Part 1

49.2K 1.1K 14
                                    


Seorang Kenzio Emmert baru menyadari rumah megah dihadapannya sudah banyak mengalami perombakan dari enam belas tahun yang lalu.  Usianya ketika itu masih kanak-kanak─8 tahun.

Hari ini, ia kembali ke rumah yang katanya pernah meminjamkan kebahagiaan. Kebahagiaan yang tak pernah bisa dideskripsikan oleh ingatannya, sekedar ia dengar berulang lalu ia yakini berdasarkan cerita orang lain. Mendiang Ibunya lah yang selalu mendongeng mengenai kebahagiaan dirumah itu. Bahagia miliknya yang kemudian direngut oleh seorang wanita jahat─pembunuh.

Menggunakan otaknya untuk mengingat dan menganalisis, Ken adalah ahlinya. Namun tetap saja Ken tak pernah berhasil menjangkau kenangan bahagia itu. Kali ini, Ken kembali dengan menyandang dua gelar sarjana sekaligus, M.B.A dan M.Com dengan hasil sangat memuaskan berkat otak pintarnya yang setingkat profesor.

Ken tersenyum ketika mobil yang membawanya berhenti. Seorang pria paruh baya dengan kursi roda sudah menantinya. Para pelayan dengan sigap menurunkan barang-barang dari bagasi sementara Pria paruh baya itu tak sekalipun berkedip sejak Ken melangkah keluar dari mobil.

"Apa kabar,Dad?" Air mata tampak disana ketika Ken melepaskan dekapan.

"Kenzi.." Eddie Eemert sudah menanti pertemuan ini selama enam belas tahun Ketika anak lelaki satu-satunya itu dipisahkan darinya. Tangan Ed yang terangkat lantas membuat Ken setengah berjongkok untuk menyetarakan tingginya dengan sang Ayah. Mula-mula Ed mengelus rambut lalu beralih menuju pipi. Mata indah itu tak luput dari perhatiannya.

"Ayah rindu pemilik mata ini.." Bola mata itu terlalu indah. Warnanya berkilau keemasan diteduhi bulu mata yang tebal.

Ken tersenyum simpul lalu menyapukan pandangan diantara pelayan-pelayan rumah yang berdiri, seperti mencari sosok lain disana.

"adikmu belum pulang."

"Aku penasaran bagaimana rupa adikku."

"Oh..dia sangat lah cantik, seperti ibunya."

Ed tampak bersalah ketika tak sengaja menyinggung hal tersebut, namun Ken melebarkan senyuman bermaksud melegakan ayahnya.

"lalu dimana ibunya yang cantik itu?" sorot mata Ed berubah sendu ketika Ken menanyakan perihal tersebut. Ken pun menyesali kepulangannya yang terlambat ke tanah kelahirannya.

Wanita itu ternyata sudah meninggal dua tahun yang lalu karena kanker. Ken tak pernah menerima berita kematiannya. Ia mengadu geraham geram sebab merasa kepulangannya menjadi suatu hal yang sia-sia.

Wajah ayahnya bukan hal yang pertama kali terbayang dibenak Ken saat mengakhiri perjalanan udara yang melelahkan. 17 jam waktu Ken dalam pesawat diisi dengan bersiasat membalaskan sakit hati yang masih menghinggapinya sampai detik ini. Sebaliknya, sejak seminggu yang lalu Ed sudah menunggu hari ini. Begitu antusias tatkala segenap hatinya dihinggapi rindu yang mengebu-ebu.

Ken menyimpan motif sendiri dibalik kepulangannya kerumah.

Cukup lama keduanya menghabiskan waktu dengan obrolan yang sekedar basa-basi semata bagi Ken. Dan nama Naya nyaris selalu terdengar di setiap kalimat yang tertutur dari bibir Ed.

"Naya.." tanpa sadar Ken mengulang nama itu dihadapan Ed diiringi sepintas senyum. Ken berandai-andai bila saja ayahnya tahu isi kepalanya sekarang, ayahnya tak mungkin membalas dengan senyuman, wajah Ken pun tak mungkin seutuh ini.

***

Pintu kamar Naya tertutup rapat sama seperti saat terakhir ia meninggalkan rumah. Ken seenaknya masuk, sementara pemilik kamar bernuansa kuning muda itu tidak ditempat.

Kamar Naya tidak begitu luas, namun tampak demikian sebab terlalu banyak menyisakan ruang kosong. Tidak seperti kamar gadis-gadis kenalan Ken yang umumnya dipenuhi beragam barang kebutuhan wanita. Seperti koleksi tas, belum lagi seabrek perawatan wanita. Kamar itu hanya berisikan kasur tidur ukuran queen, sebuah lemari sliding,tiga buah ukiran kayu yang dimanfaatkan menjadi rak gantung dan sebuah meja rias. Ada hal lain yang membuat Ken mengerutkan jidat. Buntelan benang wol yang berserakan di lantai, kasur, bahkan diatas meja rias. Malahan, isi laci meja rias pun juga dipenuhi bola-bola wol. Ken tahu itu dari benang-benangnya yang berjuntai keluar.

KANAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang