Lingga❌Linka 22

351 21 0
                                    

Jantung Linka berdegup kencang. Keringat sedikit demi sedikit mulai bercucuran dari pelipisnya seiring dengan napasnya yang tertahan. Matanya juga memanas, menahan air mata yang mendesak untuk keluar. Tangan dan kakinya pun bergemetar.

Linka tidak tahu mengapa Musa mengetahui nama lelaki brengsek itu--atau bahkan mengenalnya. Linka juga tidak tahu mengapa tiba-tiba Musa mengajaknya bertemu hanya untuk membahas masa lalunya. Semua terlalu sulit untuk ia terka.

"Nka? Kok lo diem aja?" tanya Musa santai, sama sekali tidak terlihat ada rasa bersalah atas satu kata yang telah dilontarkannya itu.

Mata Linka menghunus ke arah Musa seiring dengan giginya yang saling bergemelutuk. Tangan kanannya mulai mengepal. "Kenapa?" balasnya tajam.

"Gue mau nanya, apa lo kenal sama dia?"

"Gue tau lo pasti kenal dia," tukas Linka cepat. "Dan gue tau lo orang terdekat dia yang dia suruh buat ngikutin gue."

Alis Musa mengernyit. "Sumpah, Nka. Gue nggak ngikutin lo. Yah, emang sih, gue deket sama Gifte. Tapi, emang dari dulu gue udah kenal sama Gifte, Nka."

Sejenak, udara yang dirasakan Linka menjadi dingin. Ada aura aneh yang hinggap di sekujur tubuhnya, menciptakan memori masa lalu menari dalam kepalanya.

"Gifte kangen sama lo."

Pernyataan yang dilontarkan laki-laki itu sukses membuat air mata Linka yang tertahan turun seketika. Pipinya basah dan bibirnya bergemetar, menahan agar isakannya tidak keluar. Ia juga merasa susah hanya untuk meneguk salivanya sendiri.

"Lo siapa sebenernya Musa?" Suara Linka bergoyang akibat tangisnya yang masih belum mau ia keluarkan. Tapi air mata terus-menerus keluar membasahi pipinya yang tirus itu.

Kali ini, justru Musa yang menahan napas. Matanya membulat dari sebelumnya dan juga fokusnya sudah ia titikkan pada Linka sepenuhnya. Dahinya terdapat kerutan, mengisyaratkan bahwa ia bingung atas pertanyaan Linka.

Musa telah berubah sama sekali menjadi sosok yang sangat serius. Tidak ada raut wajah bercanda seperti biasanya. Suasana berubah menjadi semakin mencekam seperti yang Musa rasakan. Ia tidak menyangka pertemuannya bersama perempuan itu akan terasa seperti ini.

Kedua insan itu sama-sama tidak memedulikan suasana sekitar. Hingar-bingar seolah tertutup oleh masing-masing pikiran yang bergentayangan.

"Lo bener-bener nggak inget sama gue?" tanya Musa dengan suara rendah.

Di tanya seperti itu, Linka justru menunduk. "I've tried to remember who are you. Tapi gue nggak inget, Musa. Tapi gue tau kalo sebelumnya gue kenal lo."

Perlahan tapi pasti, isakan Linka kian terdengar. Bahunya mulai naik-turun. Tapi ia tidak berusaha untuk menghalau air matanya hilang dari pipinya. Ia membiarkan air itu turun sesuka hati.

"Lo pasti amnesia," ujar Musa tegas. "Gue akan bantu lo buat inget semuanya."

"Buat apa?" Linka menatap Musa dengan ekspresi marah. "Buat ngingetin gue sama masa lalu gue yang sampah itu? Buat ngingetin kalo semua nggak akan pernah bisa gue lupain? Biar gue nggak pernah lupa sama cowok brengsek itu? Iya?!"

"Gifte nggak gitu, Linka!" Nada bicara Musa mulai meninggi, mengikuti emosi. Ia tidak tahu kalau Linka sudah se-berubah ini.

"Percuma gue ketemu sama lo kalo ujung-ujungnya cuma ngebahas dia doang. Gue pergi," putus Linka, kemudian langsung beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari kafe tersebut.

Musa yang melihat Linka pergi tentu tidak tinggal diam. Apa yang ia lakukan tadi belum mendapatkan apapun. Masih banyak yang harus ia jelaskan pada perempuan itu.

Lingga & Linka [STOPPED PERMANENTLY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang