49. Yudhistira Terjatuh 6

38 2 0
                                    

Ada senyum terkembang di mulut Yudhis. Senyum yang biasa kau lihat sesaat setelah seseorang memenangkan perlombaan. Hanya saja, saat ini Yudhis belum menang lomba. Hal yang ia perlukan untuk menang adalah dua hal. Pertama, meremukkan Benih Hidup milik Cemani dan Amok tanpa sepengetahuan mereka agar tak menciptakan onar. Kedua, menaruh Benih Hidupnya ke Mimbar Batas Surga agar ia bisa hengkang dari Neraka terkutuk ini sambil mengantar kekasihnya yang juga akan segera diangkat ke Surga.

"Kenapa kamu nyengir-nyengir gitu, Yudhistira?"

"Eh? Kelihatan, ya? Bukan apa-apa, kok!"

"Aneh."

"Sering dibilang gitu, sih."

Yudhis tak kuasa menahan kekek. Tanpa peduli dia berjalan menuju Mimbar Batas Surga di seberang. Mimbar Batas Neraka di sisi Neraka saling berhadapan dengan Mimbar Batas Surga di sisi Surga. Keduanya hanya terpisahkan oleh Jembatan Ranting Jiwa yang biasa para pendosa pakai untuk naik ke Surga.

Yudhis menyusur setapak yang memisahkan bukit-bukit di Mimbar Batas Neraka. Pada tanah berwarna gading yang terlihat kering, Yudhis menginjakkan kaki. Berjalan terus sambil sesekali dipercepat setelah Cemani mengingatkan tentang kemungkinan Priya dan Tahta yang bangkit dari kematian. Meski menurut Harta, kematian seorang Raja atau Ratu Neraka biasanya lebih lama dari manusia kebanyakan mengingat hak dan wewenang yang mereka. Masih menurut Harta, Biji Simalakama mampu membunuh Ratu Neraka setidaknya selama setengah hari.

"Sampai berapa lama lagi kita tiba di gerbang, Cemani?"

Cemani tak menjawab. Namun lajur lari mereka juga tak berkurang. Karena tak ada jawaban, Yudhis hanya berlari seliar mungkin untuk segera sampai di gerbang. Di luar dugaannya, ternyata dia sudah merasuk terlalu jauh ke dalam Mimbar Batas Neraka hingga memerlukan setidaknya setengah jam berlari dari posisinya bertemu Cemani dengan gerbang yang sudah tak lagi dijaga Atithud.

Sesampainya di gerbang, Yudhis memiringkan badan agar dapat menyelinap pada celah yang terbuka. Celah yang sempit itu anehnya bisa dilewati Yudhis dengan mudah, meski menurutnya mustahil karena masih ada Cemani bertengger di atas kepalanya. Tak mau menghabiskan waktu pada pusing, Yudhis langsung berlari menuju Jembaran Ranting Jiwa yang berjarak tak lebih dari 100 m dari Gerbang Mimbar Batas Neraka.

"Akhirnya kamu keluar juga, Yudhis!" ucap suara menantang.

Pemilik suara adalah pria umur akhir 20-an, berambut pijar kusam karena darah yang menghitam, wajahnya tak memancarkan semangat, dan tangan kirinya hanya menyisakan belulang. Jubah putih yang sebelumnya ia pakai kini menyisakan bercak merah yang gelap-padam.

"Oh, hei... kamu." sapa Yudhis pada suara yang memanggil.

"Kamu tidak lupa namaku, kan?!" sambut pemilik suara muntab.

"Oi oi oi, mana mungkin aku lupa denganmu, Tahta. Kita bahkan baru bertemu tak begitu lama, bukan? Belum satu jam, aku hitung." jawab Yudhis sekenanya. "Malah aku sebenarnya heran melihatmu sudah bangkit dari kematian dalam waktu yang singkat."

"Aku tidak bangkit dari kematian. Aku menebas semua pendosa yang menggerumutiku seperti lalat. Dan sekarang aku juga akan menebasmu, Yudhis. Kau tak ubahnya dengan lalat yang terobsesi pada kotoran."

"Oi oi oi, tega sekali kamu sebut impianku sebagai kotoran."

"Aku tak tahu apa tujuanmu menerobos Mimbar Batas Neraka. Tapi apapun itu sudah pasti hanyalah impian setingkat dengan kotoran. Sistem ada untuk menciptakan keteraturan, Yudhis. Kalau kau mencuri cara dengan jalan pintas, itu akan membuat Akhirat hancur." ucap Tahta sambil menyarungkan kembali Pedang Taksaka yang bersimbah darah para pendosa Neraka Padma. Niatnya baik, tak mengambil kekerasan untuk berunding. Dengan tatapan serius, Tahta lalu berujar. "Kamu mau Akhirat yang Surganya hendak Jesvari cicipi terlanjur hancur?"

Neraka Yudhistira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang