Kringg
Bel istirahat sudah berbunyi. Dan Ata bingung keman kakaknya pergi. Tadi dia juga ngeliat mobilnya Emma di parkiran, tapi anaknya gak ada di sini.
"Ta, Emma kemana sih?" tanya Fani yang juga bingung akan keberadaan Emma.
"Gue juga nggak tau, tadi gue ngeliat mobilnya ada di parkiran, tapi anaknya nggak ada. Gue salah apa sih sebenernya?"
"Mungkin cuman salah paham aja. Mendingan ntar lo nanya sama Kak Reynan pas ketemu." saran Fani yang memang sudah tau ceritanya dari Ata tentunya.
"Iya deh. Kantin yuk." ajak Ata yang dijawab dengan anggukan oleh Fani.
Di kantin pun tidak terlihat batang hidung Emma. Kak Henry dan kawan-kawan juga nggak ada. Itu membuat Ata semakin penasaran.
***
"Lo ngajakin gue kemana sih?"
"Ke tempat indah, udah ayo turun." ajak Karen.
Setelah turun dari mobil, Emma dan Karen masih harus jalan kaki untuk sampai di tujuan. Emma dari tadi hanya mendengus kesal yang membuat Karen tersenyum. Tunggu! Karen tersenyum? Sepertinya dia khilaf.
Akhirnya mereka sampai di sebuah rumah pohon yang lumayan besar. Karen menyuruh Emma naik duluan yang kemudian disusul Karen.
Emma memasuki ruangan itu. Didalamnya ada kasur kecil dan beberapa barang yang mungkin milik Karen. Kesan yang langsung diberikan Emma adalah sangat berantakan.
Ada sebuah meja kecil di samping tempat tidur, ada laptop, selimut, juga buku-buku. Emma penasaran, mengapa sepertinya ini adalah kamar yang selalu di tempati? Apa Karen tidak pernah pulang ke rumah? Jika Karen tidur disini, apa ia tidak takut? Ya memang ada pintunya dan ini tertutup, tapi.. Ah sudahlah. Ini bukan urusannya.
"Gue juga pulang ke rumah kok, tapi kadang-kadang. Gue lebih nyaman disini." Emma hanya mendengarkan dengan seksama. Ia tau Karen sedang ada masalah, dan ia siap menjadi pendengar yang baik. Karen pun melanjutkan kisahnya.
"Nyokap-bokap gue baru aja cerai. Nyokap selingkuh dan mereka bertengkar hebat. Mereka tidak hanya adu mulut, bahkan barang-barang tak berdosa yang ada di sekitar mereka dijadikan pelampiasan. Gue cuman bisa memeluk adek gue dan menyuruhnya menutup telinga. Gue nggak tau harus nenangin adek gue yang nangis kejer dengan cara apa. Mereka juga tidak peduli. Dan akhirnya mereka memutuskan untuk cerai, dengan adek gue ngikut nyokap dan gue ikut bokap.
Gue kasian ama adek gue yang baru berumur 5 tahun harus ikut menanggung beban ini. Dia sering cerita ke gue kalo dia selalu di ejek temen-temennya karna gak punya bokap. Padahal bokapnya masih ada di sini." tak terasa pipi Emma mulai panas. Emma meneteskan air matanya.
"Udah nggak usah nangis. Gue nggak suka ngeliat lo nangis." Karen mengusap air mata Emma dan pipi Emma pun semakin memanas.
"Cerita kita bener-bener sama, Ren. Bedanya, adek gue udah gede dan gue nggak nyuruh dia nutup telinganya. Bahkan gue yang nutup telinga gue sendiri. Trus kalo di cerita gue, bokap yang selingkuh dan sekarang gue sama adek gue, Ata, ngikut nyokap." Emma terpaksa harus membuka luka itu lagi.
"Mama gue bahkan dipukul sama Papa gue sampe pingsan. Gue takut banget waktu itu. Gue takut kalo Mama ninggalin kita. Gue takut nggak bisa ngeliat muka Mama lagi. Dan sampe sekarang gue benci banget sama bokap gue. Dia udah ngebuat Mama gue sekarat di rumah sakit seminggu. Gue bener-bener takut kehilangan dia." air mata Emma mengalir deras.
Karen yang juga merasakan kesedihan itu memeluk tubuh ramping Emma. Emma dan Karen sangat nyaman berada berada di pelukan itu. Kemudian mereka saling pandang.
"Lo sangat nyaman ada di pelukan gue!?!" mereka mengucapkannya bersamaan dan tawa langsung menghiasi wajah mereka.
"Balik yuk, udah mau jam pulang nih." ajak Karen. Emma hanya mengangguk setuju.
Mereka berjalan beriringan menuju mobil Karen. Terlihat serasi.
"Temenin gue dulu ya nanti, jangan langsung pulang. Gue mau ngeliat Kak Reynan nembak Ata. Gue yakin lo udah bisa tau masalah gue sama most wanted itu tanpa perlu gue cerita." pinta Emma dengan puppy eyes andalannya yang ngebuat siapapun takluk termasuk Karen saat ini.
"Iya gue udah tau masalah lo yang satu ini dan gue bakalan nemenin lo dengan syarat, lo gak boleh nangis. Lo gak boleh keliatan lemah. Lo harus maafin adek lo, karna gue yakin adek lo gak tau apa-apa soal ini." jelas Karen
"Jangan bilang kalo lo juga suka sama adek gue." Emma mendelik.
"Jangan bilang lo cemburu sama adek lo." Karen senang mendengar pernyataan Emma barusan. Emma mencebik kesal.
"Kita bahkan baru kenal, Karen. Eh lo kelas berapa?"
"Baru kenal pun lo udah cemburu. Kelas XI IPA 2. Gue gak tau kenapa bisa masuk kelas ipa." mereka kembali berpandangan.
"Padahal gue benci sama biologi, fisika, apalagi kimia." ucap mereka bersamaan dan mereka pun tertawa.
***
"Ta, lo dipanggil Kak Reynan tuh." seru Lita, temen sekelas Ata, yang baru saja mau pulang.
"Eh, iya Lit." sahut Ata.
"Gue duluan ya, Ta." tanpa menunggu balasan Ata, Lita langsung ngeloyor pergi.Usai membereskan buku-bukunya, Ata ingin menghampiri Reynan yang sebelumnya Ata menyuruh Fani pulang duluan. Sekolah sudah sepi. Biasanya Emma langsung menggeret tangan Ata jika ia harus menunggu sepi. Tapi sekarang tidak ada Emma.
"Hai kak, jadi kita kemana nih?" tanya Ata to the point.
"Sori ya kita nggak jadi jalan, tapi gue mau ngajak lo ke taman sekolah bentar."
Sesampainya di taman sekolah, Reynan mempersilakan Ata duduk. Dan disana proses penembakan berlangsung. Ata yang tidak tau apa-apa terkejut mendengar penjelasan Reynan. Pantas saja Emma marah padanya, ternyata ini alasannya.
"Sori Kak, gue nggak bisa. Gue nggak bisa ngekhianatin sahabat gue."kata Ata kemudian.
"Maksudnya ,Ta?"
"Gue nggak bisa nerima lo kak. Gue udah suka sama yang lain, jadi gue harap kita temenan aja ya?" putus Ata. Teman-teman Reynan yang sedang sembunyi kecewa mendengarnya. Tapi apa boleh buat.
"Iya, gapapa kok Ta, lagian gue kan nggak bisa maksa lo buat suka sama gue. Emm gue boleh minta peluk lo nggak? Tanda sahabat, gue nggak mau jadi temen lo." Ata mengangguk.
Dan dua pasang mata yang baru saja datang menyaksikan hal itu. Mereka barpelukan. Salah satu dari mereka ingin menumpahkan air matanya. Tiba-tiba Karen membalikkan bahu Emma agar berhadapan dengannya dan mengusap air mata Emma. Ya. Mereka Karen dan Emma.
"Bukannya lo udah janji sama gue kalo lo gak bakalan nangis? Tapi lo ngingkarin janji itu."
"Apa gue masih bisa maafin Ata? Gue gak yakin bisa ngelakuin itu." ucap Emma dengan suara paraunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Zemblanity Become Serendipity
Ficção AdolescenteBukan pertama kalinya bagi seorang Emma merasakan jatuh cinta. Namun mengapa kali ini lebih rumit? Emma benar-benar merasa bahwa dirinya adalah seseorang yang paling bodoh di dunia. Ia tidak menyangka akhirnya akan seperti ini. -HIATUS ENTAH SAMPAI...