sepuluh

6.2K 687 38
                                    

"Kau bisa'kan?"

Kepala Irene menoleh menatap laki-laki didepannya. Bola matanya menunjukkan keraguan. Namun, wanita yang sudah berusia 26 tahun itu kemudian tersenyum dan mengangguk.

"Tidak akan sakit. Hanya perih sedikit saja." pria dihadapan Irene kembali bersuara.

Irene bukan tipe orang yang mudah tenang walaupun sudah ditenangkan seperti itu. Dia akan tetap takut bagaimanapun caranya.

"Aku mulai."

Kedua mata Irene langsung terpejam. Mulutnya ia katupkan sekuat mungkin agar tak mengeluarkan suara sedikitpun ketika rasa sakit mulai menyerangnya.

Sayangnya, seberapa keras Irene menahan jeritannya, pada akhirnya jeritan itu lolos dari mulutnya.

"Akhhhh! Sakit sekaliii!"

"Ayolah, disuntik begitu saja masa berteriak?" Wendy bersuara ketika melihat ekspresi kesakitan Irene. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya sembari memberikan jempol ke bawah.

Si pria yang tak lain adalah perawat itu pun melepaskan jarum suntik dari lengan Irene. Dia lantas menutup lubang bekas suntikan dengan kapas basah. "Sekarang, kalian bisa menunggu didepan sementara darah nona Irene akan diperiksa," katanya.

Irene bangun dari bangkunya lalu membungkuk 90 derajat. "Terima kasih."

"Sama-sama," balas si perawat.

Wendy dan Irene pun keluar dari ruangan tersebut. Kakak-beradik tersebut lalu duduk diseberang laboratorium tempat mereka berada barusan.

Wendy menatap Irene sejenak. Ia lalu menatap pintu lab dihadapan mereka. "Jangan suka kerja lewat batas lagi. Jangan gila kerja. Pikirkan kesehatanmu juga," ujarnya.

"Hm." Hanya itu balasan Irene.

"Apa Taehyung tahu kalau kau sakit?" tanya Wendy sembari melirik Irene.

Irene belum menjawab, membuat keadaan di antara mereka berdua menjadi hening seketika. Tapi, tak lama wanita itu pun menjawab pertanyaan Wendy. "Dia tidak tahu karena kami sudah putus."

Bola mata Wendy melebar seketika. Ia menghadapkan badannya pada Irene. "Demi apa?! Kau gila? Kalian putus setelah hampir 4 tahun?"

Irene mengangguk lemah.

"Ke-kenapa bisa?"

Irene menatap Wendy beberapa saat sebelum akhirnya wanita itu tertawa keras. Tertawa sangat lepas seolah dia tidak merasakan badannya yang saat ini sedang tidak enak. Thanks for the reaction, Wendy, batin Irene.

"Ish! Apa yang lucu? Kenapa malah tertawa?"

"Kita putus kemarin, dan lusa kita akan bertunangan."

Kali ini reaksi Wendy 10 kali lebih kaget dari sebelumnya. Mulutnya menganga lebar, hampir mengeluarkan saliva dari sudut bibirnya. Bola matanya bahkan nampak ingin keluar sekarang.

Sekali lagi, Irene tertawa keras melihat wajah adiknya itu.

"Woah, jinjja? Kenapa aku tidak tahu soal ini? Kau dan Ibu merahasiakannya dariku, eoh?" tanya Wendy.

"Ya, bisa dibilang begitu. Dan sebenarnya aku baru mau mengatakan itu padamu besok. Tapi, ya, sudahlah."

Wendy memasang tampang kesal di wajahnya. Namun, dia tak bisa mengelak bahwa ia bahagia karena pasti tak lama lagi Irene akan segera menikah. "Aku tak sabar melihat kalian menikah," ujarnya tak lama setelah itu.

Mommy | WenGa (II) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang