Chapter 14 : Escape

116 17 15
                                    

"Eiji, kau harus lari, sekarang." Aku berbisik padanya.

Eiji memandangku dengan khawatir. "Bagaimana denganmu? Terjebak di keramaian begini, kau pasti tak suka. Kau harus ikut denganku. Dan juga, Nagi sudah menegaskan bahwa kau harus ikut denganku. Bukankah kau sudah mendengarnya dengan jelas?" Sang pemuda beralasan.

"Kalau kau tertangkap sekarang akan lebih parah. Lari dulu, aku akan mengalihkan pehatiannya untuk sementara." Aku mendorong paksa tubuh Eiji, membuatnya berbaur dengan keramaian.

"Eiji, (y/n)-chan, di sini kalian rupanya." Aku kenal suara itu. Suara yang tak lain adalah milik Erina. "Aku akan mengalihkan perhatiannya, kau jangan khawatir." Erina tersenyum lembut ke arah kami, lalu berjalan ke arah Eiichi.

"Wakatta, aku serahkan padamu, Erina!" Aku menarik tangan Eiji menjauh dari pandangan kakaknya. "Untuk sekarang kita pergi ke tempat lain dulu."

Eiji yang masih terkejut hanya bisa mengangguk setuju. Aku berjalan pelan ke arah kerumunan yang sedang menikmati pesta ini. Tak seperti yang lainnya, kami tak bisa menikmati pesta ini. Aku berjalan dengan pelan, berusaha agar tidak menjadi pusat perhatian. Bayangkan jika ada dua orang berlari di pesta, pasti sorot mata akan tertuju pada mereka, 'kan? Karena itu, aku berjalan tanpa tergesa-gesa, untuk menghilangkan rasa curiga.

"Kita mau ke mana, (l/n)-san?" tanya Eiji sambil berjalan di sebelahku.

"Aku juga tidak tahu. Tapi yang pasti, kita harus mencari cara aman. Aku sarankan kita pergi agak jauh dari Saotome Academy."

"Di sini ada cafe kecil, kau mau pergi ke sana?" tawar Eiji.

Aku hanya membalas tawaran Eiji dengan sebuah anggukan kecil. Aku tak tahu lagi harus membawa Eiji ke mana, tapi yang jelas untuk sekarang ini, aku tidak ingin Eiji pergi.

Hujan mulai mengguyur jalanan, membuatku dan Eiji merasa sangat dingin. Dan tentu saja, baju kami menjadi basah. Sungguh, nasib kami begitu buruk malam ini, harus berlari dalam kondisi kedinginan dan super basah, sangat menyedihkan.

"Entah mengapa, aku sudah memprediksi hal seperti ini akan terjadi. Aku telah menyiapkan pakaian ganti untukmu dan juga untukmu. Mungkin pakaiannya terlalu besar, namun setidaknya kau tak perlu diam dalam kedinginan." Eiji menarik tanganku agar berjalan lebih cepat.

Setelah berlari sekitar 10 menit, kami sampai di kafe yang dimaksudkan Eiji. Kafe ini cukup kecil, namun tampaknya, Eiji telah mengenal pemilik kafe ini dengan baik. Hal itu dapat dilihat saat sang pemilik kafe dengan ramahnya tersenyum ke arah Eiji.

Eiji mengeluarkan sebuah celana dan kaus berwarna putih. "Kau bisa gunakan ini, di belakang sana ada kamar mandi, ganti saja di sana," terang Eiji sambil menyerahkan pakaian tersebut ke arahku.

Aku mengangguk seraya menerima pemberian Eiji. "Kalau sudah selesai, kau bisa menungguku di meja dekat jendela," tambahnya.

Setelah mendengarkan perkataannya sampai tuntas, aku bergegas ke kamar mandi. Baju yang kukenakan ini sudah basah dan membuatku sangat tak nyaman. Ingin rasanya aku memutar ulang waktu. Kalau hal itu bisa terjadi, aku tak akan memakai baju ini. Sungguh merepotkan.

Usai mengganti baju, aku tak dapat menemukan eksistensi Eiji. Kulirik ke arah kanan dan kiri, hanya ada pelanggan yang lalu lalang di sekitar tempatku saat ini. Aku pun memutuskan untuk mengikuti instruksi Eiji dan akhirnya duduk di sebuah kursi kayu dekat jendela. Dapat kulihat rintik-rintik hujan yang masih turun membasahi bumi. Jika keadaannya seperti ini, kami tak akan bisa pulang.

Aroma kopi mulai menyapa indra penciumanku. Aroma yang benar-benar menggugah selera. Bukan hanya kopi, tapi ada berbagai jenis kue yang dipajang di etalase.

Silentrella || Otori Eiji X Silent!ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang