Lingga❌Linka 20

347 22 0
                                    

TUBUH Linka menegang seketika hanya dengan ucapan lima detik tersebut. Ia tidak menyangka kalau Lingga memerhatikan perubahan mimik wajahnya waktu itu. Ia pikir, Lingga tidak akan memerhatikan dirinya sampai segitunya.

"Kok diem?" Lingga kembali menyentak Linka.

"Itu tuh--"

Drrtt...

Drrtt...

Linka melirik ponselnya yang berada di atas meja tak jauh dari sofa.

"Halo."

Dengan gerakan cepat, Linka langsung menyambar ponselnya tanpa melihat caller id si penelepon.

"Wih, bener nih, Linka?" Si penelepon bertanya dengan nada riang, dan Linka dapat menebak jika orang itu sedang tersenyum lebar sekarang.

Dahi Linka mengerut seketika. "Ini siapa, ya?" tanyanya heran.

"Gue tebak, lo pasti lagi sama si cunguk satu itu, 'kan?"

Saat itu pula Linka langsung melirik ke arah Lingga yang masih setia menunggu jawaban atas pertanyaannya. Tapi kini cowok itu seperti penasaran akan siapa yang mengganggu sesi mengenal lebih dekat itu. "Maksud lo cunguk?"

"Ah, lo nggak usah pura-pura nggak tau si cunguk itu siapa dah," ujar si penelepon.

Sebetulnya Linka tahu maksud orang itu siapa. Kalau bukan Lingga, siapa lagi? Toh yang sekarang sedang bersamanya hanyalah cowok itu. Tapi, apa iya si penelepon misterius itu mengenal Lingga? Atau bahkan mengenal dirinya?

Jujur, ia ragu untuk bertanya apakah yang dimaksud itu benar-benar Lingga atau bukan. Kalau ia menyebutkan nama cowok itu, tentu saja Lingga akan langsung bertanya-tanya mengapa dirinya berbicara dengan orang yang tidak dikenal dan membawa-bawa namanya. Atau yang paling parah, Lingga akan langsung merampas ponselnya dan menginterogasi si penelepon.

Untuk itu, Linka melirik sedikit ke arah sebrang--tempat di mana Lingga duduk, kemudian bangkit berdiri seraya pamit untuk ke kamar kecil.

"Eh woy! Masa gue ditinggal sendiri!" Lingga berjengit, kemudian menyenderkan bahunya pada senderan sofa sambil mengembuskan napas. Entah ini benar atau tidak, tapi firasatnya mengatakan akan ada sesuatu buruk yang terjadi.

Dan firasat seorang Lingga Fathizsa hampir semua benar.

❌❌❌

"Terus, apa masalah lo?"

"Enggak. Nggak ada masalahnya sama gue. Sama sekali. Tapi--"

"Tapi apa?!" potong Linka langsung.

"Duh, gimana ya, ngomongnya?"

"Plis, nggak usah bertele-tele, Musa! Gue pusing," aku Linka.

Setelah sampai di kamar tadi, si penelepon langsung mengaku bahwa dirinya adalah Musa. Dia juga menebak bahwa Lingga sedang dirumahnya karena tahu dari Bimo, bahwa tadi Lingga datang ke rumahnya tetapi ia sedang ada acara keluarga. Maka Musa langsung berspekulasi bahwa Lingga menuju rumah Linka.

"We need to talk. Face to face." Musa berkata dengan tegas dan jujur, Linka tidak pernah mendengar nada tegas seperti itu dari seorang Musa Prasetyo yang terkenal cengengesan.

Sejenak, Linka berpikir apakah ia harus menerima ajakan--lebih tepatnya permintaan--Musa atau justru menolak. Karena ia pikir, ini adalah kesempatan yang cukup bagus mengingat dirinya seperti kenal dengan cowok itu sebelumnya.

Ragu pun sempat hinggap dalam hatinya. Ia pikir, untuk apa ia repot-repot mencari tahu kejadian yang mungkin, menyangkut masa lalunya. Bisa saja 'kan, ia bertanya langsung pada Mama atau Papanya?

Linka menggeleng keras. Ia tidak mungkin bertanya pada kedua orangtuanya karena toh, mereka pasti akan mengada-ada jawaban atas pertanyaan anaknya sendiri. Ia sama sekali tidak bisa mengira apa yang akan terjadi jika ia bertanya pada kedua orangtuanya itu.

"Oke. Teenager Cafe, nanti malem jam tujuh."

Dan yang Linka tidak sadari adalah, tamu dirumahnya yang sudah menguping sedari ia memasuki kamarnya.

❌❌❌

Lingga terus saja menggerutu saat Linka sudah beranjak pergi dari sofa. Ia pikir, tanya-jawab ini akan berjalan mulus tanpa suatu hambatan yang berarti. Padahal, ia sudah sangat berhati-hati dalam memilih pertanyaan untuk selanjutnya, sesuai dengan urutan.

Dan di saat pertanyaan sensitif yang pertama ia katakan, ternyata ada hambatan yang sangat mengusik dirinya. Mulai dari telepon dari orang yang ia duga kuat adalah orang misterius, Linka yang bergelagat aneh, sampai cewek itu yang tiba-tiba saja meminta izin ke toilet namun malah berlari ke arah tangga--kamarnya.

Ia menggerutu sesaat. Menyumpah serapahi siapapun yang sudah mengganggunya. Sedetik kemudian menyalahi dirinya sendiri karena tidak membuat peraturan untuk tidak boleh bermain ponsel saat permainan berlangsung.

Tetapi saat sedang menyesali hal yang baru saja terjadi, Lingga mempunya firasat yang tidak baik. Ia yakin ada sesuatu menyangkut dirinya dengan seseorang yang barusan menelepon Linka. Dari lirikan mata perempuan itu, Lingga tahu bahwa ada sesuatu yang berusaha cewek itu sembunyikan. Atau malah, itu akan menjadi suatu rencana yang menyangkut dirinya yang bahkan, akan membahayakan dirinya juga orang lain.

Oh shit!

Lingga langsung berpikir yang tidak-tidak. Pikirannya langsung tertuju pada seseorang yang sekarang pun sedang dalam bahaya. Bisa jadi, orang misterius itu sama dengan yang mengancam orang yang selama ini ia jaga.

Ini tidak boleh terjadi. Bagaimanapun juga, dua orang itu termasuk orang-orang yang ia sayangi. Ia tidak ingin satu orang pun celaka, apalagi ia yang menjadi penyebabnya.

Maka dari itu, dengan sangat tidak sopan, Lingga sedikit berlari ke arah tangga, menuju kamar Linka.

Sesampainya di depan pintu kamar Linka, cowok itu langsung menempelkan daun telinganya ke pintu--memasang pendengaran sebaik mungkin.

Awalnya, ia hanya mendengar suara yang samar-samar. Namun kemudian, ia mendengar suara Linka yang sedikit berjengit. Mungkin ia terkejut karena suatu hal, asumsinya.

Setelah itu, ia dikejutkan karena Linka menyebut-nyebut nama salah satu sahabatnya. Ia tidak mungkin salah dengar, cewek itu menyebut nama Musa.

Apa bener itu Musa temen gue?

Jika dirinya mengaitkan dengan perkataan Bimo waktu itu, tentu saja dirinya mulai curiga dan merasa bahwa ini sangatlah aneh. Sebelumnya, Musa tidak pernah menyebut nama Linka saat dirinya curhat mengenai teman dekat perempuan atau gebetannya. Ini benar-benar mencurigakan.

Sejurus kemudian, ia langsung berlari ke bawah, menyambar ponselnya yang barusan tertinggal di sofa, kemudian mengetikkan sederet pesan untuk sohibnya yang lain.

Lingga Fathizsa: Bim, gue ke rumah lo skrg.

Mulai sekarang, ia benar-benar percaya pada ucapan Bimo yang mengatakan bahwa ada yang tidak beres dengan Musa. Ia harus menyelidiki hal tersebut.

❌❌❌

Author's Note

WAA!

minal aidzin wal faidzin yaa semuaaa! akhirnya gue bisa balik lagi ke dunia ini hehe

sori banget karena update lamaaaa bangetttt. bulan puasa kemaren emang gue ada kerjaan, terus pas lebaran sibuk kesana-kemari dan sekalinya ada waktu luang, gue gunain buat tidur HEHE. dan juga sebenernya lagi rada males ngetik karena suatu hal gitu deh

doain gue supaya rajin update terus ya hohoo

3 Juli 2017

Lingga & Linka [STOPPED PERMANENTLY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang