The Plan

147 14 0
                                    


27 November 2011

Dua orang remaja sedang menikmati waktu istirahat mereka di atap sekolah  yang terbuka dan begitu sejuk. Pacaran? Tidak, mereka berdua hanyalah sahabat yang mencintai satu sama lain namun terlalu takut untuk menyatakan perasaan masing-masing. Alasannya? Karena mereka tidak mau merusak pertemanan mereka, pertemanan yang sudah dibangun selama 10 tahun.

"Mimpi kamu apa, Yeol?"  tanya Wendy sambil memainkan telinga Chanyeol

"Hmm.. Entahlah, aku ga pernah mikirin tentang mimpi aku. Aku cuman pengen bantu perusahaan Ayah aku biar bisa berkembang kayak perusahaan Ibu kamu"

Chanyeol menatap Wendy yang tengah tersenyum kepadanya. Chanyeol yang tadinya mengistirahatkan kepalanya dipaha Wendy kini  duduk didepan Wendy sambil menyilangkan kakinya.

"Aku pernah berjanji sama Ibu, kalau aku bakalan ikut jejak dia. Jadi seorang penyanyi terkenal lalu kalau aku sudah cukup tua. Aku akan meneruskan perusahaan ibu."

Chanyeol mencubit pipi Wendy gemas, dia selalu ingin jadi pelindung bagi Wendy ketika dia merasa sedih, kesepian, kelaparan, kecewa, bahagia. Chanyeol ingin jadi orang pertama yang ada disamping Wendy.

"Kamu pasti bisa. Kamu sama luar biasanya sama ibu kamu. Nih pas kalian nyanyi di acara sekolah kita kemaren, aku ngambil foto kalian"

Chanyeol memperlihatkan hasil foto yang dia ambil ketika Wendy selesai tampil dengan ibunya.

Wendy tersenyum hangat ketika melihat foto itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wendy tersenyum hangat ketika melihat foto itu. Dia kemudian memeluk Chanyeol erat, membuat Chanyeol sedikit salah tingkah.

"Makasih loh ya. Kamu emang sahabat  terbaik aku, Yeol."

Mendengar kalimat Wendy yang menyatakan bahwa dirinya hanya seorang sahabat untuk Wendy membuat Chanyeol merasa kecewa. Namun dia sadar, dia tidak bisa melewati batas untuk kepentingan mereka berdua. Ditambah lagi kedua orang tua mereka tidak terlalu akur karena masalah perusahaan mereka.

"Coba aja ya, Ibu kamu ga buka perusahaan dan tetep jadi penyanyi, terus papa aku yang buka perusahaannya terus ibu kamu nanti jadi penyanyi dibawah perusahaan papa aku. Pasti bakal jadi sukses banget tuh mereka berdua." Chanyeol terkekeh, namun tidak dengan Wendy.

"Kamu kok ngomong kayak gitu?! Jadi kamu ngerasa ibu aku ga pantes jadi Direktur diperusahaan?!?  Dan hanya cocok jadi penyanyi aja? Yang bisa diatur ayah kamu dan ngelakuin apapun yang ayah kamu mau?!!  Kamu jahat, Yeol!" Wendy menangis seperti anak kecil yang kehilangan boneka kesayangannya.

Chanyeol panik, dia tidak bermaksud seperti itu, Wendy salah menanggapinya. Chanyeol hanya bermaksud untuk bercanda. Chanyeol menarik Wendy dalam dekapannya, mengelus rambutnya untuk menenangkan Wendy.

"Olaf maafin aku. Aku cuman bercanda kok. Aku seneng liat ibu kamu sukses. Aku bahagia kalau kamu bahagia, aku sedih kalau kamu sedih. Seulgi sama Irene juga bakal gitu. Jadi please jangan nangis. Aku ga kuat ngeliatnya apalagi aku yang jadi alasan tangisan kamu. Aku merasa orang paling bodoh kalau orang yang aku sayangi menangis."

Wendy terkejut dengan tutur kata Chanyeol. Dia tidak pernah menyangka bahwa Chanyeol akan mengucapkan pernyataan seperti itu.

Aku sayang sama kamu, Park Chanyeol.

⛄⛄⛄

"Okay, jadi gini rencananya. Seulgi,  sama Jimin kalian tolong kalian cek gedung tua di daerah Gangnam yang  Chanyeol bilang tadi. Ini alamatnya" Suho menyodorkan secarik kertas bertuliskan alamat yang dimaksud kepada Seulgi.

"Irene sama aku nanti bakalan ngecek semua tempat yang biasa dikunjungi Wendy disini kalau dia lagi sedih. Nanti kita mencar ya, sayang. Maafin Suho yaa. Aku gamau mencar tapi demi si Olaf gapapa lah sekali-sekali" Suho yang tadinya menjelaskan rencana mereka untuk mencari Wendy tiba berubah menjadi Suho yang manja ketika Irene kembali dari toilet.

Semua yang ada disitu lantas memutar bola mereka merasa geli dengan adegan yang baru saja mereka lihat.

"Aissh ayo lanjutin dulu itu. Genit dasar. Lagian aku kan satu tim sama kamu " tanpa ragu Irene langsung menjitak kepala Suho.

"Auuuh sakit, yang. Gapapa genitin pacar sendiri hehehe... Okay lanjut. Suga sama Chanyeol tolong kalian cari Sehun. Dia harus tahu kalau pacarnya ilang. Coba hubungi, terus kalau bisa datengin rumah dia."

"Yak!! Kenapa jadi gue sama si telinga lebar ini yang nyari Sehun?! Gamau gue"

"Buset pengaturan lu, hyung. Lu pada pacaran masa iya gue harus nyari Sehun sama si vampir curut ini!!"

Irene memberi mereka berdua tatapan mengintimidasi secara bergantian.

"YAK!! SIAPA YANG PUNYA WAKTU BUAT PACARAN KALAU SAHABAT MEREKA ILANG KAYAK GINI? GAUSAH EGOIS BISA GA SIH? KITA JUGA DIPASANGIN SAMA PASANGAN MASING-MASING BIAR ADA PERLINDUNGAN KALAU ADA APA-APA MEREKA BISA BANTU!!"

Semuanya langsung terdiam ketika Irene berteriak. Tidak ada yang berani bicara. Irene yang biasanya terlihat tenang, kalem, dan keibuan tiba-tiba terlihat seperti singa betina dimata mereka. Sang kekasih pun tak kalah syok melihat Irene bisa kehilangan kontrol seperti ini. Tapi Suho mengerti. Irene sangat mengkhawatirkan Wendy.

"A-aah ma-maaf. Aku lagi dapet makanya jadi sensitif gini." Irene menundukan kepalanya, merasa bersalah telah membentak mereka semua.

"Yasudah, kita stick with the plan ya. Jangan ada tindakan tambahan. Saling kabarin satu sama lain. Kalau ada hal-hal mencurigakan jangan langsung gegabah. Okay?" Suho kembali melanjutkan rencana mereka.

Olaf, tunggu aku.








Hai semua. I'm back!!
It's been years since my last update. Sorry banget ya baru bisa update sekarang. Awalnya mau unpublished sih...
Anyways, aku terharu udah seribu reader. Mungkin buat kalian itu ga seberapa. Tapi buat aku itu bener-bener sebuah kehormatan buat seorang penulis amatir kayak aku.
Makasih yang mau baca sama vote ya.  I really appreciate it ❤️

Tunggu next update ya 😘

Promise { Slow Update} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang