PART 12. Devina

6.1K 390 4
                                    


"Well aku akan membiarkannya. Bukan kah itu yang selalu kita lakukan? Membuat para wanita bertekuk lutut dihadapan kita?"
Mendengar Mario mengatakan itu membuatku sesak.

Aku telah selesai membereskan cucian piring, kemudian melangkah untuk menghampiri mereka ketika suara Mario membuatku penasaran.

Aku mendengar tawa mereka berdua. Perlahan aku mendengar percakapan mereka yang selanjutnya membuat jantungku serasa diiris..

"Apa yang kau lakukan setelah ini? Melepaskannya setelah kalian selesai?"

"Ya aku akan melepaskannya. Mungkin aku akan tidur dengan wanita baru di London. Tidur dengannya hanya pelampiasan gairahku" ucap Mario dengan lantangnya.

Huh? Hanya memenuhi hasratmu saja. Aku tertawa di dalam hati. Perasaan menggebu memenuhi dadaku, ingin rasanya aku mengumpat. Tapi yang ada hanya irisan air mata yang keluar.

Apa yang aku harapkan? Bahwa dia akan jatuh cinta kepadaku setelah kami tidur bersama tiap malam. Lucu sekali kau Devina..

Aku melangkah mundur dan kembali duduk di sofa ketika beberapa menit kemudian mereka masuk ke dalam.

"Sebaiknya kita pulang" ucapku ketika mereka di hadapanku.

"Secepat ini Dev?" Ujar Jeremy bingung. Mario melihatku dengan pandangan khawatirnya.

"Aku merasa perlu istirahat" ucapku sambil mengambil tas tanganku.

"Kau yakin tak apa? Apa kita perlu ke dokter?" Ucap Mario memegang pergelangan tanganku.

"Tidak" aku menggeleng kemudian menghampiri Jeremy dan mengucapkan salam perpisahan kepadanya.

Mario diam memandangku sesaat setelah kita keluar dari apartemen Jeremy.

"Kau yakin tidak apa-apa?" Ia menatapku tapi aku mengalihkan pandanganku.

"Tidak"

****

Seminggu setelah kejadian itu aku menghindari Mario. Sengaja berangkat pagi sebelum dia terbangun dan pulang sesaat ia tertidur. Aku juga membalas chat darinya sesingkat mungkin. Bahkan ada beberapa chat yang hanya aku read.

Malam itu aku masuk ke apartemen sekitar pukul 11 malam setelah aku sengaja untuk meminta lembur kepada atasanku.

Mario masih terjaga di depan televisi. Kali ini aku tidak bisa menghindarinya.

"Kenapa kau belum tidur?" Tanyaku datar. Sambil berlalu menuju ke kamarku.

Ia mengikutiku. "Ada apa denganmu?"

"Denganku? Apa maksudmu?" Balasku polos.

"Kau selalu menghindariku seminggu ini" aku mendengar amarah dibalik kata-katanya.

"Apanya yang menghindarimu? Bukankah sudah tiap malam aku memberikanmu tubuhku untuk kau nikmati?" Teriakku keras.

Ia menatapku gelap. Sementara gerahamnya mengeras. "Apa maksudmu?"

"Itu kan yang kau inginkan di perjanjian kita. Tubuhku untuk memenuhi hasratmu. Aku sudah memberikannya secara percuma. Lalu apa lagi?"

Mario menatapku tajam. Dia terdiam. Mencoba untuk meredam emosinya sendiri. Sementara emosi yang aku tahan juga sudah di ubun-ubun.

Aku meninggalkannya dan menatap jendela di kamarku. Sedetik kemudian aku merasakan tangan Mario melingkar di pinggangku. Mendekapku erat. Sementara nafasnya menghirup tengkukku dalam.

"Jangan bergerak" ucapnya ketika aku mencoba untuk melepaskan pelukannya. Aku meneteskan air mataku tak kuasa menahan amarah yang ku pendam.

Ia membalikkan badanku dan aku menangis di dadanya. "Maafkan aku."

Aku masih tersendu. Aku sendiri tak tahu kenapa aku menangis. Tapi berada di dekat Mario membuat seluruh peganganku lemah. Ia selalu membuatku melayang namun pada akhirnya ia menjatuhkanku.

Ia menciumku pelan. Kali ini ia tidak memaksaku untuk melakukannya. Ciuman penuh kerelaan yang ia lakukan. Hingga sekali lagi aku dibuatnya meleleh.

***

Gimana menurut kalian?
Vote dan komennya aku tunggu!
Selamat membaca 💞

Fiancé to Lie [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang