CHAPTER 9
Kabut pekat itu datang mengganggu. Mengusik hati dan konsentrasi. Mereka datang tanpa terduga, memporakporandakan dunianya. Mereka datang tak peduli kapan dan di mana ia berada. Yang pasti hanyalah semua menjadi tidak jelas dilihat mata.
Siswa yang duduk di bangku sudut itu menyipitkan netranya. Aksara yang tertulis di papan tulis seakan tak terbaca. Bukan tulisannya yang buruk, melainkan daya lihat yang ia miliki saat ini begitu terbatas. Parahnya, semua itu disertai pening hebat.
Ia mencoba menekan kepalanya, berusaha mengontrol rasa yang mengganggu itu. Tak ada seorang pun di kelas yang menyadari. Bahkan Guru Park yang mengajar juga tidak-
"Jeon Jungkook!"
Beliau menyadari ternyata.
Siswa yang dipanggil itu mendongak ke depan, bersamaan dengan teman-temannya yang menoleh ke arahnya. Ia mencoba terlihat biasa, seperti tidak terjadi sesuatu padanya.
"Ya?" responnya.
"Ada apa denganmu? Kau kesulitan membaca tulisan di depan?" tanya sang guru. Laki-laki itu sedikit tersentak, tidak mengira gerak-geriknya terbaca.
"Ahh, sedikit."
"Bukankah kau sudah bertukar tempat duduk dengan Chanwoo kemarin?"
"Ah, itu..."
"Ya, ya, simpan saja alasanmu. Kemarilah sekarang! Bawa tasmu juga!"
Jungkook mengiyakan. Ia membawa tasnya ke depan, ke bangku yang berhadapan dengan papan tulis. Sedangkan Chanwoo dengan berat hati pindah ke belakang, ke bangku yang semula Jungkook tempati.
Jung Yein, siswi yang bangkunya juga bertempat di depan papan tulis itu dari tadi hanya mencuri-curi pandang. Ia tak bisa terang-terangan memelototi Jungkook seperti yang dilakukan siswa lain. Lewat ekor matanya yang indah, ia hanya mampu melihat paras tampan itu secara diam-diam.
KRINGG!
Bunyi bel istirahat mengagetkan seisi kelas yang sudah mulai tenang setelah pertukaran tempat duduk tadi. Guru Park mengemasi barang-barang sebelum mengakhiri kelas.
"Terimakasih, Songsaengnim," ujar seluruh siswa bersamaan.
Baru beberapa langkah menuju pintu keluar, guru itu kembali berbalik.
"Jung Yein!" panggil beliau kepada siswi yang hari ini surainya terikat setengah ke belakang. Lebih anggun dari biasanya.
"Ye, Park Songsaengnim?"
"Hari ini apa kau bisa membantuku mengoreksi essay kelas satu?"
Heol! Misi lagi, lirih Yein di dalam hati. "Ye, Songsaengnim," jawabnya dengan satu anggukan lemah yang mengartikan kesopanan.
"Baik, aku akan memberikannya padamu setelah jam istirahat berakhir."
Baru setelah percakapan singkat antara guru dan siswi itu selesai, jam makan siang pun dimulai. Para penghuni kelas berbondong keluar untuk memanfaatkan waktu istirahat ini. Sementara Jung Yein seperti biasa, membuka kotak makan siang yang ia bawa.
"Kalau memang itu merepotkan kau bisa menolaknya."
"Eh?"
Sebuah suara dari samping mengagetkan Yein. Jungkook yang bicara. Tapi belum mengatakan apapun selain 'eh', laki-laki itu sudah beranjak lebih dulu. Membuat Yein membisu di tempatnya.
"Kau bawa apa hari ini?"
Tiba-tiba giliran suara lain yang lebih lembut dan terkesan imut mengacaukan lamunan Yein. Gadis itu pun tersadar, lalu menoleh ke sumber suara.
YOU ARE READING
Let Me Know
Fanfiction"Kadang lebih baik diam dan berpura-pura daripada memberitahukan apa yang kita rasakan. Karena akan menyakitkan ketika ia bisa mendengar tapi tak bisa mengartikan. Memperjuangkannya? Tak perlu sampai seperti itu. Belum tentu yang diperjuangkan juga...