11

1.3K 66 7
                                    

"Sudah siap?" Livia menoleh ke arah Claire yang sedang memainkan kakinya. Claire mengangguk pelan. Livia dan Claire berjalan menuju pintu, saat ia membuka pintunya, oops!

"Aku baru saja akan mengetok pintu," Zoey menatap dengan rasa malu. "Kalian akan pergi?"

Livia segera menoleh ke arah Claire yang masih sedikit sedih. Tapi Claire menunduk, seakan tidak peduli. "Ya, kami akan pergi sekarang," Livia mengalihkan kembali pandangannya kepada Zoey. "Mau kemana?" Zoey memiringkan kepalanya, "Boleh aku ikut?" Lanjutnya.

Duh! Batin Livia. Zoey memang tak tahu kalau ia sedang bermasalah dengan Claire. Livia bahkan mematung sesaat karena tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Claire masih menunduk diam.

"Um, ah, kami mau pergi ke hutan." Claire meneruskan dengan polosnya. Livia lupa kalau cukup mereka berdua saja yang tahu, alhasil Claire membocorkan perjalanan ini, sial!

"Benarkah? Aku ikut," jawab Zoey tanpa di suruh. "Tapi, kami akan pergi sekarang, jadi ya-" Livia menjawab ragu. "Aku tidak akan bawa apa-apa," balas Zoey. "Boleh ya?"

"Apa boleh buat," gumam Livia. "Baiklah," Sahut Livia. Claire membuntutinya dari belakang, disusul pula oleh Zoey.

Kali ini mereka bertiga berjalan bersama. Zoey tepat memimpin mereka di depan, Claire dan Livia berjalan seirama. Suasana masih cukup canggung bagi mereka berdua, kecuali Zoey yang sedang menyenandungkan nada.

"Jadi, kesana naik apa?" Tanya Zoey mendadak. "Apa naik mobilku saja?" Lanjutnya. Livia menggeleng, "aku sudah memesan taksi."

Mereka duduk bersama di taksi. Sedikit demi sedikit, Claire mulai berbaur. Ia terlihat lebih baik sekarang. Ia berada di dekat jendela, hanya menatap trotoar yang menghilang ke arah belakang.

"Claire?" Sapa Zoey tiba-tiba, "Kau sakit?" Tanyanya.

Claire menoleh sesaat, seakan patah semangat sekaligus patah hati, dia hanya menggeleng. "Lalu, kenapa kau tak banyak bicara?" Tanya Zoey lagi. "Aku hanya sedang tidak bersemangat," jawab Claire lalu menolehkan kepalanya ke arah lain.

Kemudian Zoey melirik Livia yang berada di sebelahnya. Livia pura-pura tidak tahu, ia memainkan jari-jarinya dan melihat ke bawah. "Pst," bisik Zoey sambil menyikut lengan Livia. "Kenapa dia?" Ucapnya mengunakan isyarat mata. Livia menggeleng.

"Sudah sampai?" Claire menengadahkan kepalanya, melihat hutan seluas mata memandang. Pohon-pohon sangat tinggi dan rimbun sehingga menghalangi cahaya matahari untuk masuk. Cahaya hanya masuk melalui celah dedaunan.

Burung-burung berkicauan serta bunyi hewan liar lainnya. "Aku takut," ucap Claire. "Jangan khawatir. Kan ada aku?" Zoey memegang tangan Claire, tanpa disadari pula wajah Claire memerah.

Livia menatap mereka aneh. Ia memandang hutan dengan tanah bergelombang di sekitarnya. Pohon-pohon seakan berbicara kepadanya. Angin berhembus kencang namun sejuk, dedaunan yang rontok terbawa pergi oleh angin.

Livia memfokuskan pandangannya pada sebuah bukit kecil. Di sana ia dapat melihat Jade, tanpa David. Ia mengenakan kaus merah dan jeans biru. Matanya mengisyaratkan Livia untuk pergi kesitu.

"Um, kawan-kawan?" Katanya, "aku rasa kita harus pergi ke bukit itu." Sambungnya sembari menunjuk Jade yang berdiri menatap balik mereka.

"Senior Jade? Sedang apa dia di sini?" Tanya Zoey. "Dia alasan kita kemari?" Claire ikut memberi pertanyaan.

"Bukan begitu! Ya, sebagian juga gitu, sih. Tapi alasan kita ke sini karena sesuatu." Livia menjawab. "Kalau begitu ayo kita ke sana!"

Mereka melewati jalan tanjakan bergelombang. Menyusul Jade yang masih berdiri di tempat yang sama.

Jade mengulurkan tangannya dan memberi bantuan untuk naik ke atas bukit kecil itu kepada Livia. Disusul pula oleh Claire dan Zoey. Tatapan mereka menjadi dingin ketika bertemu.

"Ayo jalan," cetus Jade tiba-tiba. Ia menarik tangan Livia dan bergandengan sepanjang perjalanan. Livia tidak memberontak karena ia tidak ingin kalau Jade membatalkan pertemuannya dengan peramal itu.

"Kenapa kau membawa pria itu?" Bisik Jade sambil tetap berjalan ke depan. "Ah? Siapa? Maksudmu Zoey?" Livia menjawab. "Ya," Jade mengangguk.

"Maaf, aku terpaksa." Livia menundukkan kepalanya. "Hm, di mana David?" Livia balik bertanya. "Dia sudah menunggu di sana," ucap Jade.

Sekiranya mereka menjelajah hutan itu selama satu jam. Bahkan Claire sudah tidak sanggup untuk berjalan.

"Sedikit lagi," Jade menyemangati. Dari ujung pandang sudah terlihat David yang melambaikan tangannya. "Hoi!" Teriaknya.

"Ayo!" Livia berusaha memimpin.

Mereka sampai di sebuah lahan kosong yang di kelilingi semak-semak serta pohon ek tinggi. Lahan itu cukup bersih.

"Jadi? Apa selanjutnya?" Tanya Livia sambil memegang tasnya dengan gaya childish.

"Sabarlah, Liv. Jangan terlalu terburu-buru," cetus David. "Dan mengapa pria ini ikut dalam perjalanan ini? Dan Claire juga?" David menatap mata Zoey. Claire diam, merasa dirinya dipermainkan oleh Livia. "Apa masalahmu?" Cerocos Zoey.

"Apa ibumu tidak mengajarkan sopan santun terhadap orang yang lebih tua darimu?" David tidak terima dirinya dilawan oleh juniornya sendiri. Sikapnya terlalu menantang.

"Aku di sini karena Livia!" Zoey berkata demikian. Membuat Claire langsung menoleh ke arah Livia, begitupula Jade dan David.

"Jadi kalian sudah?" Claire menatap Livia nanar. "Tidak, Claire, bukan begit--"

"Cukup!" Claire menegaskan. Claire pergi meninggalkan mereka. "Kalau mencariku, aku ada di mobil. Maaf sudah menganggu kalian!" Mata Claire memerah, seakan air matanya akan tumpah sebentar lagi.

Jujur saja Livia tidak tega dan ingin mengejar Claire, tapi Jade menahan tangannya. "Dia butuh waktu sendiri," ucap Jade menenangkan.

"Apa maksudmu seperti itu?" Livia beralih pandangan kepada Zoey yang masih terdiam karena jawabannya. Zoey tidak bertindak apa-apa, bahkan tidak berusaha untuk mengejar orang yang dianggap sahabat oleh Livia itu.

"Lalu kau akan marah kepadaku begitu saja? Aku hanya ingin menjagamu Liv, menjaga kalian--Claire dan Livia"
Zoey menegaskan lagi. "Sudah cukup! Kalian terlalu mengulur waktu, jangan dipikirkan dulu, mari fokus pada ini," David mengambil perhatian mereka.

Kemudian setelahnya Livia berusaha menjaga jarak dengan Zoey dan menggenggam tangan Jade. Tapi Zoey masih berdiri di belakangnya.

Di lahan yang cukup luas itu, David mulai membaca mantra. Ia mengucap-ucap dan menatap lahan itu. Tak lama kemudian, angin bergemuruh kencang. Sebuah rumah seperti milik hobbit muncul tanpa kasat mata secara tiba-tiba. "Wow," gumam Livia.

"Sihir," Zoey melanjutkan. "Makhluk apa kalian sebenarnya?"

"Diam saja, kau tidak berhak untuk tahu." Jade memajukan langkahnya ke depan pintu. Disusul oleh Livia yang masih menggandeng tangannya serta David.

"Apa aku aman?" Zoey masih bergumam. "Kurasa begitu," jawab David yang mendengar gumamannya.

Jade mengetuk pintu sebanyak empat kali. "Masuklah," ucap seseorang dari arah dalam. "Pintunya tidak dikunci,"

"Permisi," Jade berusaha sopan. Saat mereka membuka pintu, Livia melihat seorang gadis muda nan cantik jelita sedang membaca buku dengan aksara kuno di tangannya. Ia lalu membungkukkan badannya dan memegang rok magisnya. "Selamat datang kembali, Tuan Putri." Ujarnya.

Jangan lupa vomentnya kawan(:
Thank u for reading!
Sorry for very late update huft huft.
Bubye!
Salam hangat,
GrabelLia.

You're BloodWhere stories live. Discover now