6

1.5K 83 0
                                    

"Kenapa?" Tanyaku penasaran.
"Tak apa," tukas Aunty Emma.
"Tolong balas terimakasihku pada gurumu itu," sambungnya.

Olivia penasaran mengapa Aunty Emma tersenyum tak jelas dengan kertas itu. Apakah Mr. Janchkin memberi Aunty Emma sekertas lelucon? Batinnya.

"Apa arti bahasa itu, Aunty?" Tanya Olivia.
"Ini hanya undangan pesta," jawab Emma.
"Mandilah, setelah itu aku akan mengantarmu kembali ke asrama," sambung Aunty Emma.

Olivia mengerutkan dahinya. Ia cukup kecewa karena Aunty Emma yang tidak menyempatkan waktunya kepada Olivia hari ini. Tetapi Olivia tidak menyimpan dendam terhadap Aunty Emma. Ia segera mandi dan mengemas kembali barang - barangnya yang memang belum disentuhnya sedari tadi.

***

Hari sudah petang, matahari bersembunyi. Claire terdiam serius membaca novel bertema romantis itu. Ia terbawa perasaan hingga setetes air mata keluar dari matanya itu. Tanpa ia sadari, seseorang telah mengetuk pintu sedari tadi.

"Sebentar," sahut Claire.
Claire membuka pintu tersebut dan menemukan David yang sedang berdiri tegak sembari membawa sebungkus coklat cadburry di tangannya. Menggiurkan! Batin Claire.
Tetapi ada yang janggal, mengapa David diperbolehkan ke asrama perempuan? Batinnya lagi.

"Sedang apa kau di sini?" Tanya Claire.
"Um, apakah ada Livia di sini?" Balas David.
"Jawab dulu pertanyaanku!"
"Aku tinggal di kamar sebelah, Aku dan Jade sekamar. Kepala sekolah memperbolehkan kami tinggal di sini karena kamar di asrama pria sudah penuh," jelas David.

Claire mengganguk.
"Livia sedang mengunjungi bibinya, mungkin sebentar lagi dia akan pulang. Kenapa mencarinya?
"

Bukan urusanmu. Aku hanya ingin menemui Livia, jangan banyak bertanya." Tegas David.
"Lancang sekali," sahut Claire.
"Aku akan mengatakan kepada Livia kalau kau lancang padaku!" Sambungnya.

David tak dapat melanjutkan perkataannya. Ia telah kalah telak akibat satu gertakkan dari Claire.
"Kalau begitu," Jawab David.
"Berikan ini kepada Livia." Ucapnya.
David menyodorkan coklat bermerek itu kepada Claire. Tanpa fikir panjang, Claire langsung mengambilnya.

***

Suara ketukan terdengar lagi. Kali ini berbeda, pintu itu terbuka sendiri tanpa dibuka oleh Claire.
"Aku lelah sekali!" Ujar Livia.

Livia dan Claire mempunyai kunci cadangan untuk mereka berdua. Jadi mereka mempunyai kunci kamar masing-masing.
"Kau sudah pulang?" Tanya Claire yang masih serius dengan novelnya itu.
"Ya," jawab Livia.
"Membosankan." Sambungnya.

"Kenapa? Apa kau bertengkar dengan bibimu?"
"Tidak." Jawab Livia singkat.
"Kau bertemu John Cena?"Tanya Claire lagi.
"Bukan."
"Justin bieber masih perjaka?"
"Hm, bukan."
"Jerawat?"
"Mungkin saja."
"Aku menyerah. Katakan padaku, mengapa kau badmood hari ini?" Tukas Claire kesal.
"Aku tidak ingin membahasnya." Jawab Olivia.
"Terserah!" Desis Claire.

Livia berbaring di ranjangnya. Ia mengeluarkan sebuah liontin berwarna merah darah dari tasnya. Ia memandang liontin itu dengan penuh harap.
Satu-satunya peninggalan dari keluarga Carolline untuknya.

***

"Hei, lihat itu, Livia!"
"Apa?"
Mereka berdua segera berjalan ke arah kerumunan di lapangan Antic.

Livia dan Claire menyempit dan berusaha masuk ke arah kerumunan. Dua orang berbadan hottie itu terlihat sedang bertengkar karena sesuatu, entah apa itu. Segera setelah Livia melihat itu, ia langsung menarik tangan Claire menjauhi tempat itu. Tapi tindakkannya yang terburu-buru terlihat oleh mereka.
"Hei, mari kita buktikan, Jade." Seru David.

You're BloodWhere stories live. Discover now