Part 2

29.1K 847 13
                                    

Sebagai anak lelaki satu-satunya, Kenzio Emmert sudah digariskan untuk mewarisi Elt Corp. EltCorp adalah perusahaan besar yang bergerilya di sektor elektronik kelas dunia. 

Ed yang merasa kesehatannya mulai memburuk, menjadi tidak sabar menguji kebolehan Ken memimpin perusahaan. Umur Ken yang beranjak 24 tahun dengan pembuktian predikat double degree dari jebolan Universitas terkemuka dunia untuk strata magister, membuat ayahnya cukup optimis bahwa laki-laki itu mampu. Ia bahkan bermimpi, dibawah kaki Ken, Elt Corp akan semakin tumbuh progresif. Meski Ken tetap butuh berproses sebelum benar-benar menyandang titel CEO. Namun memimpin Elt Corp bukan ambisi terbesar Ken saat ini. Dan rahasia itu ia tutupi rapat-rapat.

Waktu sarapan pagi bersama, Ed sengaja mengundang tangan kanannya bergabung. Dia lah Mr.Milton, lelaki yang akan mengawasi bagaimana Ken menyelesaikan tugas-tugasnya di kantor nanti. Mr.Milton menjelaskan rincian tanggung jawab Ken di perusahaan dan menyerahkan beberapa dokumen pemula yang harus diselesaikan. Ken mengeluarkan gadgetnya, menotes poin-poin yang penting. Konsentrasinya terbagi ketika ayahnya membicarakan Naya. Ia memotong Mr. Milton dengan interupsi menaikkan tangan membuat Mr. Milton berhenti bicara.

"Harusnya dia sudah bangun. Well, she wakes earlier than us. Apakah tugas kuliahnya sedang banyak belakangan ini?" suara Ed terdengar khawatir. "Dani, Tolong panggilkan Naya. Make sure she is alright." Salah satu asisten rumah tangga perempuan yang bernama Dani itu langsung naik ke atas.

Ken kembali pada Mr.Milton. Sesekali tersenyum mengingat peristiwa di kamar Naya kemaren. Jejak tangannya pasti membekas dileher itu. Ken penasaran bagaimana nantinya Naya akan mengadu pada ayahnya. Normalnya orang lain akan takut. Tapi Ken tidak. Ia tidak takut atau bahkan khawatir membayangkan murka ayahnya. Tidak sedikitpun. Ayahnya bukan suatu halangan untuk menghancurkan Naya. Ken bisa membunuh ayahnya sendiri kalaupun harus. Bukan hal yang sulit untuk mematikan pria yang sudah sakit-sakit.

"Selamat pagi ayah." Naya datang mencium sebelah pipi Ed. Hari ini sweater berajut tebal dengan model leher turtle menjadi pilihan Naya dengan bawahan rok mekar. Fashion Naya sangat buruk. Bisa di mengerti mengapa di cuaca terik begini Naya memilih turtle neck sweater, ia pasti menyembunyikan lehernya dari ayah. Bodoh sekali, hal itu tetap saja akan membuat orang curiga. Ken menantikan jenis pertanyaan 'mengapa kau memakai baju seperti itu dicuaca terik begini?' namun Ed menyoalkan hal lain.

"Apakah kau sangat sibuk belakangan ini?" Ken nyaris tersedak mendengar pertanyaannya.

Ken yang membenci Naya saja merasa sekali keganjalan itu. Berpakaian tebal dalam cuaca terik. Melihatnya saja ikut membuat Ken gerah. Tapi Ed bereaksi seolah itu hal normal. Hanya ada dua kemungkinan, Ayahnya tidak peduli dengan Naya atau memang begitulah Naya sehari-hari. Ken teringat pertemuan pertama mereka kemaren, perempuan itu juga mengenakan sweater kebesaran.

Naya tersenyum sembari mengawali sarapannya. "Aku harus membagi waktu kuliahku dengan merajut. Aku mendapat banyak pesanan."

"Ken, adikmu ini begitu kreatif. Ia membuat baju- bajunya sendiri."

"Benarkah Nay?" Naya mengangguk gugup, menghindari tatapan Ken. 

Ken ingin tahu berapa banyak jenis orang yang menyukai bahan rajutan di negeri tropis ini. "Jadi, berapa banyak pesanan baju yang kau terima di bulan ini?"

"Dia menerima pesanan selimut. Para pembeli bahkan bisa memilih bentuknya sesuai keinginan mereka lewat internet. Naya hanya merajut baju untuk dirinya sendiri." Kembali Ed memotong.

Ken mengganguk. Tidak heran Naya hanya merajut baju untuk dirinya. Baju-baju itu terlalu buruk untuk dibeli.

"Mungkin kau bisa membuatkanku suatu hari." Ken pura-pura berminat.

KANAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang