Lingga❌Linka 12

385 32 0
                                    

LINKA penasaran dengan salah satu sahabat Lingga yang bernama Musa Prasetyo itu. Sedari ia mendengar nama itu, hingga sekarang ia ingin memejamkan matanya untuk tidur, ia masih saja kepikiran. Berusaha mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang membelenggu tak dapat keluar dari otaknya.

Semakin mengingat hal itu justru membuat kepalanya terasa sakit. Bahkan kini ia merubah posisi tidurnya yang tadinya barbaring menjadi duduk dengan punggung yang bersandar pada kepala kasur. Dipegangi kepalanya dengan kedua tangannya dan mulutnya mulai mengeluarkan rintihan kesakitan.

Tidak. Bahkan ini sangat sakit.

Ia tidak tahu mengapa. Tapi hal ini baru sekali terjadi padanya. Bahkan sebelumnya ia tak pernah merasakan sakit kepala sesakit ini meski ia sedang sakit kepala -seperti kemarin contohnya.

"Esstt," rintihnya. Matanya menyipit, mulutnya bergetar, dan tangannya semakin meremas rambutnya. Ia tak peduli kulit kepalanya terasa sakit saat ini karena terlalu kencang menarik rambutnya. Yang ia inginkan sekarang adalah rasa sakit dikepalanya dapat hilang dengan segera.

"Arghh!" Linka berteriak frustasi. Ia benar-benar tak dapat menahan rasa sakitnya. Terlebih ia masih saja mengingat nama Musa Prasetyo dalam benaknya. Hal itu menambah rasa sakit di kepalanya bertambah berkali-kali lipat.

Air mata mulai turun dari matanya. Keringat bercucuran dari dahinya. Membuat tubuhnya menggigil karena dinginnya AC di kamar, sekaligus merasakan gerah karena keringat yang terus keluar. Ia sudah merasa seperti sedang sakit panas dingin. Hanya saja kepalanya benar-benar terasa sakit. Kakinya mulai meronta-ronta tidak bisa diam, seperti cacing kepanasan. Mulutnya sudah tidak bisa diam lagi. Rintihan kecil tadi berubah menjadi teriakan kesakitan. Isakan kini mulai terdengar juga. Menandakan tangisannya sudah semakin kencang. Ia sudah tidak bisa menyembunyikan lagi rasa sakitnya.

BRAK!

Suara pintu yang terbuka dengan sangat kencang terdengar. Jodi menghampiri Linka dengan tatapan khawatir.

"Kamu kenapa, Nka?" tanya Jodi sambil duduk di sisi kasur, mendekati Linka dan mencoba mendekapnya. Namun Linka justru semakin menjauh dari Jodi, membuat Jodi menghela napas.

"Sakiittt...," rintih Linka lagi. Kali ini terdengar sangat lirih dan membuat hati Jodi menjadi terasa sesak.

"Nka, Papa bawa kamu ke rumah sakit, ya?"

"ENGGAK!" jawab Linka cepat.

"Nka, Papa mohon. Kali ini aja ...," mohon Jodi. Ia benar-benar tidak bisa melihat anaknya itu kesakitan.

"KELUAR!" teriak Linka. Sekarang penampilnnya sudah sangat kacau. Pipi yang basah akibat air mata yang terus memgalir, matanya yang mulai membengkak, serta rambut yang sudah acak-acakan karena ia jambak sendiri.

"Papa cuma mau ba-"

"GUE BILANG KELUAR, YA KELUAR!" Linka memberikan tatapan tajamnya ke arah Jodi sambil tangannya menunjuk ke arah pintu. "Gue cuma butuh sendiri!"

Jodi menghela napas. Ia tidak bisa membantah keinginan anaknya kalau sudah seperti itu. "Baiklah, Papa kel-"

"Cepat!"

"Papa harap kamu bisa menerima Papa, Nka," lirih Jodi, kemudian meninggalkan Linka sendirian di kamar.

Tanpa ia tahu, meninggalkan Linka sendirian di dalam kamar yang sudah dikunci oleh pemilik kamar, adalah sebuah kesalahan besar.

❌❌❌

Sejak bel pulang berbunyi, Lingga sudah bersiap. Ingin mengantar Linka ke rumahnya, pulang bersama. Namun apa daya ketika Linka menolak secara halus. Terlebih cewek itu mengeluarkan suaranya yang dapat membuatnya terhipnotis, kehilangan kesadaran sesaat. Jadilah ia tak bisa memaksa Linka untuk pulaang bersama.

Lingga & Linka [STOPPED PERMANENTLY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang