Chapter 8 : The Game

132 28 22
                                    

"Pocky game? Apa itu?" tanyaku bingung. Aku melirik ke arah Eiji yang kini sangat terkejut, mukanya bersemu merah.

"(L/n) tidak tahu tentang pocky game?" tanya Ittoki tak percaya.

"Aku tak tahu. Apa itu?"

"Ya, itu adalah permainan berpasangan. Nanti masing-masing orang akan menggigit salah satu ujung dari pocky tersebut dan terus memakannya sampai ada yang mematahkan pocky tersebut. Nah, orang yang mematahkan pocky tersebut akan dikenai hukuman," jelas Ittoki.

Tunggu ... Tadi Ittoki bilang terus memakan sampai ada yang mematahkan pocky tersebut. Kalau tak ada yang mematahkan gimana dong?

"Ittoki-san, bagaimana kalau tidak ada yang mematahkan pocky nya?" tanyaku.

"Kalau tak ada yang mematahkannya berarti akan berciuman," sela Erina yang tiba-tiba saja ada di sebelah Ittoki

"Eh?" Aku terkejut, mukaku kini pasti memerah. Erina mengatakan hal tersebut tanpa ada rasa khawatir sedikitpun.

"Tidak, aku tidak mau," tolak Eiji.

"Ayolah, ini pasti seru," pinta Erina dengan mata berbinar-binar.

"Kenapa harus pocky game?" tanya Eiji tak setuju.

"Karena hanya ada satu orang yang benar-benar dihukum. Dan hukuman tersebut adalah menuruti keinginan yang menang selama satu minggu. Jadi biar adil, pocky game aja. Sekaligus meningkatkan keakraban dan ikatan," cerita Erina.

Eiji tak bisa menjawab. Mungkin, dia tak berani menjawab. Dia kan ... tipe orang yang tidak bisa melawan.

"Aku tak setuju. Masih banyak permainan lain dengan manfaat yang sama," dalihku.

Erina berdecak kesal. "Oh ayolah teman-temanku yang baik hati. Kali ini saja," pintanya.

Eiji tersenyum lesu. "Memangnya kita mau main apa?" tanyanya.

"Pertama kita akan nyanyi lagu karaoke berdua, terus orang yang nilainya lebih rendah harus main pocky game, dan orang yang mematahkan pocky tersebut terlebih dahulu harus mengikuti keinginan sang pemenang selama seminggu penuh," jelas Ittoki panjang lebar.

"Tapi, aku tak bisa bernyanyi," protesku.

"Oh ayolah (y/n)-chan, aku juga tak bisa bernyanyi dengan baik," bujuk Erina sambil merangkulku.

Aku menghela nafas pasrah. "Baiklah kali ini saja ya."

Mendengar jawabanku, senyum di wajah Erina merekah. Sesaat, ia bertatapan dengan Ittoki.

"Sudah, ayo kita menuju tempat karaoke!" Ajak Ittoki.

Aku sempat ragu untuk sejenak. Pasti ada yang salah. Pikiranku terus berkata agar aku menolak permintaan Erina. Namun, kenapa aku justru menerimanya?

Pikiranku buyar di saat aku merasakan tangan yang hangat menggenggamku. Aku menengok. Itu tangan Eiji.

"Eiji apa yang kau lakukan?" tanyaku terkejut.

"Eh maaf ( l/n)-san, aku tak sengaja," sesal Eiji sambil melepaskan tangannya.

"Ya itu tak apa-apa, susah ayo kita jalan saja mengikuti Erina dan Ittoki-san," kataku.

Eiji mengangguk kecil. "Iya, nanti mereka marah lagi," ujarnya.

Aku masih mengingat dengan jelas perasaan saat tangan Eiji terkait dengan tanganku. Hangat, tak seperti keadaan di rumah. Seperti ada aura khusus yang menyelimuti dirinya. Tapi aura apakah itu? Dan kenapa aura itu bisa ada di Eiji?

* * *

"Kita sudah sampai di tempat karaoke. Ingat peraturannya?" tanya Erina.

Silentrella || Otori Eiji X Silent!ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang