Part 7

28 5 0
                                    

Pagi ini, Reynan bersiap-siap seperti biasa. Bedanya hari ini ia sangat bersemangat mengetahui jika hari ini ia akan menembak Ata. Cewek idaman Reynan. Kemarin ia sudah latihan bersama Emma, kakaknya Ata, pasti nanti udah keren.

Setelah siap, ia menancapkan gas pada mobilnya dan langsung menuju sekolah.

Berbeda dengan Reynan, Emma pagi ini terlihat sangat lelah. Ia sudah banyak mengeluarkan air mata. Hari ini pasti Reynan akan menembak Ata. Begitu pikirnya. Emma sudah siap, dan ia tidak akan menangis lagi karena air matanya sudah habis terkuras hari ini.

Emma tidak bangun terlambat, bahkan ia bangun lebih pagi dari Ata. Emma sudah memutuskan untuk berangkat naik mobil. Ia sudah bisa nyetir mobil, tapi belum selancar Ata. Ata memang bisa segalanya, beda dengan Emma.

Usai bersiap-siap, Emma mengambil roti dimeja makan dan mengambil kunci mobil nya. Ia berangkat sangat pagi. Pukul 5.30. Entah gerbang sekolahnya sudah dibuka atau belum.

"Em, bangun, udah jam 6 nih." teriak Ata dari luar kamarnya. Mendengar tidak ada sahutan, Ata membuka kamar Emma. Tidak ada. Ia melangkah menuju kamar mandi kamar Emma. Tidak ada. 'Dimana anak itu?' batin Ata.

"Bi. Liat Emma nggak?" tanya Ata pada Bi Minah setelah sampai di dapur.

"Tadi Non Emma udah berangkat jam setengah enam. Naik mobil." jawab Bi Minah.

"Oh" Ata sebenarnya bingung, apa yang terjadi pada Emma. Belum pernah terjadi seperti ini sebelumnya. 'Nanti aku tanyakan pada Kak Reynan pas ketemu' batin Ata.

***

Saat Emma sampai, sekolahnya sangat sepi. Hanya beberapa anak yang rumahnya jauh yang sudah datang. Jika Emma pergi ke kelas, nanti pasti ketemu Ata. Ia sedang malas bertemu dia hari ini.

Melihat perpustakaan yang sudah dibuka, Emma melangkahkan kakinya kesana. Saat masuk, bau buku-buku langsung tercium di indra penciuman Emma. Namun itu dihiraukan oleh Emma. Ia menaiki tangga dan mencari-cari posisi yang pas. Kini ia berada di atap perpustakaan.

KRINGG

"Perasaan baru aja nyampe sini, masa iya udah bel?" tanya Emma pada dirinya sendiri.

"Makanya jangan pake perasaan bego." Emma mendengar suara yang asing di telinganya. Emma menoleh. Ia mendapati seorang cowok yang memakai seragam sekolah sama dengannya berjalan menuju ke arahnya dan duduk disampingnya. Kemudian ia tersadar.

"Apa? Lo bilang gue bego? Siapa lo beraninya bilang gitu."

"Loh bukannya elo emang bego ya?" tanya cowok itu.

"Iya juga sih." Emma sadar diri jika dirinya itu tidak cerdas seperti Ata.

"Lo pasti kesini gara-gara cinta lo bertepuk sebelah tangan." katanya setelah beberapa menit hening.

"Lo tau darimana?"

"Udah ketebak. Oh ya, gue Karen."

"Ga nanya." cowok itu berdecak kesal. Entah mengapa Emma senang melihatnya seperti itu.

"Entah mengapa lo seneng liat gue kaya gini." Karen mengucapkan apa yang aku pikirkan.

"Lo mindreader? Oh ya, gue Emma."

"Iya. Jalan yuk? Nyari angin." gue nggak kaget denger kalo dia mindreader. Udah kebaca. Tapi apa dia bisa dipercaya?

"Lo bisa percaya sama gue." ucap Karen lagi.

"Gue sampe lupa kalo lo mindreader. Yaudah ayok." mereka beranjak dari tempat mereka duduk.

*sampainya di parkiran

"Naik mobil gue aja. Biar adek lo tau kalo lo di sekolah, cuman bolos pelajaran." Emma mulai kesal dengan cowok disebelahnya.

"Lo bisa nggak sih nggak usah baca pikiran gue? Bikin kesel orang aja"

'Entah kenapa gue juga seneng liat lo kesel gitu.' batin karen.

"Entah kenapa lo juga seneng liat gue kesel." Emma menyuarakan pikiran Karen.

"Lo juga mindreader?" Karen kaget.

"Iya." kemudian mereka menaiki mobil Karen dan meninggalkan sekolah yang entah mengapa gerbangnya terbuka. Mungkin Pak Botak, satpam sekolah sudah mengijinkan Karen dan Emma pergi.

'Bicara sama lo ngebuat gue bisa melupakan masalah gue sejenak. Gue nggak tau dengan ketemu lo ini serendipity ataukah zemblanity' pikir mereka berdua.

When Zemblanity Become SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang