PART 3. Devina

14.1K 479 1
                                    

Seorang lelaki dengan kemeja biru duduk diujung cafe dengan jendela di sebelahnya. Ia mengenakan kemeja dengan setelan jeans hitam di kakinya. Rambut cepak dengan ala pesepak bola menempel manis di kepalanya. Bola mata yang indah dengan hidup mancungnya, rahang yang tajan tidak berubah seperti terakhir aku melihatnya. Yang beda hanya ia terlihat lebih dewasa. Lebih maskulin dan otot-ototnya yang lebih berisi. Aku menduga otot lengan dan dada yang bidang di balik kemeja itu. Badan yang bisa membuat kewanitaanku tiba-tiba tergercit melambung. Stop Devina! He is your friend.

Sekilas setelah menoleh ia menemukanku. Senyum lebar mengembang di wajah tampannya. Jantungku berdegub kencang ketika aku melangkahkan kakiku ke mejanya.

Mario berdiri dari mejanya hendak menyapaku. Ia membuka mulutnya seperti kaget melihatku..

"Devina? Kau sungguh telah berubah" ia menatapku dari atas sampai bawah. Dia seperti menelanjangiku dengan matanya. Kemudian matanya terpaku di wajahku.

"Long time no see, Mario" aku tersenyum lebar kepadanya. Jantungku masih berderu kencang, badanku mendadak panas berada di dekatnya.

Mario akhirnya mengatupkan mulutnya. "You look beautiful. Wow, this is really you Devina?"

Aku terkekeh mendengar sanjungannya. Pipiku merekah merah karena malu. "Kau juga terlihat dewasa dari yang terakhir aku melihat"

Kemudian Mario memelukku dengan sigap tanda kehadiranku. Aku masih mendengarnya tertawa. Aroma tubuhnya seperti kopi dan maghoni. Menggoda kewanitaanku yang menggelinjang kegirangan. Ugh.

Ia melepaskan rangkulannya kemudian duduk di depanku. Aku mengambil kursi di depannya.

"So what happen? How could you?"
Mario tersenyum dengan rahang kuatnya. aku penasaran bagaimana jika rahang itu menempel di kulitku dengan dia mengulum.. Stop!

"Ketika sampai, untung saja pemilik rent nya mau menyewakan kamarnya untukku selama beberapa hari. Entah aku bingung harus menginap dimana. I have no body here. Dan uangku baru saja lenyap" ia menjelaskan dengan raut muka murung.

"You could live in my studio!" Tanpa aku fikirkan pikiran itu muncul saja dari mulutku.

"Tidak Dev. Senin aku sudah mulai bekerja. Mungkin aku akan menginap disalah satu rekanku"

"Tidak dengan kondisi kamu belum mengenal mereka. Jangan ngambil resiko lagi. This is London, not Jakarta". Aku meyakinkannya, padahal aku sendiri tidak yakin apakah ini adalah ide bagus melihat kondisi hormon wanita dalam tubuhku yang sangat girang didekat Mario.

Memutuskan dekat dengan Mario adalah keputusan terburukku. Dengan tubuh nya yang maskulin dan aroma wanginya. Badanku panas memikirkannya, organ kewanitaanku terjepit sangking girangnya. Oh God, please give me some strength.

Fiancé to Lie [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang