Lingga❌Linka 24

503 21 1
                                    

"LO dari mana aja, sih?" sambar seseorang ketika Musa baru saja memasuki rumahnya.

"Ah gila lo. Gue bilang dari awal juga apa. Gue nggak begitu yakin Linka mau dengerin," sahutnya.

"Gue juga bilang, yang penting lo sampein semuanya. Urusan dia mau dengerin atau nggak itu belakangan. Yang penting semuanya tersampaikan."

Musa berjalan menuju sofa kemudian berbaring di sana. "Dasar kutu. Dia nangis duluan, ya mana tega gua," ungkap Musa.

Lawan bicaranya terlihat kaget. Seketika ia membeku, tidak bisa berucap apa-apa. "Linka nangis?"

"Ya lo pikir lah. Apa nggak setiba-tiba itu gue bilang tentang lo, Gifte, ke Linka yang ternyata amnesia?" Musa kini bangkit dari duduknya. Sedikit menatap tajam ke arah Gifte. "Dari awal gue ketemu dia, gue tau ada yang beda."

"Apa? Apa yang beda?" tanya Gifte.

Saat itu pula keadaan menjadi sedikit menegang. Perseteruan antara kedua cowok itu--jika bisa dikatakan seperti itu--semakin memanas. Entah siapa yang terbakar emosi lebih dahulu,yang jelas aura keduanya kini sangat berbeda. Musa yang mulai emosi,sementara Gifte dengan rasa bersalah yang semakin memuncak.

"Gue udah ceritain semua sama lo, Gif. Apa lo masih nggak ngerti juga? Apa lo pura-pura nggak ngerti?" tanya Musa tajam.

"Gue cuma mau tau yang sebenernya, Sa," jawab Gifte. "Apa itu salah?"

"Jelas," tukas Musa cepat. "Kalo semuanya nggak terjadi, Linka nggak bakal kayak sekarang. Semuanya bakal baik-baik aja."

Gifte menunduk, tidak mampu lagi berkata apa-apa. Semua sudah jelas, semua salahnya. Lalu kemudian, jika ia membuat salah, apa tidak bisa mendapat kata maaf dan mencoba memperbaiki semuanya?

❌❌❌

BIMO kebingungan. Ia tidak tahu bagaimana lagi caranya memecahkan teka-teki yang terjadi.

Semula semua baik-baik saja. Persahabatan antara dirinya dengan Lingga dan Musa berjalan baik, sebagaimana mestinya. Tidak pernah ada suatu hal yang mengusik pikirannya sampai seperti ini. Paling, hanya percekcokan antar sahabat yang biasa terjadi dalam hubungan persahabatan. Apalagi mereka lai-laki. Tidak pernah ada yang namanya berantem sampai susah mencari jalan keluarnya.

Tapi menurut Bimo, ini bukan suatu masalah. Melainkan teka-teki yang harus ia pecahkan secepatnya. Mau tidak mau, ia harus mencari cara lain agar tidak ketahuan oleh Lingga maupun Musa.

"Terus gue harus ngapain anjay?" tanya Bimo pada dirinya sendiri. Ia frustasi. Tidak pernah sebelumnya membayangkan hal yang rumit seperti ini terjadi.

Menurutnya, tidak mungkin sekali seorang Musa mengajak Linka untuk bertemu di sebuah kafe jika memang bukan suatu hal yang penting. Lalu kalau begitu, hal penting apa yang mereka bicarakan? Atau justru ada hal penting dari Musa pribadi yang ingin disampaikan ke Linka?

Pikirannya sejenak terusik ketika ponselnya berdering. Tertera nama Musa di sana. Tanpa pikir panjang lagi, ia langsung mengangkat telepon tersebut.

"Bim," panggil Musa di sebrang sana.

"Kenapa?" Bimo bertanya, seperti biasanya. Ia tidak mau terlalu cepat mengambil tindakan dengan menuduh Musa ini dan itu--meski ia memiliki bukti.

Sesaat, Bimo tidak mendengar suara Musa. Ia justru hanya mendengar dehaman cowok itu beberapa kali. Mungkin Musa sedikit bingung harus berkata apa, pikirnya.

"Denger-denger Linka masuk rumah sakit."

Setelah mendengar hal itu, Bimo sedikit terkejut. Tapi ia mampu menetralisir hal tersebut, mengikuti sebagaimana maunya Musa.

"Iya. Semalem baru masuk. Lo mau jenguk nggak?" tanya Bimo berbasa-basi. Lagipula, ia juga ingin tahu apakah Musa mau menjenguk Linka setelah peristiwa itu atau tidak.

"Ayok lah. Gebetan Lingga sakit, ya kali gua kagak jenguk." Terdengar tawa renyah di sana, pertanda Musa ingin mencairkan sedikit suasana.

"Sekarang, gimana?" tantangnya.

"Ayok. Gue ke rumah lo sekarang."

❌❌❌

"LO mau ke mana?"

Musa berhenti melangkah, menatap sejenak Gifte. "Bukan urusan lo," jawabnya singkat.

"Sa, gue denger lo tadi telponan sama Bimo 'kan? Buat apa?"

Kali ini, langkah kaki Musa berhenti sepenuhnya. Kemudian menatap Gifte dengan jengah. "Gue udah bilang ini bukan urusan lo 'kan? Kenapa lo masih nanya-nanya juga?"

"Gue nggak mau hal yang nggak gue inginkan terjadi," tukas Gifte. "Lo orang yang paling gue harapin, tapi jangan diem-diem lo nusuk gue dong."

"Lah kocak," sahut Musa. "Nusuk apaan coba? Gue nggak ada masalah sama lo. Gue juga masih simpen rahasia itu baik-baik, Gif."

"Tapi dengan tingkah lo kayak gitu menunjukkan kalo lo bakal kasih tau semuanya."

"Serah lu. Gue cabut."

Musa melangkah keluar rumah. Ia tidak memedulikan lagi panggilan dari Gifte. Menurutnya, ini bukan hanya permainan yang diketuai oleh Gifte saja. Ia juga harus ikut andil dalam permainan ini, demi menjaga namanya di depan kedua sahabatnya.

❌❌❌

Author's Note

nggak tau ya mengawhy chapter ini cuma 700an words:(((

buat gue sih, nge-feel yaa. cuma rada gmn gt aja karna nggak nyampe goals biasanya (1k words). tapi ya, yaudah lah ya, yang penting gue update HE HE.

see you di masalah-masalah yang semakin banyak, genks!

14 Agustus 2017

Lingga & Linka [STOPPED PERMANENTLY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang