneanya memerah saga. Dia sedang berbicara dengan dokter dan asistennya tentang beberapa urusan yang masih belum diselesaikan. Sementara itu, Ibu Jesvari masih memeluk anak semata wayangnya yang telentang tak bergerak di atas ranjang. Jesvari sedikit merasa aneh saat melihat mayatnya yang terbujur kaku membiru. Komplikasi liver membuat perutnya besar menggembung seperti perempuan hamil besar. Jesvari bergidik melihat kondisi mayatnya yang jauh dari kata cantik.

Neraka Yudhistira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang