m. until next time

866 62 28
                                    

Hari ini.

2 Oktober 2011. It's official.

Sesuai tanda tangan kontrak mereka yang sudah diurus dan dikeluarkan oleh Simon, kini Harry dan Louis resmi harus berpura-ura dan menutupi hubungan mereka. Bukan hal yang mudah, dan hingga kini Harry terus menyimpan dendam kesumatnya pada Simon.

Tapi apapun yang terjadi, tidak ada yang bisa mengehntikan kontrak yang sudah terjadi. Semua orang sudah setuju, bahkan Liam, Niall, dan Zayn juga telah mengetahuinya. Ketiganya sempat menolak betul-betul marah pada Uncle Si karena sikapnya yang dianggap kejam itu, tapi disayangkan kelimanya terikat kontrak yang sama.

Harry dan Louis bahkan masing-masing sudah saling menghubungi ibu mereka masing-masing, menumpahkan segala keluh kesah dan rasa terikat mereka. Kedua ibu mereka tentu saja menyatakan dukungan mereka kepada kedua anak itu, tapi sayangnya mereka juga tidak bisa membantu banyak. Semua tahu, bahwa hidup yang akan segera berubah ini merupakan bagian dari perjalanan mereka menjadi idola terkenal dikalangan anak muda.

"Lou?"

"Hm,"

Harry mendesah diam-diam. Beberapa hari ini, mereka mulai membiasakan satu sama lain dan mengurangi waktu mereka berbicara berdua atau bahkan pergi berdua. Sungguh sangat berat bagi Harry, melihat Lou kini mulai akrab dengan Eleanor. Bahkan keduanya sudah saling bertelpon bersama dan merencakan kencan mereka yang akan disiarkan secara publik besok.

"Ayolah, Lou. Kontrak itu sudah cukup menyulitkan untuk kita."

"Aku tahu." 

Louis tetap tidak bergeming, duduk di atas sofa tanpa melirik ke arah orang yang sedang mengajaknya berbicara. Ia tahu bahwa hati Harry benar-benar sedih saat ini, begitu juga dengan dirinya. Sudh beberapa hari ini rasanya sulit sekali untuk tidur. Waktu ia habiskan untuk memikirkan masak-masak resiko dari keputusan yang ia setujui ini dan masa depannya dengan Harry.

"Lou, berhentilah seperti anak kecil. Kau dengan perempuan itu tidak berarti hubungan kita harus seaneh ini. Saling mengenal, tapi tidak berbicara apapun. Tidak bisakah kita berteman seperti biasa?"

"Seperti ini kan?"

"Tidak. Beberapa hari ini kau mendiamiku. Kau berhenti berbicara padaku kecuali untuk hal-hal yang mendesak. Kau sekarang memilih menghabiskan waktu senggangmu untuk menelpon perempuan aneh itu. Kau tampak mulai mengikuti segala permainan yang dirancang Simon bodoh ini."

Louis menurunkan layar ponselnya, lalu menatap Harry tajam.

"Maksudmu apa?"

Harry terkejut melihat laki-laki itu menatapnya tajam, tidak berekspresi. Seakan-akan bukan wajah Louis yang ia kenal, yang ia sayang.

"Lou, aku tidak ingin kehilanganmu."

"Iya. Aku juga. Tapi kita tidak bisa memaksakan kehendak kita terus, Harry. Kita bukan lagi anak kecil. Kita berdua adalah pria dewasa yang seharusnya bisa bertindak dan berpikir matang. Memang inilah yang terbaik untuk kita berdua, untuk saat ini. Kau pikir ini mudah untukku? Tidak!"

Lou menahan napas, matanya berkobar marah.

"Aku tidak mau kau jadi cengeng dan lemah begini. Aku tidak mau kita bersikap seperti anak kecil, membangkang dari apa yang sudah kita setujui, dan berusaha berlari dari semua konsekuensi yang ada. Ini adalah keputusan kita. Kita memilih untuk saling jatuh cinta, kita uga harus bisa menanggung resikonya."

"Lou-"

"Jangan kau pikir semua ini aku lakukan dengan tangan terbuka. Tidak. Aku membenci projek ini sebanyak kau membencinya. Tapi kita harus bisa bersiap profesional. Aku harus bisa menerima ini. Aku harus bisa mulai belajar menyayangi perempuan itu, entah bagaimana caranya. Ini yang terbaik."

They Don't Know About Us [l.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang