Mario bingung harus berbuat apa setelah melihat Nathalie. Namun, pada akhirnya ia memutuskan. Kembali menyusul Stuart setelah sempat terhenti, dan duduk menikmati kopi sore itu. Tak ingin sok sok jadi pahlawan dan terlibat dengan masalah orang lain sore ini. Setidaknya, ia harus belajar sedikit tak peduli, ya kan.Karna, untuk menjadi tidak peduli, sesuatu harus mulai belajar tidak peduli. Rasa ingin tahu, sok jadi pahlawan, kadang pandangan orang itu beda beda. Bisa aja, ketika Mario menghampiri Nathalie, malah jadi masalah baru yang malah gabisa di selesein sama Nathalie. Gimana, kalo itu pacarnya dan Mario di gebukin karna dikira selingkuhan. Dan, masih banyak hal parno lain yang bisa terjadi kalo Mario beranjak dari tempat itu.
Setelah, sepersekian menit Mario menenggak minuman nya, Nathalie keluar. Dengan mata sembab, dan, wajah pucat pasi. Mario berpura pura seakan tak melihat Nathalie yang lewat di trotoar dekat kafe. Mario, melihat kembali kearah dimana kafe tempat Nathalie barusan keluar.
Mario, mendapati laki laki, yang barusan meninggalkan Nathalie, di pojok dinding pusat grosir. Terduduk sembari menatapi kepergian Nathalie.
Disini, ada bau bau cinta.
Tutur Mario.
Wajahnya parau. Antara marah, dan juga sedih.
Ada orang bilang, ketika kita melepas sesuatu. Kita tidak, atau belum benar benar melepasnya. Sebahagian dari yang lain, masih hangat. Melekat. Tak ingin pergi hanya karna paksa. Karna ia tau, yang seharusnya tak ingin pergi, memang tidak boleh di biarkan pergi. Dan benar, setelah beberapa saat. Laki laki itu, menangkup wajahnya di atas lutut. Bahunya naik dan turun tidak teratur. Ia, turut menangisi kepergian Nathalie.
Ada rasa, yang kadang tak bisa kita pendam terlalu lama. Marah, kesal, sedih, gusar, hampa. Mereka tak ingin meredam. Mereka tak ingin selalu di sembunyikan. Keluarkan saja. Akan tiba saatnya, ketika tak ada lagi yang dapat diungkapkan maupun ditangisi. Entah itu, terganti oleh kebahagiaan, atau terpenuhi oleh hampa. Hampa, yang merinduk, beranak pinak, kawin dengan kesepian.
Marah pada diri sendiri, atas sesuatu yang sama sekali tak di harapkan untuk terjadi, bukanlah hal yang salah. Justru, ketika kau tak lagi marah, saat saat itulah kau musti khawatir. Apakah, hati sudah mulai redup? Atau mati di telan ego.
"Lo, pulang duluan. Abang masih mau ke kantor. Ada yang musti diomongin sama Roka. "
Mario menghentikan aktifitas menyeruput. Ia meneliti kakak nya dengan seksama.
" lo, gak mau berantem kan, "
Tanya Mario penuh selidik.
" Jadwal latihan boxing gue, besok. Jam 5 sore. Jangan lupa, ikut, abang duluan. Udah abang bayar tadi. "
Stuart, menepuk pundak Mario, lantas pergi meninggalkan Mario yang masih menjelajah bersama fikirannya.
Tahukah?
Buat apa orang orang berkumpul dikedai kopi?Itu, karna?
Mereka suka aromanya.
Bahkan saya, suka pemandanganny.
Bagaimana kopi, menyatukan mereka yang mungkin baru saja bertemu lantas mempunyai nasib baik satu sama lain.
Saling isi, dan berbincang, berkawan dengan kopi.Lantas, kenapa mereka juga harus meratap di hadapan kopi?
Kopi itu, keramat.Hal, yang membau diantara kebencian dan kesepian.
Peneman, dalam sedih dan pedih.
Kini, juga jadi saksi.
Lirih yang jatuh, pernah berbau sesendu ini.
Perpisahan, yang amat nyata di ambang pintu penikmat nya.
Apa yang salah?
Hakikat kalian yang salah.
Jika ingin menyatu kembali, bawakan satu sama lain ceria.Jangan berpisah lagi.
Hal hal yang Mario benci saat ia mencoba tidak peduli ialah?
Apa ada, manusia lain yang akan peduli, jika tidak satu, siapa lagi?
Dari ribuan orang, akankah hanya satu yang punya rasa.
Rasa tidak enak.
Tidak mengenakkan yang tiba tiba timbul ketika kita mengacuhkan sesuatu, ataupun menolak akan sesuatu.
Dan, itulah tiba tiba yang Mario rasakan. Merasa tidak enak.
Tidak enak karena, seorang sahabat dari kekasihnya, menangis, namun ia, menelantarkannya.
Dan Mario, benci waktu ini.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Being Love
Teen Fiction[SEQUEL FROM SECRET LOVE.] -CINTA ITU BUKAN MASALAH SIAPA YANG DIMILIKI DAN MEMILIKI SIAPA, TAPI CINTA, TAU KEMANA JALANNYA HARUS PULANG-