12. i am, but not her #sigh

11K 1.1K 25
                                    

Bill POV

Aku melangkah kembali ke ruang TV. Dimas menoleh ke arahku dengan senyuman yang membuatku ingin menarik tubuh mungilnya dan memutar-mutar tubuhnya seperti merry go round.

"All good?" Tanyaku sambil mengecup puncak kepalanya. Dimas mengangguk lalu memperlihatkan rangkaian pesawat yang dibuatnya dari lego.

"Awesome, how you make it? Wow you impressed me"

Dimas terkekeh, giginya yang putih dan berderet rapi semakin membuatnya tampan di usianya yang masih kecil.

Sudah pasti gen ku yang menyumbang paling banyak di tubuh Dimas.

Aku terkekeh sendiri.

Dimas menatapku bingung.

"Dad, you haven't answer my q"

Aku menepuk keningku.

"Apa yang bisa melupakan pertanyaan tadi?"

Dimas makin mengerutkan keningnya.

Aku menggaruk rambutku yang sama sekali tidak gatal.

"I mean, to distract about what you have ask me, can I buy you something or give you something and we forget about it?"

"Ehmm...Ehmm..."

Aku menoleh ke arah Davina yang ternyata sudah bergabung dengan kami.

"Jangan ajarin Dimas sesuatu untuk ngeles" Davina menyenderkan tubuhnya ke sofa.

Kali ini aku yang mengerutkan keningku.

"Ngeles?" Tanyaku bingung.

"Mean like you tell me, to distract my q. See mom, he is not smart as I thought"

Dimas menghampiri Davina dan duduk menyenderkan kepalanya ke lengan Davina.

Aku menghela nafas.

Antara kesal dan apa ya, aku mengusap wajahku.

Apa yang harus aku jawab dari pertanyaan Dimas? Haruskah ku katakan, yeah, maaf, karena ayahmu ini pria brengsek, dulu meninggalkan kalian untuk mengejar karir, etc, etc, etc.

Suara pintu terbuka menyita perhatian kami, Renzo muncul dengan jas di sampirkan di lengannya.

Ku lirik Davina yang langsung tersenyum dan hendak berdiri tapi di dului Dimas yang berlari ke arah Renzo.

"Hello big guy" Renzo mengangkat tubuh Dimas dan menerima ciuman di kedua pipinya.

Jelas sudah, pemandangan ini membuatku iri.

Aku langsung berdiri dan mengambil jasku, Davina melihat ke arahku.

"Mau kemana?"

Aku mengusap tengkukku.

"Sudah waktunya​ aku pulang"

"Ga mau makan malam dulu?" Tawarnya.

Aku menatap Davina dan Renzo bergantian, sebenarnya aku masih ingin menghabiskan waktu dengan Dimas, well, sekalian bisa mengobrol dengan Davina.

Tetapi pemandangan barusan dan beberapa saat lalu aku melihat cincin di jari manis Davina membuat dadaku bergemuruh.

Davina pantas mendapatkan kebahagiaan, tapi.... Rasanya aku tidak ingin sahabatku sendiri membahagiakan perempuan yang melahirkan anakku.

Apakah aku cemburu?

Kurasakan kepalaku yang sedikit pusing.

"Bill" Panggil Davina. Tangannya menarik pundakku pelan untuk duduk di sofa.

"Duduklah, mukamu pucat, akan ku buatkan teh manis hangat" Katanya sambil berjalan ke dapur.

"Sepertinya aku lebih membutuhkan vodka" Teriakku.

Davina berbalik dengan mata membulat.

"Kau pikir ini rumah siapa? Mana ada minuman seperti itu di rumahku"

Renzo dan Dimas duduk di seberang ku.

"Are you okay bro?" Tanya Renzo.

Dimas memperhatikan aku.

Aku mengangguk, lalu memejamkan mataku sebentar.

Ku rasakan keningku di raba telapak tangan mungil.

"I think you are fever dad" Dimas menaiki sofa lalu memelukku.

"Mommy always do the same, she will hug me and kiss me when I fever"

Mata hijau Dimas menatap mataku.

Sepertinya pandangan mataku berkabut.

Aku benar-benar menginginkan perhatian Dimas.

"But you haven't kiss me yet" Suaraku terdengar parau.

Dimas kembali memelukku dan mencium rahangku.

Aku membalas pelukannya.

Anak yang dulu aku tinggalkan, dan dia memberikan kasih sayang yang nyata.

Renzo melihat ke arah kami dan tersenyum.

Kulihat Davina membawakan secangkir teh dan meletakkannya di atas meja.

"Ada apa?" Tanyanya bingung.

"Dimas menduga Bill demam, dan memberikan pelukan biar Bill sembuh"

Renzo berkata sambil menggeser duduknya agar Davina bisa duduk di sampingnya, tangannya langsung merangkul pundak Davina dan mengecup bibir Davina singkat.

Aku memejamkan mataku lagi, berharap apa yang kurasakan di dadaku menghilang.

Aku merenggangkan pelukanku dan meletakkan Dimas di samping. Aku berdiri.

"Sebaiknya aku pulang"

Mereka bertiga menatapku.

Dengan canggung aku mengambil jas ku lagi dan berbalik ke arah pintu.

"Bill" Panggil Davina.

"You can stay here"

Perkataan Davina sukses membuatku menghentikan langkahku.

Tbc

decisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang