AUTHOR'S POV
"Emma, ada Kak Karen di luar." kata salah satu teman Emma. "Gue duluan ya, Ta, Fan." Emma berjalan keluar setelah selesai membereskan mejanya. "Ya deh, percaya yang udah punya doi." Fani mengedipkan sebelah matanya pada Emma. "Apaan sih lo."
Emma menghampiri Karen yang bersender di pintu sambil salah satu tangannya dia masukkan ke dalam saku. Kelihatan cool. Emma senang hari ini Karen sudah bisa masuk sekolah meskipun masih ada bekas luka di wajah dan tangannya. Tapi itu tidak mengurangi kegantengan nya.
"Gue tau gue ganteng. Sampai lo tersepona gitu sama gue." ucap Karen dengan pede-nya. "Najis. Yang ada itu terpesona, bukan tersepona. Bego."
"Eh, adek ngomongnya ya, yang ngajarin siapa sih." Karen mencubit pipi Emma lembut. (Nyubit lembut gimana deh?) "Yang ngajarin Karen ogeb. Udah deh yuk kantin, laper banget gue."
Mereka berjalan beriringan ke kantin. Banyak pasang mata menatap mereka namun tak dihiraukannya.
"Lo mau pesen apa?" tanya Karen. "Nasi goreng sama es teh aja deh." jawab Emma.
"Es teh manis apa es teh anget?" gida Karen. Emma hanya memutar bila matanya malas.
Merasa tak dihiraukan, Karen berlalu menuju salah satu penjual nasi goreng dan menyebutkan pesanannya. Setelah mendapatkan pesanan yang dia inginkan, ia berjalan menuju meja Emma.
"By the way, Kak Brian kemana, Ren?"
"Dia dikelas lagi ngerjain pr matematika. Gue ajak nggak mau yaudah gue tinggal." jawab Karen sambil mendudukkan badannya di kursi depan Emma. Emma hanya ber-oh ria.
"Lo masih naksir sama Reynan?" Karen bertanya di tengah kesibukan makannya. Emma tersedak yang langsung disodori es teh oleh Karen. "Gue salah ngomong, ya?" lanjutnya.
"Gue juga nggak bisa nyimpulin gimana perasaan gue sekarang."
"Kalo Reynan nembak lo gimana? Lo tolak atau lo terima?" pertanyaan Karen membuat Emma tersedak lagi. Tapi Karen tidak lagi menyodorkan minuman untuk Emma. "Kalau itu nggak usah ditanya lagi, pasti gue terima." jawab Emma mantab. Karen merasa sangat tertohok. Tapi mengapa? Bukankah Karen hanya menganggapnya sebagai adik? Ataukah mungkin Karen hanya ingin adiknya tidak sakit hati karena Reynan justru suka dengan Emma?
"Ata sama Fani kok nggak kesini sih?" Karen berusaha mengalihkan pembicaraan. "Palingan Fani bawa makanan dari rumah, terus dimakan bareng sama Ata. By the way lo nggak mau cerita apa gitu sama gue?"
"Em cerita apa ya?" tanyanya pada diri sendiri, kemudian ia melanjutkan, "Oh iya, sekarang Sofia itu makin kecentilan sama gue, jadi lo harus semakin berhati-hati sama dia."
"Dan cara yang benar untuk berhati-hati dari dia adalah dengan cara menjauh dari lo."
Jleb.
"Maksud gue nggak gitu, udah deh lupain. Lagian juga ada gue yang bisa jagain lo. Sekarang lo yang cerita." Emma tidak mengerti maksud dari ucapan Karen. Ia langsung bercerita.
"Hari ini ada dua murid baru, yang cewek namanya Nadine, cantik, keliatannya juga baik. Terus yang cowok namanya Reagan, gue ngiranya dia juga baik karena tampangnya itu perfect, ganteng tingkat dewa. Tapi pas perkenalan, ternyata dia itu dingin banget. Coba aja kalo nggak dingin gitu, pasti udah gue gebet." Karen mengangguk-anggukan kepalanya, namun setelah mendengar kalimat terakhir Emma ia menjitak kepala Emma.
"Lo kenapa malah jitak gue sih." Emma yang tidak tau pun hanya mengelus kepalanya yang habis dijitak Karen. "Bukannya gebetan lo sekarang itu Reynan? Kenapa lo mikir buat nyari yang lain? Tipe cewek nggak setia nih. Bahkan gue nggak yakin kalo lo itu beneran cewek." sekarang gantian Emma yang menjitak kepala Karen yang dihadiahi pelototan oleh Karen. "Gue cuman bercanda bego. Satu lagi, gue itu cewek tulen ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
When Zemblanity Become Serendipity
JugendliteraturBukan pertama kalinya bagi seorang Emma merasakan jatuh cinta. Namun mengapa kali ini lebih rumit? Emma benar-benar merasa bahwa dirinya adalah seseorang yang paling bodoh di dunia. Ia tidak menyangka akhirnya akan seperti ini. -HIATUS ENTAH SAMPAI...