13. Akar Perpisahan

65 6 0
                                    

"Kamu jahat, Ta!" teriak Jesvari sambil menyiramkan pasir ke arah Yudhis.

"J-jes?"

"Kamu enggak mengerti perasaanku! K-kamu pikir aku senang begini? Terus-terusan menahan rasa iri dengan kesuksesan orang lain? Enggak, Ta! Aku juga ingin segera pergi dari Neraka Krisan terkutuk ini!"

"OK, OK, tenang dulu Jes."

"Enggak, aku enggak akan tenang. Kelakuanmu sudah keterlaluan, Ta! Kamu tidak boleh begitu. Mengatakan kalau aku iri dengan nasibmu yang lebih mujur. Kamu sangat keterlaluan, Ta!"

"Ta-tapi, kenyataannya memang seperti itu kan?"

"Ya! Itu memang benar." aku Jesvari tanpa malu-malu. "Aku memang sangat iri saat kamu dipanggil ke Keraton Neraka Krisan, juga saat kamu mendapatkan remisi yang sangat banyak itu. Maksudku, kau tahu, 98 hari masa hukumanku di Neraka Krisan berakhir menjadi 8 tahun! Sedangkan kamu begitu saja mendapat 103 hari remisi? Yang benar saja!"

"Oi oi oi, Jesvari." tukas Yudhis kembali ke dirinya yang seperti biasa. "Remisi yang didapatkan pendosa, bukan aku lho yang menentukan."

"Ya! Itu memang benar. Tapi kan, kamu enggak perlu mengungkit-ungkit masalah itu juga kali. Aku memang sirik dengan keberuntungan nasibmu, Ta. Tapi biarpun begitu aku tahan di hati biar jangan sampai meledak. Eh, malah kamu perjelas dengan pertanyaan tadi. Kamu egois banget, Ta!"

"Hah?! Aku? Egois? Oi oi oi, kamu enggak lupa kan kalau aku satu-satunya orang di sini yang memberimu pertolongan saat kehabisan darah untuk menyirami krisan? Kalau aku yang begitu masih kamu anggap egois, lalu bagaimana denganmu yang tak punya perasaan untuk berbalas budi itu?"

"Oh! Jadi kamu menolongku karena mengharapkan balas budi?"

"Bukan begitu maksudku, Jes." kilah Yudhis dengan cepat. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya tidak paham dengan pokok permasalahan yang membuat Jesvari marah-marah tidak jelas. Dia lalu melanjutkan perkataannya. "Maksudku adalah boleh kita merasa iri dengan nasib orang lain. Itu hal yang wajar, sebenarnya. Jadi kalau..."

Yudhis tidak sempat menyelesaikan perkataannya karena mulutnya tersiram pasir putih. Jesvari yang sangat sensitif dengan kata "iri" menyiram Yudhis dengan pasir secara bertubi-tubi. Butiran pasir yang berhamburan di udara menyesakkan pernapasan serta menghalau pandangan. Mati-matian Yudhis menghindari siraman pasir agar tidak masuk ke luka di tangan kirinya.

Dengan mengendap-endap nyaris menempelkan dada di permukaan pasir, pelan sekali cara Yudhis menghampiri Jesvari. Sekali sergap saja, Yudhis dapat menahan tangan Jesvari yang menyiramkan pasir ke segala arah secara membabi buta. Dia sudah seperti bocah tantrum saat keinginannya tidak terpenuhi.

Yudhis menarik tangan Jesvari untuk menjauh dari kepulan pasir yang semakin keruh. Tak jauh dari sana, sekitar 10 meter dari tempat semula, keduanya melanjutkan perdebatan.

"Jes, aku ingin kita membicarakan permasalahan ini seperti orang dewasa." ucap Yudhis yang lagi-lagi memulai percakapan. Kesabaran Yudhis sebenarnya sudah di ambang batas, namun ia tekan dalam-dalam karena sadar emosinya hanya akan membuat permasalahan semakin larut tanpa bisa terselesaikan.

Sementara itu, Jesvari masih angkuh berdiri berusaha mengindahkan.

"Aku hanya tak ingin ini berakhir seperti saat dengan Seruni maupun Odel. Aku ingin masalah ini bisa diselesaikan baik-baik." lanjut Yudhis sembari memperhatikan gerak-gerik Jesvari dengan saksama. Sebelum Jesvari menjawab, Yudhis langsung melanjutkan perkataannya. "Dan asal kau tahu, tak pernah sekalipun terbersit di pikiran jika kau adalah pengganti Seruni maupun Odel. Kau punya keunikan sendiri, Jes. Tak akan tega aku membandingkanmu dengan lain."

Neraka Yudhistira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang