"Kak,plis . Bisa gak sih lo gausah ikutin gue mulu," Viona berjalan cepat sesekali melirik Bara dibelakangnya.
"Orang gue disuruh pak Burhan bawa lo ampe ruangannya,"
"Ish. Serah lo ah,!"
Viona berjalan lebih cepat dan dapat diimbangi Bara yang kini sudah hampir bersisian dengan Viona.
Viona dan Bara berada di gedung utama kampus Mitra Raya. Ruangan pak Burhan berada dilorong pertama gedung satu. Viona berdiri didepan pintu ruangan lengkap dengan Bara disampingnya.
Viona melirik raut wajah Bara sekilas dengan tatapan membunuh, tapi hanya dibalas senyum smirk oleh Bara.
Tok..tok..tok..
Viona mengetuk pintu ruangan Burhan sambil meneguk saliva nya berkali kali. Entah bagaimana raut wajah Burhan sekarang yang mana telah ia buat jengah menunggu.
"Assalamualaikumm pak,"
Viona perlahan masuk kedalam ruangan. Bara menyenggol belakang tubuh Viona dan seenaknya masuk duluan kedalam ruangan. Efek ketua senat. Songong jadinya. Elahh.
"Ohh walaikumsalam. Masuk,"
"Maaf pak saya buat bapak nunggu. Tadi ada kerjaan dikit,"
"Iya kerjaan nya pacaran dikantin," Celetuk Bara asal ditengah tengah keseriusan Viona.
Viona menatap Bara seakan benar benar ingin menelan nya hidup hidup saat itu juga. Bara hanya mengendikkan bahunya tak peduli dan mulai mendudukkan tubuhnya ke sofa dibelakangnya.
"Iya iya sudah. Saya langsung saja. Saya juga mau pulang. Kalian berdua, kamu Viona, dan tentu Bara, akan saya tugaskan membuat makalah Syair . ," Burhan memutar mutar pena ditangannya memandang wanita yang tampak tegang dihadapannya. Viona berkeringat. Burhan berfikir bahwa Bara yang membawa wanita itu berlari.
"Hmm. Syair pak? Individu kan," Tanya Viona dengan polosnya.
"Kalian berdua. Tugas ini kalian berdua yang kerjakan," Pak Burhan berhenti memutar mutar penanya dan mulai memasukkan labtop nya ke dalam tas diatas meja.
"Tapi kan pak, saya baru maba semester satu pak. Kok saya, jadi,sama dia. Dia kan lebih tua dari saya,"
"Yee enak aja lo ngomong. Umur gue masih 19 taun. Lo aja tuh muka tua,"
Viona geram setengah mati. Ia tak henti menghujani Bara dengan belati di matanya yang tajam bukan main. Nusuk ampe ke sum sum.
"Karna itu. Dari semua maba , hanya kamu yang bapak percaya menyelesaikan laporan ini. Sebenarnya ini tugas Bara, kamu hanya perlu mendampingi dan belajar apa yang kamu perlukan dari Bara. Saya yakin laporan kalian akan bagus kalau kalian bekerja sama,"
Bara menaik naikkan alisnya pada Viona. Mata Viona memerah. Tidak tau lagi apa yang harus ia ucapkan pada rektor didepannya. Sedangkan Burhan tersenyum dengan entengnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Yasudah. Kalau begitu , saya pulang dulu. Oh iya, saran saya kalian mulai dari bahan bahan di perpustakaan kampus. Good luck,"
Burhan pergi meninggalkan Bara dan Viona didalam ruangan yang sunyi. Perkataan Burhan yang mengiang ditelinga Viona bagaikan dvd player rusak yang selalu di stel oleh Omanya. Menyebalkan.
Jidatlo good luck. Apaan good luck. Yang ada stress gue. Ee ilah. Tau gini gue ambil jurusan ekonomi aja. Ehh apadeh. Gue gak pinterr begoo. Ehh dugong alayy..
Hisssh.
"Kenapa lo manyun manyun jidat lo jadi lipet seribu gitu,"
Bara menegakkan badannya dari sofa dan memerhatikan sisi wajah Viona yang sukses membuat Bara ngeri seketika. Viona menyeringai dengan tangan yang akan menerkam.
"Arrrrgggggh!,"
Viona mengacak rambutnya, memainkan kukunya didepan wajah Bara, dan pergi tanpa suara keluar dari pintu transparan.
Serem banget .
Gue takut beneran kalo gini.
Bara ikut keluar melihat keadaan ruangan yang semakin mencekam ditambah lukisan yang sudah sejak kapan tau Bara minta pindah pada Burhan tapi tidak kunjung dipindah. Lukisan abstrak wajah serigala. Kata Burhan sih, itu bermakna.
Ndassmu bermakna. Merinding gue.
"Vionaaa, ke perpus oyy kecoaa!,"
"Pergi aja lo sendiri, bodo amat!,"
Viona meratapi dirinya yang harus mengerjakan tugas yang sebenarnya memang selalu jadi moodbooster nya di fakultas sastra itu. Ya tugas tugas sajak dan poetry poetry cinta yang selalu suka ia rangkai dengan tangannya. Mulut Viona menari nari dikamarnya . Berceloteh panjang lebar tanpa ampun. Kasihan pada Rena yang harus selalu menjadi tempat sampah Viona setiap saat. Istilah nya sih gitu , jadi tempat pelampiasan terus.
"Tau gak sihh Renaaa gimana keselnyaaa gueee,"
Viona duduk bersila dengan kuncir rambut kuda belah dua.
"Bukannya lo suka sama tugas tugas begituan,?"
"Iyaaa emang sukaa. Tapi kan ga harus sama dia. Kok kayanya we siall anett sii,"
"Beruntung lo tuh monyet. Dia tuh si super famous nya Mitra Raya somplak, ga bersyukur banget lo!"
"Pokoknyaa gamauuuu!!!,"
"Terus gimanaa setannn?"
"GAMAOOOOOO, atau..."
Mata Viona melotot dengan telunjuk melayang didepan wajahnya.
"Atau apaa?"
Rena mulai bergidik ngeri dengan perubahan makhluk didepannya.
"Gue bunuh aja deh Bara,"
"Ehhh setann. Psikopat lo, hellooo. Lo gak mau masuk penjara muda kan,?"