(Perhatian, maaf jika chapter 'yang katanya point dari chapter 14' ini meleset dari ekspektasi dan membuat temen-temen kecewa. Ini nggak se-'bikin jantungan' seperti yang dibilang nachaa1234, kok! But I've tried my best for updating this work as fast as possible. Selamat membaca, teman-teman!)
***
CHAPTER 15
"Apa yang membuatmu berubah pikiran, Jeon?" tanya pria muda berjas putih dan kacamata frame bening transparan. Di depannya terdapat papan kaca berukirkan namanya, Dokter Kang Min Woo. "Sebelum ini, kau benar-benar bersikeras takkan melakukannya."
Yang ditanyai malah menyandarkan punggung pada kursi non-pegas yang berhadapan langsung dengan Si Pria Muda, yang hanya terhalang oleh meja kerja. Masih dengan kemeja putih seragam yang basah oleh air hujan, Jungkook sampai di sini dua jam lalu.
"Saya ingin tetap hidup, melihat dunia dan tinggal di dalamnya," jawabnya mantab, tanpa memandang lawan bicara.
Pria yang berprofesi sebagai dokter tersebut sibuk mengumpulkan puluhan dokumen, termasuk kertas-kertas hasil scan tiga minggu lalu. Jarinya memilah-milah apa saja yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan atas keputusan pasiennya
"Akan kubantu segalanya, kau tak perlu khawatir, Nak," ucap Dokter Kang. "Tapi yang terpenting adalah-"
"Apa?"
"Izin wali. Kau harus menghubungi keluargamu."
Jungkook membuang pandangan ke arah lain. Ia tak tahu kenapa hal mudah pun menjadi sulit baginya. Helaan napasnya yang meskipun ringan namun terdengar berat di telinga.
"Kau benar-benar contoh pemuda radikal masa kini, Jeon. Aku terkesan. Kuharap kau akan berpikir dengan benar, seperti kepribadian dan radikalismemu. Hidupmu lebih penting dari gengsi dan emosi masa lalu," kata Sang Dokter. "Berkas yang ini harus ditandatangani. Ingat, oleh wali, ya. Hubungi mereka," tambah beliau sambil mengulurkan tiga rangkap kopian pada siswa di hadapan. "Kami akan segera menjadwalkan operasinya segera setelah kau menyerahkan itu."
Jungkook meraih lembar-lembar yang diberikan. Tanpa ucapan atau sekedar pamitan, ia pergi begitu saja. Meninggalkan ruangan dengan segala usik dan ragu.
***
Senja hampir tiba sesaat lagi. Kembali dari balik jendela kaca ruangannya di lantai 10, Jung Eunha menjadi saksi detik-detik tenggelamnya surya ke peraduan. Hidupnya benar-benar mencapai batas akhir, seperti mentari di ujung sore ini. Demi semesta beserta isinya, ia tak kuasa bertahan.
Selang infus masih terpasang di punggung tangannya, namun rasa sakit justru ada di dalam dada. Busana rumah sakit yang sudah dua puluh empat jam tidak diganti masih terbalut di tubuhnya. Sebenarnya itu sudah tak diperlukan. Dua hari mendekam di dalam bangsal, fisiknya baik-baik saja. LCH-nya tidak sedang menyerang. Namun di samping itu, alih-alih membaik, psikis dan mentalnya malahan kian porak-poranda. Sepi dan sendiri dalam kegelapan kelamaan makin meneror hidupnya yang malang.
Paras jelitanya memantulkan semburat orange-keemasan kala surya tenggelam melemparkan cahayanya pada Eunha. Mata cantik itu berkaca-kaca, memerah dan panas. Dikatupkannya kedua kelopak perlahan, terpejam, memanggil segala macam keberanian lalu mengumpulkannya menjadi tekad.
"Percuma saja," Eunha bergumam di sela tangis tertahannya. "Ini sia-sia."
Daun kuning mengering, melayang-layang tertiup angin. Jatuh di sudut taman, terinjak dan terlupakan. Sendiri dalam sunyi hingga musim silih berganti. "Tak ada yang menginginkanku," batinnya. Pengibaratan daun kuning mengering sebagai dirinya sendiri, itu tepat. Terlupakan, terasingkan, sebatang kara.
![](https://img.wattpad.com/cover/80085010-288-k936010.jpg)
YOU ARE READING
Let Me Know
Fanfic"Kadang lebih baik diam dan berpura-pura daripada memberitahukan apa yang kita rasakan. Karena akan menyakitkan ketika ia bisa mendengar tapi tak bisa mengartikan. Memperjuangkannya? Tak perlu sampai seperti itu. Belum tentu yang diperjuangkan juga...