PART 7. Mario

9.5K 512 5
                                    

Dengan melihat banyaknya reader, mulai part ini aku meminta target vote untuk part selanjutnya.
Cuman 10 vote kok. Dikit bgt kan?
Biar aku semangat nyelesaiin cerita ini wkwkwk. Ga akan ada part selanjutnya kalo part ini belom dpt 10 vote.
Deal ya :3

***

Hari ini aku bertemu dengan atasan ku dan beberapa karyawan di perusahaan tempatku bekerja.

Mereka bilang aku sudah mulai dapat memindahkan barang-barangku hari ini. Aku berkenalan dengan Steve, seorang warga asing juga asal Filiphine. Banyak warga asing juga yang bekerja disini karena ini merupakan perusahaan multiinternasional. Mengurusi tentang property-property asing.

Tempatku bekerja hanyalah sebuah ruangan qubicle kecil. Well tak masalah ketika aku mendapatkan gaji yang lumayan untuk kehidupanku mendatang. Pikirku sambil mendesis..

"Don't be so hard. We really welcome you" kata Steve menepuk punggungku.
"Thankyou man" jawabku sambil tersenyum.
"We could hang out sometimes"
"Yeah great idea!" Pikiranku terbuka akan adanya hiburan-hiburan baru di London. Seenggaknya dengan orang-orang ini pikiranku akan teralihkan. Seperti kejadian semalam.. Aku masih bisa mencium harum wangi tubuh Devina. Atau matanya ketika ia melihatku. Atau desahannya.. Sialan. Memikirkannya saja membuatku mengeras.

***

Ketika aku memasuki apartemen Devina, ruangan itu masih gelap. Kurasa ini masih sore, well mungkin dia sedang sibuk.. Atau lembur. Kenapa aku jadi merindukan sosoknya. Padahal tadi pagi baru saja kami bertemu.. Aku menggeleng menghilangkan pikiran anehku.

Tak kusangka Devina seorang virgin. Benar-benar wanita yang menarik. Bagaimana bisa wanita secantik dia masih saja sendiri.

Aku melihat-lihat dinding di apartemennya. Wanita ini seorang yang kreatif. Ia menuliskan berbagai macam motivasi dan 'a list do' nya di berbagai sudut tembok.

Semakin penasaran dengan sosok Devina yang sekarang, aku membuka pintu kamarnya. Merasakan semerbak wangi dirinya ketika aku memasuki kamar yang didominasi warna putih itu. Dengan ranjang double bed dan jendela besar di sampingnya. Menampilkan lalu lintas kota London dari lantai 4.

Aku melihat disekeliling kemudian mataku tertuju pada sebuah bingkai foto. Aku terkekeh pelan..
"Ini baru Devina yang ku kenal dulu" ucapku pada diri sendiri. Sesosok wanita dengan gigi behelnya tersenyum manis di kamera, bersama dua sosok lain yang juga merupakan teman SMA ku.

Di sebelah figura itu ku dapati sosoknya bersama ayah, ibu dan kakaknya. Dan beberapa foto lain yang sengaja ia tempel di dinding.

Namun ada seseorang yang membuatku penasaran di salah satu foto. Lelaki itu merangkul Devina dengan Devina mengecup di pipi lelaki itu. Foto tersebut tidak jelas karena berupa siluet, tapi aku bisa menebak dengan jelas siapa dia.
"Well, not my bussiness." Gelengku menghilangkan pikiran aneh.

"Apanya yang not my bussiness?" Kata Devina membuatku melonjak kaget.
"Astaga Dev!" Ia terkekeh melihatku.
"Apa yang kau lakukan di kamarku?" Tanyanya menyelidik. Aku seperti tikus yang tertangkap oleh kucing.

"Apa kau penasaran denganku Rio?" Tanyannya sambil melepaskan syal merahnya. Dan meletakkan tasnya di samping meja. Ia tersenyum mempermainkanku.

Ayo berpikir Rio. Aku mencoba mencari alasan yang tepat seperti.
"Aku mencari cotton bud" kataku sambil duduk manis di kasur empuknya.

"What?"

"Kupingku gatal"

"BHAHAHHAA" ia tertawa dengan memegang perut. "Itu cotton butnya di..."

Belum sempat ia melanjutkan hapenya bergetar di meja make up.

"Hallo mom.."
"Iya Devina baik kok" katanya sambil mengambilkan cotton bud nya dan memberikkannya kepadaku.

Ia menatap mataku. "Pulang dari kantor, tadi aku lagi di jalan mah"

"Apa?!" Teriaknya. Aku masih sibuk membersihkan telingaku yang tidak gatal.
"Ya... Ya mah. Tapi kurasa dia sedang sibuk bekerja mah. Ngga bisa cuti."
Ia terdiam pelan.. Memainkan ujung rambutnya. Ingin sekali aku menarik tangannya dan mengendus rambutnya. Aku ketagihan dengan wanita ini..

"Baiklah mah. Iya iya. Bye" katanya akhirnya sambil mendesah panjang.
Devina berbalik dan menghadapku.

"Rio.. Kau harus bantu aku" katanya dengan wajah panik.

Aku bingung dengan wajah paniknya tiba-tiba. "Are you alright?" Aku memegang pergelangan tangannya. Mencoba menenangkannya.

"Jadilah tunanganku"

"What?"

"Tunangan. Fiancee"

"Iya aku tahu. Tapi? Hah?" Aku masih tak percaya. Ia menepuk dadaku.

"Bukan tunangan sebenarnya. Hanya pura-pura." Kata Devina dengan sorot mata sedih. Ia memegang pegelangan tanganku. Memijat ototku. "Ayah ibuku.."

"Mereka akan menjodohkanku dengan salah satu kolega ayahku. Kau tahu sendiri kan aku belum siap berkomitmen? Tidak mungkin aku menerima orang yang belum aku kenal sebelumnya" jelas Devina sambil mendesah panjang.

"And?"

"Kau tahu sendiri aku tidak memiliki seorang pun teman yang bisa aku ajak berakting" ia mengedipkan matanya. Merayuku. Wanita ini..

Aku mendorongnya keujung kasur. Sehingga posisinya terjepit oleh kasur dan olehku. Wajahku mendekat padanya. Ku hirup aroma rambutnya.. Ku tatap lekat wajahnya.

Devina mendesah keras, ku lihat matanya panik karena kedekatan tubuh kami.

Dadaku menempel dadanya, kakiku menyilang menghimpit pahanya. Tangan kananku memegang pinggangnya, sedangkan tanganku satunya mendekap wajahnya.

"Lalu apa yang aku dapatkan dari perjanjian ini?" Tanyaku tajam. Aku memandangi bibir merahnya. Ranum dan lembut. Aku menginginkannya di mulutku bersama dengan tubuh indahnya.

"A.. Apa yang kau inginkan?" Tanyanya gagap.

Aku terkekeh, "menurutmu apa yang aku inginkan?"

"Aku tidak tahu jika kau tidak mengatakannya"

Hmmm menarik. Wanita ini dengan sengaja merayuku. Membuat batangku mengeras karena sentuhannya. Dan sekarang dia tidak tahu apa yang aku inginkan?

"Rio??" Ia berkata dengan posisi terjepit.

"Aku menginginkan ini.." Kemudian aku menyesap bibirnya. Bibir ranum rasa vanilla. Bibirku menyentuh pelan diatas bibirnya, pelan. Manis rasanya, aku butuh lebih. Aku memaksa masuk agar ia membuka mulut. Rasanya seperti surga.. Indah. Aku mengulumnya keras hingga aku mendengarnya mendesah. Tanganku menyusuri buah dadanya.. Meremas dengan keras.

Ciumanku turun menuju rahangnya. Kusesap nikmat kulit mulusnya. Turun hingga ke lehernya, ku hirup aroma vanillanya.
"Aku menginginkanmu sebagai gantinya. Tubuhmu Dev.. Aku menginginkan tubuhmu" kataku mencerca dengan masih menciumi tengkuknya, meremas dadanya.

Aku gila karena wanita ini. Karena hasratku yang membuncah tiap aku di dekatnya. Ia harus bertanggung jawab.

Fiancé to Lie [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang